Anggaran APBA Rp2,8 M untuk Kadin Aceh Dapat Sorotan

Pemerintah Aceh diduga alokasi anggaran dana APBA-P sebesar Rp 2.854 miliar untuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh.
Ilustrasi Uang. (Foto: Ilustrasi)

Banda Aceh - Alokasi anggaran yang diduga bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh - Perubahan (APBA-P) 2019 sebesar Rp 2.854 miliar lebih untuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh periode 2019-2024 mendapat sorotan dari berbagai pihak di provinsi tersebut.

Salah satu pihak yang memprotes adalah Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh. Bahkan, lembaga itu telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 14 November 2019.

Dalam surat Nomor 146/B/G-Aceh/XI/2019 itu, GeRAK Aceh meminta KPK melakukan supervisi terhadap alokasi anggaran untuk Kadin Aceh. Di mana pengusulan anggaran untuk lembaga itu diduga bersumber dari APBA perubahan 2019 mencapai miliaran rupiah. Dicurigai, prosesnya juga tidak sesuai dengan mekanisme dan tata cara penganggaran keuangan daerah.

"Dapat diduga bahwa alokasi anggaran tersebut berpotensi menimbulkan celah adanya pelanggaran hukum terencana," ujar Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis 14 November 2019.

Dia menjelaskan, surat ke KPK itu diberikan karena pihaknya menilai bantuan hibah sosial untuk Kadin secara kedudukan hukum dan tata kelola organisasi tidak memiliki kolerasi yang dapat dibenarkan.

Hal itu, katanya, dapat dilihat dari komponen daerah bahwa lembaga Kadin bukan lembaga struktural organisasi pemerintahan atau perangkat kesatuan daerah yang dapat serta merta dianggarkan menyeluruh.

Disebutkannya, jika merujuk pada pasal 6 ayat (5) Permendagri Nomor 123 Tahun 2018 tentang perubahan ke empat atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 disebutkan, hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d diberikan untuk badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan telah memiliki surat keterangan terdaftar dari menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota.

"Kemudian, jika melihat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kadin sebagaimana dalam pasal 5 dijelaskan bahwa, Kadin itu bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah dan organisasi politik, serta dalam melakukan kegiatannya tidak mencari keuntungan," kata dia.

Menurutnya, secara etika, Kadin merupakan lembaga privat, sehingga tak dibenarkan membiayai organisasinya dengan menggunakan kesempatan dan sarana dari alokasi anggaran yang bersumber dari APBN maupun APBD. Sebabm, lembaga itu tempat berkumpulnya pihak-pihak yang anggarannya bersumber dari keanggotaan terbatas.

"Melihat dari nomenklatur dan tata organisasi, maka Kadin itu bukan bagian yang berhak mendapatkan anggaran secara terus menerus dalam bentuk hibah atau bansos," ucap Hayatuddin.

Ia juga menilai, bila melihat dari alokasi APBA-P tahun 2019 maka pengusulan anggaran ini direncanakan secara sistematis dan terencana. Hal itu menunjukkan bahwa proses pemberiannya memiliki hubungan conflik of interes serta dapat dipastikan bagian dari barter politik anggaran antara pemerintah Aceh dengan pengusaha.

Kadin itu bukan bagian yang berhak mendapatkan anggaran secara terus menerus.

Dalam pengusulan ini, ujar dia, GeRAK Aceh melihat seluruhnya bersifat illegal, di mana usulan tersebut tidak melalui skema perencanaan dan pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif.

"Bahkan bisa dipastikan pengusulannya memiliki hubungan kolerasi politik yang sarat kepentingan, dan memiliki tujuan tertentu untuk mendapatkan barter politik anggaran yang dimainkan untuk kepentingan segelintir pengusaha," ujarnya.

Dia menambahkan, dari mata anggaran itu menunjukkan adanya potensi dugaan pengaturan pengadaan barang dan jasa untuk memenangkan kandidat atau perusahaan tertentu.

Selain itu, ujar Hayatuddin, selama ini diketahui bahwa Plt Gubernur Aceh saat melakukan kunjungan kerja baik di dalam daerah maupun luar negeri serta kegiatan lain seperti touring menggunakan motor gede, selalu bersamaan dengan para pengurus Kadin Aceh yang ikut mendampingi.

Karena itu, GeRAK Aceh meminta kepada KPK RI dapat menindaklanjuti dan melakukan supervisi guna mencegah terjadinya perbuatan korupsi. Sebab, hasil kajian pihaknya juga terdapat beberapa kejanggalan dalam pengusulan pengadaan dan mobiler untuk Kadin Aceh tersebut.

"Serta ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yang pada pokoknya dapat menimbulkan dugaan tindak pidana korupsi terencana, sistematis dan dilakukan dengan melanggar hukum," tutur Hayatuddin.

Minta Dibatalkan

Hal senada juga disampaikan Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Rizki Ardial. Ia meminta Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh untuk membatalkan alokasi anggaran pengadaan beberapa barang yang akan digunakan untuk Kadin Aceh.

Hal itu, kata Rizki, sangat tidak beretika di tengah permasalahan perekonomian dan kemiskinan di Aceh. Menurutnya, alokasi anggaran tersebut sangat miris di hati rakyat Aceh. Sebab, masih banyak anggaran yang harus dialokasi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakar banyak.

"Dana dua miliar lebih itu, jika dianggarkan tepat sasaran maka sangat membantu upaya pemerintah Aceh dalam memberantas kemiskinan yang ada," kata Rizki pada Tagar, Kamis 14 November 2019 malam.

Apalagi, kata Rizki, Kadin merupakan wadah berkumpulnya saudagar-sadagar yang diharapkan dapat membantu pendapatan Aceh, bukan untuk menghabiskan pendapatan di provinsi tersebut, apalagi dana yang digunakan bersumber dari APBA.

Karena itu, ujar Rizki, mahasiswa berharap pemerintah Aceh dapat melihat lebih bijak lagi dalam mengalokasikan setiap anggaran dan manfaat aset itu sendiri. Kritikan tersebut, kata Rizki, bukan berarti pemerintah tak boleh membeli aset, tetapi alangkah baiknya aset yang dimiliki itu dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, yaitu rakyat Aceh.

"Aset bukan dinikmati segentir orang apalagi para saudagar, dikarenakan masih banyak orang miskin yang membutuhkan lebih banyak sentuhan dari pemerintah," ujarnya.

Rizki menjelaskan, pemangku kepentingan di Aceh saat ini masih memiliki tugas bagaimana memanfaatkan APBA untuk dapat membangkitkan kesejahteraan masyarakat, serta bagaimana pengembangan ekonomi rakyat lebih berkembang untuk menuntaskan permasalahan kemiskinan.

Selain itu, juga masalah akses masyarakat terhadap fasilitas-fasilitas umum. Karena itu, pemerintah Aceh harus fokus bagaimana masyarakat bisa makan sehari tiga kali, punya rumah layak huni, fasilitas kesehatan yang memadai dan anak-anak Aceh memperoleh pendidikan yang layak.

"Kalau itu sudah dapat terpenuhi, masyarakat sudah hidup sejahtera baru kita beli kulkas, Ac dan Sound System. Maka kami berharap Plt Gubernur Aceh segera membatalkan alokasi tersebut sebagai bentuk keseriusan pemerintah Aceh dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh," katanya.

Wakil Ketua umum Organisasi dan Kesekretariatan Kadin Aceh, Muhammad Iqbal menjelaskan, semua hal tersebut proses pengadaan dan pengelolaan anggarannya dilakulan oleh instansi teknis terkait, yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh.

Aset bukan dinikmati segentir orang apalagi para saudagar, dikarenakan masih banyak orang miskin.

Selain itu, proses pengusulan item anggaran, dilakukan oleh Kadin Aceh, dan dalam proses perencanaan dan penganggarannya disetujui oleh Pemerintah Aceh dan DPRA, dengan penempatan mata anggaran pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Sebagaimana organisasi lain, kata Iqbal, seperti KONI, KNPI dan juga Pramuka, yang keberadaan institusi tersebut diatur oleh UU, maka Kadin yang kelembagaannya juga dibentuk berdasarkan UU, sehingga sebagai organisasi mitra pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan pengusaha.

"Maka bentuk bantuan yang diberikan tersebut adalah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Iqbal dalam keterangannya, Kamis 14 November 2019.

Ia menjelaskan, Kadin Aceh merupakan organisasi yang sama seperti lembaga lain, yakni Pramuka, Koni dan KNPI. Yaitu merupakan wadah yang sewajarnya juga mendapatkan dukungan dari negara. Sebab, tugas pokok dan fungsinya adalah sebagai sarana pembinaan pengusaha dan UMKM.

"Adapun item barang yang didukung oleh Pemerintah Aceh, berupa laptop, proyektor, dan lainnya, peruntukannya direncanakan oleh Kadin Aceh, untuk pembentukan balai pelatihan bagi pelaku IKM dan UMKM di seluruh provinsi ini," ujarnya. []

Baca juga: 

Berita terkait
Banda Aceh Dirundung Masalah Pelayanan Air Bersih
Persoalan pelayanan air bersih dan sampah masih menjadi permasalahan serius di Kota Banda Aceh.
Masalah Buruh di Aceh Singkil Meningkat
YARA Perwakilan Aceh Singkil menilai persoalan dan permasalahan tenaga kerja atau buruh di Aceh Singkil masih sangat tinggi terjadi.
Pimpinan DPR Aceh Angkat Bicara Wisata Halal di Bali
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh angkat bicara terkait isu kontroversial mengenai isu wisata halal di Bali dan Danau Toba.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.