Tujuh Penegak Hukum yang Ditangkap KPK

Selama 17 tahun berdiri, KPK juga menangkap penegak hukum yang terlibat kasus korupsi. Berikut tujuh penegak hukum yang pernah ditangkap KPK.
Logo KPK terpampang di Gedung KPK, Jakarta. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

Jakarta - Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor) tak diragukan lagi. Wakil rakyat, anggota lembaga negara hingga unsur swasta yang terlibat pemufakatan jahat terkait uang rakyat pernah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Mirisnya, selama 17 tahun berdiri di Indonesia, KPK juga menangkap penegak hukum dalam operasi senyap. Berikut tujuh penegak hukum yang pernah ditangkap KPK. 

1. Akil Mochtar (Ketua MK)

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terlibat kasus suap di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten. Dia diamankan dari rumah dinas pada Rabu, 2 Oktober 2013.

Akil dinilai terbukti menerima uang lebih dari Rp 57 miliar dan US$ 500 ribu selama menjadi hakim konstitusi. Akibat perbuatannya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Akil pada 30 Maret 2014, setelah vonis itu dikuatkan di tingkat banding dan kasasi.

Akil MochtarMantan Ketua MK, Akil Mochtar menampar wartawan saat ditanya mengenai wacana yang ia gulirkan soal pemotongan jari pada koruptor. (Foto: YouTube/Jakarta Globe Video)

2. Patrialis Akbar (Hakim Konstitusi)

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar divonis Pengadilan Tipikor Jakarta delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Patrialis terbukti bersalah, karena menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. 

Dia dan salah seorang teman dekatnya Kamaludin menerima suap sebanyak USD 50.000 dan Rp 4 juta. Pun dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar dari Basuki.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Divonis Delapan Tahun PenjaraPatrialis Akbar. (Foto: Ant/Sigid Kurniawan)

3. Urip Tri Gunawan (Jaksa Kejaksaan Agung)

Jaksa Kejaksaan Agung sekaligus terdakwa penyuapan dan pemerasan Urip Tri Gunawan divonis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman 20 tahun penjara pada 4 September 2008.

Urip terbukti menerima uang Rp 6 miliar terkait  penyelidikan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Berita Jaksa UripJaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan.  (Foto: Antara)

4. Djoko Susilo (Kakorlantas Polri)

Kepala Korps Lalu Lintas Polri  Irjen Djoko Susilo terbukti bersalah dalam proyek pengadaan simulator uji kemudi (SIM) kendaraan roda dua dan roda empat, tahun anggaran 2011 senilai Rp 196 miliar di Korlantas.

Djoko dijerat dengan pasal pencucian uang dengan berupaya menyembunyikan harta hasil korupsi. Akibat perbuatannya, jenderal bintang 2 tersebut juga terancam kehilangan hak politiknya, dan seluruh hartanya disita.

Djoko SusiloDjoko Susilo terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang selama menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri. (Foto: Antara)

5. Sudiwardono (Ketua PT Sulut)

Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara ini terkena OTT saat menerima sejumlah uang dari anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Aditya Moha senilai 110 ribu dolar Singapura.

Suap yang diterima Sudiwardono berkaitan dengan putusan perkara Bupati Bolaang Mongondow, Marlina Moha Siahaan yang merupakan ibu kandung Aditya Moha.

Sudiwardono terbukti melanggar pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, Aditya Moha akhirnya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

SudiwardonoKetua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. (Foto: Ant/Rosa Panggabean).

6. Rudi Indra Prasetya (Kajari Pamekasan)

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan Rudi Indra Prasetya divonis pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 2 bulan kurungan. Rudi terbukti menerima suap dari pejabat Pemerintah Kabupaten Pamekasan sebesar Rp 250 juta.

Suap itu digunakan untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejari dalam perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur yang digunakan dari dana desa senilai Rp 100 juta. 

Untitled-1-kajari-pamekasan-Rudi-Indra-Prasetya-foto-sasi-1Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya usai diperiksa penyidik KPK, Rabu (8/9) sore. (Foto: Rizkia Sasi)

7. Parlin Purba (KS III Kejati Bengkulu)

Kepala Seksi III Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Parlin Purba dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu.

Parlin terbukti menerima suap pengamanan publaket proyek penanganan perkara Pulbaket dalam proyek jaringan imigrasi primer dan sekunder kiri daerah irigasi air Manjunto

Hakim memberatkan Parlin karena menerima suap dari Direktur PT. Mukomuko Putra Selatan, Murni Suhardi dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Amin Anwari.

Berita ott-bengkulu-1Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, Murni Suhardi mengenakan baju tahanan KPK seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (10/6). KPK menahan tiga tersangka kasus suap yang terjaring OTT di Bengkulu yakni Kepala Seksi Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Kementerian PUPR Amin Anwari, Kasi III Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba dan Murni Suhardi serta mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 10 juta dari tangan tersangka. (Foto: Ant/Hafidz Mubarak A)

Berita terkait
Jokowi: KPK Lembaga Terkuat Pemberantasan Korupsi
Jokowi menanggapi polemik revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia tak pernah meragukan kekuatan KPK.
SP3 Bikin KPK Hati-hati Tangani Korupsi Aktor Besar
Wacana KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) disebut tidak perlu.
Revisi UU KPK Bukan Sangkakala Menuju Kiamat
Mengapa perubahan tata kelola KPK harus dianggap seperti bunyi terompet sangkakala menuju kiamat. Lebay ah. Tulisan opini Putut Trihusodo