Kuasa Hukum Apresiasi Hakim Sidang PKPU PT Froggy Edutography

Hakim pengawas Moehammad Djoenaidi dinilai berhasil mewujudkan sistem peradilan yang transparan dan berkeadilan, meski rapat diwarnai interupsi.
Suasana sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dihadiri kreditur dan debitur dari PT Froggy Edutography dan Fernando Iskandar pada Selasa, 3 November 2020. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Saddan Sitorus selaku kuasa hukum 43 kreditur dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengapresiasi kinerja hakim pengawas Moehammad Djoenaidi, Selasa, 3 November 2020.

Ke-43 kreditur memiliki total tagihan yang sudah diverifikasi dan diakui debitur sebesar Rp 22.678.097.647 dari masing-masing debitur, yakni PT Froggy Edutography dan Fernando Iskandar. 

Hakim pengawas Moehammad Djoenaidi dinilai berhasil mewujudkan sistem peradilan yang transparan dan berkeadilan, meski rapat diwarnai interupsi.

Hakim Moehammad Djoenaidi mampu mengambil tindakan terbaik bagi semua pihak, baik kreditur maupun debitur.

“Langkah hakim dalam melakukan pengawasan pada proses PKPU ini sudah tepat dan patut diajungkan jempol. Apresiasi yang setinggi-tingginya karena telah menjunjung tinggi nilai keadilan dan tegas dalam mengambil sebuah keputusan, ini panutan," katanya dalam rilis yang diterima Tagar.

Saddan kemudian menyampaikan saran kepada tim pengurus harus menyadari sebagai bagian dari penegak hukum. Langkah hakim pengawas dia sebut, sudah benar mengakomodir seluruh kreditur yang sudah diverifikasi dan diakui oleh debitur secara sah pada rapat-rapat sebelumnya.

"Sehingga tidak perlu dicari lagi alasan untuk bertindak di luar kewenangan. Semua sudah ada rule-nya, dan ini instruksi undang-undang. Jadi harus dilaksanakan,” kata dia.

Sesuai dengan jadwal PKPU, rapat yang digelar adalah untuk voting, yakni penentuan hak dan kewajiban kreditur berdasarkan jumlah tagihan yang sudah diverifikasi.

Namun setelah hakim pengawas meminta tim pengurus membacakan working progress selama proses PKPU berjalan, ternyata didapati ada penjelasan, di mana tagihan beberapa kreditur yang jelas-jelas sudah diakui debitur saat dilakukan verifikasi pada 14 Agustus 2020 di PN Jakarta Pusat, dan juga disaksikan tim pengurus, Ferry Iman Halim dan Marulitua Silaban dicoret dan tidak memilik hak untuk voting.

"Sungguh ini sangat memalukan, karena tim pengurus menurut kami bertindak di luar batas kewenangan," kata Saddan.

Dia mengatakan, jika dijelaskan secara Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tim pengurus PKPU dan hakim pengawas tidak berhak membantah tagihan kreditur, apalagi mencoret hak voting.

Saddan SitorusSaddan Sitorus SH, kuasa hukum kreditur dalam sidang PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 3 November 2020. (Foto: Tagar/Ist)

Jika itu terjadi, sambung dia, ada tindakan inkonsistensi terhadap undang-undang. Dalil yang dibuat harus dibuktikan dengan dasar hukum. Cara seperti ini cacat hukum, dan ada konsekuensi yang harus dipertanggunjawabkan nantinya.

Debitur tidak kooperatif, konsekuensi hukum tetap berlanjut

Dari awal proses PKPU berjalan, kata Saddan, pihaknya sudah meminta kepada hakim pengawas untuk memberikan perhatian khusus kepada tim pengurus.

Karena ada beberapa tindakan dan kinerja mereka tidak sesuai dengan yang diamanahkan UU No 37/2004 tentang Kapailitan dan PKPU.

"Dan tepat hari ini permohonan kami didengarkan oleh hakim pengawas, di mana beliau bertindak dengan tegas dalam menegakkan hukum berdasarkan undang-undang tersebut. Menganulir bahwa kreditur yang sempat dihilangkan hak votingnya oleh pengurus, kini dianulir setelah hakim pengawas mempertanyakan kepada debitur perihal tentang daftar piutang yang dimaksud oleh kreditur, dan debitur mengakui secara tegas," terangnya.

Dikatakan Saddan, pihaknya melihat ada sesuatu yang dipaksakan tim pengurus dalam proses PKPU ini. Menimpali apa yang dijelaskan hakim pengawas, bahwa sejak awal dimulai rapat kreditur, roh dari rapat kreditur dalam PKPU ini adalah perdamaian.

Oleh karena itu, seharusnya tim pengurus bisa memahami bahwa satu sama lain harus memberikan dukungan yang terbaik untuk mewujudkan pesan hakim pengawas.

"Selama proses PKPU berjalan, kami menyakini bahwa apa yang dilakukan tim pengurus tidak profesional. Terbukti masih ditemukan tindakan mereka tanpa ada landasan hukum. Seperti dokumen penting menjadi hak kami sebagai kreditur sesuai dengan Pasal 276 UU No 37/2004, dijelaskan bahwa daftar piutang menjadi kewenangan kreditur dan instruksi pasal tersebut menjelaskan bahwa daftar diberikan secara cuma-cuma. Yang terjadi justru sebaliknya, tim pengurus tidak pernah mengindahkan permintaan dan merespons kami sebagai kreditur baik secara lisan dan tertulis (berdasarkan surat nomor: 015/MERAH PUTIH/S/X/2020)," terang Saddan.

Dikatakan Saddan, karena suasana sempat rapat memanas, akibat tim pengurus mencoret beberapa hak voting kreditur, atas kebijaksanaan hakim pengawas kemudian, jadwal voting dilanjutkan pada Kamis, 4 November 2020.

Dengan catatan atas instruksi hakim pengawas bahwa tagihan kreditur yang diverifikasi pada 14 Agustus 2020 telah diakomodir secara keseluruhan dan diakui oleh debitur. Sehingga berhak untuk ikut voting demi mewujudkan roh PKPU, yakni sebuah perdamaian.

“Instruksi hakim pengawas bahwa setiap piutang yang sudah diakui oleh debitur dibenarkan dan memiliki hak untuk mengikuti voting. Selanjutnya homologasi atau pailit pada Kamis menentukan, karena kami masih meminta pertanggungjawaban debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Debitur tidak kooperatif, konsekuensi hukum tetap berlanjut. Karena hukum adalah panglima tertinggi bagi negara ini, jadi harus ditegakkan,” tandas Saddan.[]

Berita terkait
Pembobol Situs PN Jakarta Pusat Dibekuk, Lulusan SMP
Dua pembobol situs resmi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dibekuk. Pelaku lulusan SMP bersimpati terhadap Lutfi Alfiandi.
Ribuan Pelamar Tidak Lolos CPNS DKI Jakarta
Para pelamar CPNS DKI Jakarta yang tidak lolos seleksi administrasi sebanyak 9.311 orang akibat salah memilih formasi atau salah kamar.
Sidang Perdana Nunung Srimulat di PN Jakarta Selatan
Nunung Srimulat dan suaminya, July Jan Sabiran menjalani sidang perdana di PN Jakarta Selatan.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)