Eva Kusuma Sundari, Sosok Populer PDIP Gagal Pemilu

Eva Kusuma Sundari termasuk sosok politikus populer PDI Perjuangan. Kecewakah ia gagal Pemilu 2019? Ini cerita Eva dan profilnya.
Eva Kusuma Sundari. (Foto: Instagram/Eva Kusuma Sundari)

Jakarta - Eva Kusuma Sundari termasuk sosok politikus populer PDI Perjuangan, legislator vokal. Namun ia gagal melenggang ke Senayan setelah bersaing dengan sesama politikus separtai yaitu Guruh Soekarnoputra, Arteria Dahlan, dan Sri Rahayu di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur VI.

Di Dapil meliputi Kabupaten Tulungagung, Kota Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar itu, Eva hanya mampu meraup 77 ribu suara dari target 150 ribu suara. Artinya, ia mendapat posisi ke-4 dari jatah PDI Perjuangan sebanyak tiga kursi di Dapil Jatim VI tersebut.

"Melesetnya tinggi, aku berharap 150 ribu suara, dapatnya 77 ribuan, dan rankingku ke-4 dari perolehan tiga kursi. Kalau ada tambahan suara PDIP 20 ribuan saja, bisa dapat empat kursi," tutur Evi kepada Tagar, Senin 21 Mei 2019.

Kalah dalam pemilihan legislatif, Eva pun berniat istirahat dari dunia parlemen dan kembali menjadi seorang ibu mengurus anak-anaknya. Namun, ia masih akan aktif sebagai Sekretaris Badan Pelatihan dan Pendidikan PDI Perjuangan.

Melesetnya tinggi, aku berharap 150 ribu suara, dapatnya 77 ribuan, dan rankingku ke-4 dari perolehan tiga kursi. Kalau ada tambahan suara PDIP 20 ribuan saja, bisa dapat empat kursi.

Eva Kusuma SundariEva Kusuma Sundari bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. (Foto: Instagram/Eva Kusuma Sundari)

Pendidikan dan Karier Awal

Wanita kelahiran 8 Oktober 1965 ini memulai karier sebagai dosen dan peneliti ekonomi di Universitas Airlangga 1991. Eva menempuh pendidikan sarjana di Universitas Airlangga Surabaya, jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Institute of Social Studies, The Hague, di Belanda jurusan Politics of Alternative Development Strategy dan lulus 1996. Masih menempuh pendidikan pascasarjana, Eva mengambil jurusan Economics and Development Economics, Faculty of Ekonomics, University of Nottingham, di Inggris dan lulus pada 2000.

Setelah menyelesaikan pendidikan, pada 2003 Eva bergabung dengan Asia Foundation, lembaga transparansi proses penganggaran. Dua tahun berselang, pada tahun 2005 ia menjadi Anggota dari Steering Committee untuk Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA).

Karier dan Suara di Parlemen

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Eva berasal dari keluarga politikus. Hanya sajakeluarganya aktif di Partai Golkar, bukan PDI Perjuangan partai yang ia pilih sejak awal.

Pada 2004 Eva sudah menjadi kader PDI Perjuangan, untuk pertama kalinya turut serta mencalonkan diri menjadi wakil rakyat untuk Dapil Jatim VI. Hasilnya, ia terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009.

Eva duduk di Komisi XI DPR RI membidangi keuangan, perbankan dan perencanaan pembangunan. Saat itu Eva mulai dikenal sebagai anggota yang vokal dan gigih memperjuangkan keberadaan Alat Kelengkapan Dewan baru yaitu Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

Eva Kusuma SundariEva Kusuma Sundari (tengah) berbicara pada Hari Perempuan Internasional 2019. (Foto: Instagram/Eva Kusuma Sundari)

Lima tahun masa tugas selesai, pada Pileg 2009 ia kembali mencalonkan diri. Untuk kedua kalinya Eva terpilih menjadi anggota DPR RI 2009-2014. Kali ini ia berada di Komisi III DPR RI membidangi hukum, hak asasi manusia dan kepolisian. Pada masa ini ia terkenal memperjuangkan penambahan anggaran Kejaksaan Agung khusus untuk kegiatan trafficking. Ia juga mengkritik proses rekrutmen anggota DPRD yang tidak ideal yang menurutnya kebanyakan bermodalkan koneksi atau dinasti politik yang tak bagus bagi sistem kaderisasi.

Untuk ketiga kalinya pada 2014 ia mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI. Namun Eva gagal meraih suara seperti pada Pileg 2019.

Pada Maret 2015 ia ditunjuk menjadi Staf Khusus Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas. 

Lima bulan kemudian tepatnya pada Agustus 2015 Pramono Anung anggota DPR dari PDI Perjuangan dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Sekretaris Kabinet. 

Kursi DPR yang ditinggalkan Pramono Anung kemudian diisi Eva. Ia dilantik menjadi Anggota DPR RI periode 2014-2019 sebagai Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Pramono Anung.

Eva duduk di Komisi XI DPR RI, menyuarakan sikapnya di DPR satu di antaranya terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Pada 27 April 2016 ia mempertanyakan seperti apa rekomendasi Burse Efek Indonesia (BEI) karena menurutnya permasalahan ada pada perilaku pembayar pajak. Ia kemudian meminta rekomendasi Forum Pajak Berkeadilan mengenai perilaku orang super kaya yang ingin mengamankan uangnya.

Menurutnya RUU Pengampunan Pajak tidak seharusnya hanya bersifat praktis, tetapi menyentuh sistem. Eva pun meminta rekomendasi kepada BEI dan Forum Pajak Berkeadilan mengenai konten pro atau kontra dan memberikan catatan.

Eva juga turut memberikan usul saat Agus Martowardojo yang menjadi Pimpinan Bank Indonesia kala itu melaporkan kinerjanya periode 2013-2018. Pada 22 Mei 2018 saat Rapat Komisi XI ia mengusulkan adanya batas waktu penarikan uang lama, terkait penerbitan mata uang baru.

Kehidupan Keluarga

Eva menikah dengan Jose Antonio Amorim Dias yang pernah menjadi Duta Besar Republik Demokratik Timor Leste pada 1995. Keduanya bertemu semasa menempuh pendidikan pascasarjana Institute of Social Studies, The Hague, di Belanda jurusan Politics of Alternative Development Strategy.

Dari pernikahan ini Eva dikaruniai dua orang anak yakni anak perempuan bernama Maria Fatima Kusuma Dias dan anak laki-laki bernama Danny Surya Utama Dias. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.