Banda Aceh - Puluhan jurnalis dari berbagai media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh menggelar aksi di Bundaran Simpang Lima, Kota Banda Aceh, Aceh, Senin 30 September 2019 sore.
Dalam aksi itu, para jurnalis mendesak kepolisian untuk membebaskan Dandhy Dwi Laksono, jurnalis yang juga aktivis HAM dan lingkungan.
Seperti diketahui, Dandhy dijemput paksa oleh aparat Polda Metro Jaya dari rumahnya di kawasan Bekasi pada Kamis 26 September 2019 malam, hanya karena mengkritik kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini di Papua lewat akun Twitternya.
Setelah diperiksa selama lima jam, Dandhy yang juga pendiri rumah produksi Watchdoc dan sutradara Film 'Sexy Killer' ini langsung ditetapkan sebagai tersangka kasus SARA lewat Undang-Undang ITE. Meski kemudian dibebaskan, tetapi status tersangka masih melekat padanya. Pembebasan Dandhy hanya sebatas penangguhan penahanan atau tahanan luar.
Ketua AJI Banda Aceh, Misdarul Ihsan menyebutkan, dalam kurun waktu dua pekan terakhir, terhitung sejak 14 hingga 25 September 2019, sebanyak 14 jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan saat menjalankan profesinya. Kejadian itu tersebar pada beberapa daerah di Indonesia.
Bahkan, berdasarkan data diperoleh AJI Indonesia, pelakunya mayoritas dari aparat kepolisian yang mestinya mengayomi dan melindungi para insan pers terutama ketika berhadapan di lapangan dalam setiap aksi massa.
AJI Banda Aceh mendesak Presiden RI untuk mereformasi lembaga kepolisian karena banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis
"Pembungkaman berekspresi atau menyampaikan pendapat terhadap warga negara di negeri demokrasi ini juga semakin dikekang dan dibungkam, sebagaimana dialami oleh Dandhy Dwi Laksono seorang jurnalis yang juga aktivis HAM dan lingkungan," kata dia.
Selain itu, kata Ihsan, kasus kebakaran rumah milik Asnawi Luwi, seorang jurnalis di Aceh Tenggara pada 30 Juli 2019 dini hari, hingga kini belum terungkap.
Meski diduga kebakaran itu karena faktor pemberitaan dan upaya untuk membungkam kemerdekan pers, tetapi hingga hari ini tepat 60 hari setelah kejadian motif kasus itu belum terungkap, apalagi menangkap pelakunya.
Dalam aksi itu, AJI Banda Aceh juga menyatakan beberapa sikap. Pertama, meminta semua pihak untuk tidak menghalang-halangi, mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Dalam menjalankan profesinya, jurnalis dilindungi Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ke dua, mendesak aparat kepolisian memproses hukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis tanpa melihat latar belakang pelakunya, meski dari kalangan korpsnya sendiri.
Ke tiga, mendesak kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan Dandhy Dwi Laksono dari status tersangka dugaan kasus SARA, dengan menerbitkan Surat Perintah Pemberhentian Perkara (SP-3).
Lalu, ke empat mendesak Polda Aceh untuk segera mengungkap motif dan dalang kasus pembakaran rumah jurnalis di Aceh Tenggara.
"Terakhir yaitu, AJI Banda Aceh mendesak Presiden RI untuk mereformasi lembaga kepolisian karena banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis serta terkesan lamban dalam mengungkap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis," kata Ihsan. []