Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte hendak memberikan uang suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada petinggi Polri.
Dalam isi dakwaannya, terungkap awal mula kesepakatan penghapusan DPO Djoko Tjandra. Irjen Napoleon sempat mematok biaya Rp 3 miliar melalui terdakwa Tommy Sumardi.
Yang nempatin saya kan beliau' dan berkata 'petinggi kita ini'.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Patok Rp 7 M Hapus Red Notice Djoko Tjandra
Namun, belakangan Irjen Napoleon tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut. Dia justru meminta kenaikkan harga kepada Tommy, dengan dalih ada setor ke atasan.
"Dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau' dan berkata 'petinggi kita ini'," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin, 2 November 2020.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Tetap Tersangka Red Notice Djoko Tjandra
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Irjen Napoleon telah menerima uang sebesar SGD$ 200 ribu dan US$ 270 ribu dari Djoko Tjandra. Uang tersebut sebagai imbalan lantaran Napoleon berhasil membuat nama Djoko Tjandra terhapus dari sistem ECS pada Sistem Informasi Keimigrasian.
Atas perbuatannya, Irjen Napoleon disangkakan menyalahi Pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 11 Jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. []