Jakarta - Capaian program reforma agraria yang dilaksanakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sepertinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya legalisasi aset dengan mendaftarkan tanah dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang setiap tahunnya melebihi target dan redistribusi tanah selama periode 2017 hingga 2020.
Input penataan agraria yaitu terdapat tata ruang, data pertanahan, data penduduk miskin, lapar tanah, petani, dan seterusnya
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau. Kendati demikian, menurutnya dalam pelaksanaan reforma agraria, masih terdapat beberapa kendala yang harus disempurnakan. Untuk itu, ke depan perlu diterapkan sistem penataan agraria berkelanjutan.
"Selama ini pelaksanaan reforma agraria hanya didasarkan pada penataan aset dan penataan akses, sementara penatagunaan tanah belum terlalu dilibatkan di dalamnya," katanya.
Lebih lanjut Andi Tenrisau mengungkapkan arah kebijakan penataan agraria ke depan dengan menerapkan sistem penataan agraria berkelanjutan di mana terdapat input, pelaksanaan, output hingga evaluasi secara bertahap dan berkelanjutan.
"Input penataan agraria yaitu terdapat tata ruang, data pertanahan, data penduduk miskin, lapar tanah, petani, dan seterusnya. Ini semua jadi satu kesatuan yg harus kita perhitungkan," lanjutnya.
Kemudian pada pelaksanaannya nanti terdapat 3 aspek yaitu penataan aset, penatagunaan tanah dan penataan akses. Terkait penataan penggunaan tanah yang sebenarnya sudah lama dikembangkan oleh Direktorat Tata Guna Tanah, Dirjen Penataan Agraria mengatakan ketika berbicara kemakmuran, kita juga harus mengetahui bagaimana menggunakan tanah dengan baik.
"Jadi terdapat beberapa parameter untuk mengetahui apa sih sebenarnya yang disebut penatagunaan tanah itu. Intinya adalah bagaimana menggunakan tanah secara efektif dan efisien," kata Andi Tenrisau.
Dalam menerapkan sistem penataan agraria berkelanjutan, Dirjen Penataan Agraria berharap menghasilkan output yang menciptakan kemakmuran rakyat, tentu dengan kepastian hak atas tanah masyarakat.
"Outputnya nanti harus berdaya guna dan berhasil guna, artinya produknya harus maksimal dan apa betul setelah dilakukan beberapa pelaksanaan tadi bisa menghasilkan sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan meningkatkan pendapatan," kata dia.
Andi Tenrisau pun mengatakan sistem ini juga harus dievaluasi terus sehingga mendapatkan umpan balik.
"Dari umpan balik inilah yang nantinya membuat input pada pelaksanaan sistem ini lebih dinamis. Yang jelas lagi, dalam pelaksanaan sistem ini subjeknya harus tepat sasaran sehingga kemakmuran lebih merata di seluruh wilayah Indonesia," pungkasnya. []
Baca juga:
- Kementerian ATR/BPN Fokus Penyelesaian Sengketa Tanah
- Kementerian ATR/BPN Sosialisasi Perijinan Melalui UU CK
- Menteri ATR/BPN: UU CK Paradigma Baru Bagi Indonesia