Jakarta - Transaksi menggunakan aplikasi dan pelayanan tertentu menjadi trend bisnis modern yang dipandang efektif, cepat dan mudah daripada transaksi offline, salah satunya adalah Pinjaman Online atau Pinjol. Ada sekitar 68 juta rakyat Indonesia yang telah menjadi bagian mengambil kegiatan teknologi pinjol.
Selama ini, transaksi pinjol dinilai efektif dari sisi pelayanan, tetapi dalam praktik dan ekosistemnya banyak menyisakan permasalahan. Masyarakat di beberapa daerah, bahkan di seluruh Indonesia banyak mengeluhkan bahaya praktik pinjol yang terus menggurita. Praktik bunga yang mencekik ditambah teror banyak dilakukan oleh pelaku usaha penyedia pinjol.
Berbagai masalah yang sering muncul di tengah masyarakat pada praktik pinjol antara lain, praktik ribawi dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi, pihak yang meminjam (debitur) tidak membayar tepat waktu sesuai perjanjian yang telah disepakati, pihak yang meminjamkan (kreditur) memberikan ancaman bahkan teror fisik kepada orang yang tidak bisa bayar hutang dan persoalan lainnya.
Karena itulah, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII yang berlangsung di Hotel Sultan Jakarta pada 9-11 November 2021 membahas bagaimana hukum pinjaman online menurut pandangan Islam. Bagaimana hukum menunda pembayaran hutang bagi yang mampu. Bagaimana hukum memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang. Bagaimana hukum pinjol yang belum mendapat ijin dari OJK dan tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Hukum Pinjaman Online
Dalam ijtima ulama dijelaskan, pada prinsipnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan. Sedangkan sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya haram.
Mengambil keuntungan dari utang piutang, seperti bunga uang hukumnya haram karena termasuk riba. Layanan pinjaman berbasis ribawi baik offline maupun online hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Memberi pinjaman (kredit), meminjam (debit), memfasilitasi atau memberi izin atas layanan pinjaman berbasis bunga baik offline atau online hukumnya haram. Aktifitas mempengarui, membujuk rayu, atau melakukan tipu daya yang menyebabkan orang terjebak pada praktik layanan pinjol hukumnya juga haram.
Karena itulah, ijtima ulama merekomedasikan pemerintah dalam hal ini Kominfo, Kapolri dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan dan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjol atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
Ijtima ulama juga meminta pihak penyelenggara pinjol menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. Seharusnya, umat Islam a memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. []
Baca Juga
- Menag Yaqut Revitalisasi KUA Seluruh Indonesia
- MUI Klarifikasi soal Konsumsi Babi Sebabkan Corona
- Antisipasi Cegah Virus Corona Ala Selebriti Dunia
- Kondisi Karyawan Paloma Usai Warga Depok Kena Corona