Enggartiasto Lukita, Menteri Bersih atau Kotor?

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita sepak terjangnya di Kabinet Jokowi terbilang kontroversial.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. (Foto: Ant/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita sepak terjangnya di Kabinet Jokowi terbilang kontroversial. Politikus Nasdem ini sudah mangkir tiga kali dari panggilan KPK dengan dalih sedang berada di luar negeri.

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, bisa tidaknya Mendag Enggartiasto mempertahankan jabatan di Kabinet Indonesia Kerja (KIK) Jokowi-Ma'ruf Amin, ditentukan dari masalah hukum yang bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hingga kini, status Enggartiasto masih sebatas saksi dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk yang melibatkan anggota DPR RI Komisi VI Bowo Sidik Pangarso.

Baca juga: Di Balik Ketidakpopuleran Enggartiasto Lukita

Ujang menyayangkan ketidakhadiran Mendag dalam pemeriksaan. Karena seorang pejabat publik harus bisa bersikap kooperatif, agar dapat memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum.

"Ini preseden buruk bagi Enggartiasto dan Kementerian Perdagangan. Jadi ada kesan menghindar, sudah tiga kali diperiksa mangkir dan ada di luar negeri. Ini sesungguhnya menjadi kesan tidak baik dalam proses penegakan hukum dan penilaian dari masyarakat," kata Ujang kepada Tagar, Senin, 22 Juli 2019.

Terlibat atau tidak, seharusnya beliau datang dalam persidangan, agar masyarakat tidak menuduh-nuduh.

Seandainya tuduhan tindak pidana suap tidak benar, maka Enggartiasto bisa membantah dengan bukti-bukti yang ada. Di sisi lain, kata Ujang, KPK juga memiliki bukti ihwal keterlibatan Enggartiasto dalam kasus yang menjerat politikus Partai Golkar pada Pemilu 2019 lalu. Menurutnya, semua orang memiliki kedudukan sama di mata hukum.

"Siapapun kedudukannya, sama di depan hukum. Karena siapapun di negeri ini termasuk Presiden atau Menteri, kedudukannya sama dengan rakyat biasa ketika di dalam hukum. Harus taat hukum," ujarnya.

Baca juga: 4 Menteri Jokowi Diprediksi Kembali Menjabat

Secara terpisah, Wasisto Raharjo Jati mengungkapkan rasa heran, karena Enggartiasto hingga kini enggan mendatangi kantor lembaga antirasuah. Tentunya dapat memperbesar sentimen negatif dari publik.

"Saya pikir pemangkiran itu bisa dimaknai apakah beliau memang menghindar atau memang merasa tidak bersalah. Dalam konteks ini masih abu-abu," ujar Wasis.

Reshuffle Kabinet dan Kepentingan NasDem

Isu reshuffle kabinet kerja kembali mengemuka dan Istana sempat memberikan kode bahwa Presiden terpilih Joko Widodo akan melakukan reshuffle setelah lebaran. Terlebih, menurut Ujang, beberapa Menteri Jokowi pernah bersinggungan terhadap kasus hukum.

"Kalau Jokowi konsisten, akan ada reshufle lalu akan melepas menteri yang bermasalah seperti yang sudah disebutkan seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Agama lalu Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tentu terkait hal itu merupakan kewenangan Presiden," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu.

Baca juga: Erick Thohir dan Tiga Calon Menteri Muda Jokowi

Menurut dia, Presiden Jokowi harus mempertimbangkan secara matang soal pergantian posisi Menteri yang namanya sempat terseret dalam masalah hukum. Hal ini berguna demi menjaga citra baik pemerintah di mata masyarakat.

Sebelum pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin pada Oktober mendatang, ada tarik-menarik kepentingan antara partai koalisi TKN dengan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih.

"Nasdem memiliki jasa yang besar terhadap kemenangan dan mengawal kebijakan Jokowi. Jadi di sini tarik-menarik kepentingan sedang terjadi soal reshuffle atau tidak, tergantung Jokowi dan partai politik dengan koalisinya," ucap dia.

Menurut dia, NasDem akan mati-matian mempertahankan Enggartiasto di kursi Mendag, karena bagaimanapun juga, namanya telah direkomendasikan oleh partai besutan Surya Paloh itu, dan tentu mengaitkan dengan harga diri Partai Nasdem.

Sedangkan Wasis memiliki catatan lain mengenai sikap NasDem. Menurut dia, partai tersebut tidak segan menindak apabila ada kadernya terbukti bersalah melawan hukum. 

Salah satu kasus adalah saat NasDem memecat Nurdin Basirun Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) yang tersangkut masalah korupsi. Nurdin diduga menerima suap 11.000 dolar Singapura dan 45 juta rupiah, terkait izin reklamasi di wilayah pesisir Kepri.

Terlepas dari semua kontroversi yang ada. NasDem setahu saya cukup tegas, kalau memang ada kadernya itu terindikasi kuat korupsi, bila sampai jadi tersangka.

Menurut pria kelahiran Yogyakarta 29 tahun ini, citra Enggartiasto sebagai menteri bisa saja menurun di kalangan pelaku pasar karena tersangkut di KPK. Namun efeknya tidak sebesar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, yang dikaitkan dengan suap yang melibatkan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.

Perang Mafia Dagang Impor dan Kapabilitas Mendag

Wasis menyatakan, Enggartiasto masih layak dipertahankan menjadi Menteri Perdagangan dalam KIK Jokowi-Ma'ruf mendatang. Menurutnya, menteri ini cukup berhasil membawa neraca perdagangan Indonesia.

"Bisa surplus dengan Amerika Serikat, Namun perlu ada peningkatan untuk bisa mengurangi defisit dengan Tiongkok," ucapnya.

Mengenai kebijakan impor yang dilakukan Enggartiasto, Wasis memandang, tak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut mengundang sentimen 'nasionalisme'. Terlebih, Indonesia sudah dikenal sebagai negara agraris, namun nahasnya terus mengimpor kebutuhan bahan pokok dari luar negeri.

Namun kita perlu memahami juga kalau laju kebutuhan pangan dan ketersediaan lahan pertanian juga timpang.

Ada indikasi melimpahnya kebutuhan bahan pokok yang impor, mengalahi produksi bahan pokok dalam negeri. Hal tersebut menurut Wasis, dikarenakan mafia dagang masih merajalela bekerja dari balik layar. 

Jadi, kata Wasis, mafia impor itu sudah sejak lama ada dan terus menerus dibiarkan. “Hanya saja istilah itu digunakan manakala ada kebijakan pemerintah yang tak pro kebijakan agraris,” imbuhnya.

Baca juga: Calon Menteri dari PDIP adalah Pilihan Megawati

Sementara itu Ujang Komarudin memandang, terdapat dua hal utama yang akan menyoroti kinerja Mendag mengenai isu reshuffle. Pertama, bakal disoroti soal surplus perdagangan di Indonesia.

Kedua, soal isu impor. Karena bagaimana pun juga, masyarakat Indonesia tidak menginginkan impor yang lebih banyak daripada ekspor.

Intinya banyak indikator untuk menilai sukses atau tidaknya kinerja Menteri, salah satunya terkait surplus perdagangan di Indonesia. 

"Apakah nilai surplusnya bagus atau tidak, meningkat atau tidak. Mengenai impor, ini merupakan isu yang menjadi perhatian masyarakat. Ketika impor makin banyak maka masyarakat tidak suka, jadi ada anggapan kinerja nya dalam bekerja kurang," ujarnya.

Mengenai kebijakan impor bahan pokok, Indonesia merupakan negara agraris yang ketersediaan beras hingga bahan pokok lainnya bisa dibilang berlimpah. Pemerintah mengatakan ingin tidak impor, tapi faktanya tidak. Menurutnya, ini persoalan mafia kartel bermain di sini (lingkungan Mendag). 

Baca juga: Pembicaraan PPP dan NasDem Tentang Isu Ketua MPR

"Banyak orang yang mengambil keuntungan dari impor-impor itu. Ini sesungguhnya ketika kita tidak impor pun bisa, asalkan menggenjot produksi pertanian dalam negeri, ada peningkatan proses perdagangan di dalam negeri," ucapnya.

Ujang tak menutup mata, karena ia melihat masih banyak kartel mafia dagang bermain bebas. Kebijakan tersebut menurutnya hanya menguntungkan segelintir orang, namun merugikan masyarakat luas.

"Kalau impor-impor terus bagaimana nasib petani kita di Indonesia? Mau tidak mau ya disoroti. Karena ia (Enggartiasto) memang menteri perdagangan," kata Ujang. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.