Waktunya Redaksional Ketat ke Konten YouTuber Indonesia?

Apakah perlu redaksional ketat terhadap karya YouTuber Indonesia buntut dari sejumlah konten memperkeruh situasi pandemi Covid-19.
Ilustrasi YouTuber atau content creator. (Foto: Pixabay)

Jakarta - Pengamat media sosial Enda Nasution menilai belum diperlukan kebijakan redaksional ketat dari pemerintah terhadap seluruh konten milik YouTuber Indonesia. Meskipun, kata dia, sejumlah konten yang dirilis saat pandemi virus corona telah memperkeruh situasi, bahkan menabrak imbauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Ia mengatakan berbagai informasi dan komunikasi dalam dunia maya memang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Namun, aturan mainnya jelas mengacu pada Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU itu juga sebagai dasar pelaksana tugas aparat di cyber space.

"Jika ada yang merasa dirugikan atau menganggap orang lain melanggar hukum bisa melaporkan seperti kasus Ferdian Paleka," kata Enda kepada Tagar, Senin, 18 Mei 2020.

Menurutnya, setelah konten dilepas, kontrol sosial akan bekerja dengan sendirinya. Warganet akan bereaksi ketika melihat konten menyimpang. Saat dianggap menabrak aturan, reaksi terhadap suatu konten akan menggelinding bak bola salju sehingga tercipta sanksi berdasarkan norma sosial atau hukuman yang melibatkan KUHP.

Baca juga:

Kasus Indira Kalista misalnya. YouTuber dengan lebih dari 3,15 juta subscriber itu menganggap pandemi Covid-19 hal biasa sehingga abai akan aturan pemerintah untuk rajin cuci tangan, dan memakai masker saat keluar rumah. Ia mengaku masker akan dikenakannya jika sudah ditegur aparat.

Indira juga mengatakan, orang tanpa mengidap Covid-19 juga meninggal dunia. Pernyataan Indira yang meremehkan pandemi corona itu terangkum dalam kanal YouTube milik Gritte Agatha dan menuai kecaman banyak pihak.

Begitu juga dengan kasus Ferdian Paleka. Memanfaatkan ramainya konten prank di saat pandemi Covid-19, YouTuber asal Bandung Jawa Barat tersebut pura-pura memberikan bantuan sembako kepada transpuan atau transgender perempuan namun ternyata isinya sampah.

Ferdian PalekaYouTuber Ferdian Paleka (kanan) memanfaatkan ramainya konten prank di saat pandemi Covid-19 dengan pura-pura memberikan bantuan sembako kepada transpuan namun ternyata isinya sampah. (Foto: Istimewa)


Aksi tak terpuji yang dilakukan Ferdian bersama dua temannya itu diunggah dalam bentuk video di kanal YouTube Ferdian Paleka pada 1 Mei 2020. Meski telah dihapus, hujatan dan kecaman publik terus mengalir. Akibat desakan masyarakat, akhirnya Polrestabes Bandung menangkap dua temannya dan Ferdian setelah buron 4 hari.

Bila Ferdian Paleka dan rekan-rekannya dijerat Pasal 45 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik, ditambah Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, Indira Khalista dimaafkan publik setelah mengucapkan khilaf atas perilakunya meremehkan pandemi Covid-19.

"Reaksi yang keras terhadap dua konten itu (Indira dan Ferdian) adalah bagian dari kontrol sosial," ujar Enda.

Enda tak dapat memungkiri masyarakat menyukai hal-hal berbau sensasi demi menjadi pemberitaan media dan cepat terkenal. Namun, daripada pemerintah mengeluarkan kebijakan redaksional ketat untuk konten YouTuber Indonesia, lebih baik memanfaatkan layanan report di situs berbagi video tersebut. Jika menemukan konten yang tidak sensitif di tengah pandemi Covid-19, warganet dapat langsung melaporkannya melalui layanan tersebut.

"Biasanya setiap platform memiliki panduan komunitas terhadap sesuatu yang sifatnya misalnya menebar kebencian pada golongan tertentu," ujarnya.

Indira KalistaYouTuber Indira Kalista yang meremehkan pandemi corona itu terangkum dalam kanal YouTube milik Gritte Agatha dan menuai kecaman banyak pihak. (Foto: Istimewa)


Sementara bagi publik figur, selebritas, dan politikus yang memiliki banyak pengikut di media sosial serta subscriber di YouTube, Enda mendorong pemerintah segera turun tangan jika ada disinformasi atau misinformasi terkait konten mereka di YouTube hingga media sosial. Apalagi konten tersebut dapat memperkeruh situasi terkait penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air. "Diluruskan saja daripada harus mengawasi setiap konten," tuturnya.

Belajar dari konten-konten di YouTube dan media sosial yang dinilai kontroversial oleh publik hingga dikecam banyak pihak, Enda meminta kepada masyarakat dan warganet kritis dalam menerima informasi dan komunikasi dalam cyber space.

Karena konten dari YouTuber dan pegiat media sosial berbeda dengan hasil karya jurnalistik berupa berita. Karya jurnalistik memiliki prosedur saring informasi ketat di ruang redaksi sebelum akhirnya diunggah di situs berita. "Kalau dapat informasi dari medsos, ditahan dulu deh, anggap kebenarannya baru 50 persen," tuturnya. 

Berita terkait
Pengamat LIPI: Luhut Seharusnya Tak Laporkan Said Didu
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyoroti perseteruan antara Menko Luhut B Pandjaitan dengan Said Didu.
Lembeknya Dewas KPK Dianggap Tak Pantas Bergaji Tinggi
Dewan Pengawas (Dewas KPK) bergaji lebih Rp 80 juta per bulan. Dinilai lembek berkinerja, Dewas KPK apakah pantas bergaji tinggi?
Perlu Regulasi Menhub Atasi Polemik Skuter Listrik
Hadirnya penyewaan skuter listrik di Jakarta menuai polemik. Permenhub dinilai bisa menjadi landasan terkait polemik ini.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.