Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai Presiden Jokowi telah melakukan pembiaran terhadap kriminalisasi masyarakat sipil oleh aparat penegak hukum.
"Kalau melihat pidato presiden kemudian pembentukan omnibus law diam-diam, YLBHI mengkhawatirkan peristiwa ini akan terus terjadi dan akan semakin parah," kata Asfinawati saat diskusi Kebebasan Sipil di Era Infrastruktur dan Investasi, di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 10 Februari 2020.
Dia menuturkan, Jokowi sebagai presiden seharusnya mampu memberikan pengarahan kepada alat negara agar dalam menghadapi aksi demonstrasi dengan mengedepankan sisi kemanusiaan. Pasalnya, dalam konstitusi telah dijamin untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
"Mestinya mengedepankan hal dari sisi manusia, kritik itu ditanggapi biasa saja, bahwa demokrasi kita menjamin penyampaian pendapat di muka umum," ujarnya.
Oleh sebab itu, Asfinawati mengimbau masyarakat turut berperan aktif dalam memantau dan menginformasikan ketidakadilan yang dilakukan oleh polisi. Hal itu bisa dilakukan dengan mudah melalui kamera handphone setiap orang.
"Jadi ketika setiap orang menemukan fakta pelanggaran hukum, orang dipukul (aparat) bisa ikut merekam, mengabarkan," katanya.
Saat ini, menurut dia, pemerintah seolah melihat setengah mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi. Terlihat dari pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud Md yang menyebut selama Jokowi memimpin tidak ada pelanggaran HAM.
Pernyataan Mahfud terbantah ketika terjadi eksekusi lahan pembebasan lahan untuk pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport yang dilakukan secara paksa. Kemudian juga penggusuran lahan di Tamansari, Bandung.
"Yang lebih jauh dari itu berani menyuarakan ketidakadilan seperti perampasan-perampasan tanah. Banyak sekali sekarang tanah dirampas begitu saja karena pembangunan bandara, tambang. Orang tidak setuju dikriminalkan," ujar dia. []