Situs Sisingamangaraja di Humbahas Sebagai Cagar Budaya

Puluhan warisan cagar budaya tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Humbahas. Pada umumnya merupakan warisan Raja Sisingamangaraja I-XII.
Markas Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII. (Foto: Tagar/Istimewa)

Humbahas - Pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, dikonsolidasikan, sebagai upaya mengharmonisasi program pemerintah pusat untuk sektor pariwisata di kawasan Danau Toba berbasis budaya.

Ini diutarakan Plt Dinas Pariwisata Humbahas, Resva Panjaitan kepada Tagar, awal Oktober 2019. Menurut Resva, terhadap cagar budaya, perlu dilakukan penataan dan pengelolaan untuk diwarisakan dari generasi ke generasi. 

Sebut saja, keberadaan Istana Raja Sisingamangaraja, Tombak Sulu-Sulu, Tombak Hatuaan, Aek Sipangolu, Markas Pertahanan Raja Sisingamangaraja XII, Lokasi Wafat Raja Sisingamangaraja XII dan situs-situs Sisingamangaraja lainnya, serta situs perkampungan-perkampungan tua, kearifan lokal, sarkofagus dan lainnya.

Kegiatan konsolidasi pengelolaan cagar budaya dilaksanakan sebagai sarana untuk mendapatkan kesepakatan dan kerja sama dalam hal pelestarian dan pengelolaan benda-benda cagar budaya.

"Kami berharap, kegiatan ini menghasilkan kerja sama yang baik antara Pemerintah Kabupaten Humbahas dengan masyarakat dalam hal pengelolaan benda-benda cagar budaya yang ada di Humbahas," katanya.

Kepala Bidang Kebudayaan, Nelson Lumbantoruan mengatakan, konsolidasi pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Humbahas merupakan salah satu agenda dan program kerja Dinas Pariwisata tahun 2019.

Kegiatan dengan melibatkan ahli waris cagar budaya, masyarakat di sekitar cagar budaya, kepala desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa dan komunitas budaya.

Berdasarkan pendataan yang dilakukan, terdapat puluhan warisan cagar budaya yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Humbahas. Pada umumnya cagar budaya tersebut merupakan warisan Raja Sisingamangaraja I-XII.

"Atas dasar itu kemudian, Kabupaten Humbahas layak menyandang predikat sebagai destinasi wisata budaya," katanya.

Lokasi Wafatnya Raga Sisingmangaraja XII.Lokasi Wafatnya Raga Sisingmangaraja XII. (Foto: Tagar/Istimewa)

Pelaksanaan konsolidasi direspons dengan baik oleh masyarakat pemilik atau ahli waris cagar budaya. Karena memang kegiatan pada prinsipnya untuk membangun kerja sama antara Pemkab Humbahas dengan masyarakat.

Jika dikelola dengan baik, akan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara

"Hasilnya, masyarakat menerima dengan baik," sebutnya.

Kesepakatan bahwa cagar budaya sebagai destinasi pariwisata Kabupaten Humbahas agar dikelola dengan baik, berdampak terhadap kunjungan pariwisata.

"Jika dikelola dengan baik, akan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri," kata pria yang juga seorang pegiat pustaka Batak itu.

Kegiatan konsolidasi meliputi pengeloaan cagar budaya Tombak Sulu-sulu dan Tombak, pengelolaan cagar budaya Aek Sipultak Hoda di Desa Tipang, pengelolaan cagar budaya Markas Pertahanan Raja Sisingamangaraja XII dan Lokasi Wafat Raja Sisingamangaraja XII Hatuaan di Desa Marbun Tonga Marbun Dolok.

Dalam kegiatan konsolidasi dihadirkan para narasumber, seperti Bambang Sakti Wiku Atmojo selaku Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh atau Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, wilayah kerja Sumatera dan Aceh.

Unggul Sitanggang selaku Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara dan Manguji Nababan, ahli cagar budaya dan Kepala Pusat Dokumentasi Pengkajian Budaya Batak, Universitas HKBP Nommensen Medan.

Nelson lalu merinci deskripsi cagar budaya yang dikonsolidasikan itu, yakni:

Tombak Sulu-Sulu

Tombak Sulu-Sulu berada di Desa Marbun Tonga Marbun Dolok, Kecamatan Baktiraja, sekitar 15 Km dari Kota Doloksanggul, dengan luas sekitar 1 hektare.

Tombak Sulu-SuluTombak Sulu-Sulu. (Foto: Tagar/Istimewa)

Berada pada titik koordinat N 2.308166, E 98.806107. Batas sebelah timur lokasi ini adalah Sungai Aek Silang, sebelah barat lahan persawahan, sebelah selatan jalan raya, sebelah utara dengan lahan persawahan. Kawasan ini ditumbuhi pepohonan lebat dan batuan-batuan besar berumur tua.

Masyarakat sekitar menyebut bahwa pohon yang ada di sana bernama Pohon Sanghamadeha, yakni pohon sakral yang sangat jarang dijumpai. Menurut para ahli geologi, batu-batuan yang terdapat di sana sudah berumur ratusan juta tahun dan merupakan batuan dasar Supervolcano Toba yang sudah sangat langka didapat. Di sana terdapat sebuah shelter (pintu masuk) untuk tempat beristirahat dan memandang panorama alam.

Shelter ini juga berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu sekaligus untuk memberikan arahan dan gambaran mengenai lokasi Tombak Sulu-Sulu oleh pemandu atau petugas.

Sebelum memasuki lokasi ini, pemandu menyarankan agar pengunjung untuk melepas alas kaki dan tetap menjaga tata krama karena lokasi ini diyakini sangat sakral.

Diperkirakan usia dari Tombak Sulu-Sulu ini sekitar 500 tahun. Lokasi ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Humbahas dan lokasi ini adalah milik warga sekitar.

Tombak Sulu-Sulu diyakini sebagai tempat kelahiran Raja Sisingamangaraja I. Di tempat inilah istri Raja Bona Ni Onan Sinambela yaitu boru Pasaribu, menerima wahyu dari Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Kuasa) bahwa dia akan melahirkan seorang anak yang sakti dan kelak akan menjadi Raja.

Ketika anak itu lahir, bumi bergetar sehingga diberi nama Raja Manghuntal. Raja Manghuntal kemudian dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja I.

Tombak Hatuaan

Tombak Hatuaan berada di Desa Marbun Tonga Marbun Dolok, Kecamatan Baktiraja, sekitar 16 Km dari Kota Doloksanggul dengan luas sekitar 1 hektare. Berada pada titik koordinat N 2.313975, E 98.806991.

Tombak HatuaanTombak Hatuaan. (Foto: Tagar/Istimewa)

Lokasi ini ditumbuhi pepohonan lebat yang sudah berumur sangat tua dan terdapat Mual Lumbanbatu (Mata Air Lumbanbatu). Lokasi ini masih jarang dikunjungi masyarakat karena dianggap sangat sakral.

Terdapat bangunan berupa akses utama untuk memasuki lokasi ini. Di sebelah timur, lokasi ini berbatasan dengan hutan, sebelah barat dengan hutan, sebelah selatan dengan pegunungan dan sebelah utara dengan jalan dan pemukiman warga. Lokasi ini adalah milik warga sekitar, khususnya marga Lumbanbatu.

Lokasi ini dikelola oleh Pemkab Humbahas dengan latar sejarah cagar budaya. Tombak Hatuaan adalah lokasi yang dulunya digunakan Raja Sisingamangaraja dan Raja-Raja Bius untuk berdoa kepada Mula Jadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Kuasa).

Doa bersama di tempat ini dilakukan terutama bila terjadi kemarau panjang serta untuk ritual Batu Siungkap-Ungkapon di lokasi Istana Raja Sisingamangaraja.

Masyarakat di sekitar Tombak Hatuaan sangat menghormati lokasi tersebut sehingga tidak pernah mengganggu kelestarian alamnya hingga sekarang.

Aek Sipultak Hoda

Aek Sipultak Hoda adalah sebuah air terjun yang terletak di Desa Tipang, Kecamatan Baktiraja. Air terjun bertingkat tiga tersebut bersumber dari hulu sungai pada dataran tinggi Pollung.

Aek Sipultak HodaAek Sipultak Hoda. (Foto: Tagar/Istimewa)

Air Terjun Sipultak Hoda kemudian membagi dua sungai yaitu Sungai Aek Toba dan Sungai Aek Dolok. Sungai Aek Toba mengaliri persawahan di bagian hilir hingga airnya jatuh ke Danau Toba, sedangkan Sungai Aek Dolok mengaliri persawahan di bagian hulu hingga airnya jatuh ke Danau Toba. Berada pada titik koordinat N 2.355798, E 98.805897.

Air Terjun Sipultak Hoda berjarak sekitar 600 meter dari jalan raya Bakara-Tipang dan sekitar 20 Km dari Kota Doloksanggul. Air Terjun Sipultak Hoda, sebelah utara berbatasan dengan perladangan Tipang, sebelah selatan berbatas dengan lereng bukit Pollung, sebelah timur berbatas dengan Sungai Aek Toba dan sebelah barat berbatasan dengan bagian lereng bukit Pollung.

Aek Sipultak Hoda memiliki nilai sejarah bagi masyarakat Desa Tipang, karena menurut para tetua, Aek Sipultak Hoda merupakan pemberian dari dari Raja Lontung kepada putrinya Si Amak Pandan Nauli yang kawin kepada Raja Sumba. Air terjun tersebut diberikan dengan harapan agar dapat dipergunakan oleh sebagai jalan kehidupan.

Raja Sumba dan Si Amak Pandan Nauli kemudian memperanakkan Simamora dan Sihombing. Simamora memperanakkan Puba, Manalu, Debata Raja, sedangkan Sihombing memperanakkan Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit.

Pemerintah Republik Indonesia Indonesia menetapkan Raja Sisingamangaraja XII sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya menentang penjajahan

Menurut para tetua Desa Tipang, sistem pengaturan irigasi persawahan di Desa Tipang diperkirakan telah berlangsung sejak 200 tahun yang lalu. Sistem pengelolaan irigasi ini dilakukan secara Marsirimpa (gotong-royong) dengan aturan-aturan dan sanksi yang ketat.

Sistem ini pertama sekali dimulai oleh kelompok Sihali Aek Toba dengan jumlah pekerja sebanyak 60 kepala keluarga. Mereka merupakan perwakilan dari tujuh marga yaitu Purba, Manalu, Debataraja, Silaban, Lumbantoruan, Nababan, Hutasoit ditambah dua orang sebagai parhara (pengundang).

Kelompok Sihali Aek Toba mengelola tali air yang disebut dengan Talian Panaharan. Talian Panaharan panjangnya 2.500 meter, lebar satu meter dan tinggi satu hingga tiga meter.

Talian Panaharan dimulai dari Aek Sipultak Hoda hingga pinggiran Danau Toba. Talian Panaharan mampu mengairi sebanyak 60 persen persawahan yang ada di Desa Tipang.

Markas Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII

Markas Raja Sisingamangaraja XII terdapat di Pearaja, Desa Sion Sibulbulon, Kecamatan Parlilitan dan berada pada titik N 2.350517 E 98.449122, sekitar 55 Km dari Kota Doloksanggul.

Markas Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.Markas Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII. (Foto: Tagar/Istimewa)

Markas ini berukuran 40 meter x 50 meter dan dikelilingi tembok batu. Di sebelah timur berbatasan dengan jalan, sebelah barat dengan perkebunan warga, sebelah selatan dengan jalan dan sebelah utara dengan lokasi sekolah.

Di dalamnya terdapat sebuah monumen, dua buah rumah adat Batak, empat buah pos penjagaan, kamar mandi, ruang pertemuan, peta lokasi pertempuran, gazebo, dan sebuah sumur tua bernama Pea Aek Tugal.

Pada bagian depan terdapat gapura dan gerbang pintu masuk. Usia dari markas ini diperkirakan 133 tahun. Lahan lokasi markas ini adalah milik masyarakat sekitar dan dikelola oleh Pemkab Humbahas.

Raja Sisingamangaraja XII bersama pasukannya membangun markas pertahanan di Pearaja, Desa Sion Sibulbulon, Kecamatan Parlilitan pada tahun 1885. Di lokasi ini, Raja Sisingamangaraja XII merancang strategi perang gerilya. Setelah beliau gugur pada tahun 1907, pasukan Belanda membakar markas ini.

Pada tahun 1957, markas ini dibangun kembali secara swadaya oleh G Sinambela. Konon di markas inilah tersimpan barang-barang. Di lokasi Markas Raja Sisingamangaraja XII di Pearaja, terdapat sebuah mata air yang diberi nama Pea Aek Tugal.

Pea Aek Tugal adalah sumur yang diciptakan oleh Raja Sisingamangaraja XII. Sumur ini berbentuk empat persegi dengan panjang empat meter dan lebar 3,5 meter. Di sekitar sumur ini terdapat tempat duduk, cawan dan prasasti.

Lokasi Wafatnya Sisingamangaraja XII

Lokasi Wafat Raja Sisingamangaraja XII berada di Sindias, Desa Sion Sibulbulon, Kecamatan Parlilitan, sekitar 55 Km dari Kota Doloksanggul dengan ukuran sekitar 80 meter x 60 meter. Berada pada titik koordinat N 2.411257, E 98.435304.

Lokasi Wafatnya Sisingmangaraja XIILokasi Wafatnya Sisingmangaraja XII. (Foto: Tagar/Istimewa)

Di lokasi ini terdapat dua makam yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai makam Raja Sisingamangaraja XII dan makam boru Lopian, Putri Raja Sisingamangaraja XII.

Makam Raja Sisingamangaraja XII yang terdapat di sebelah kanan lokasi, berbentuk empat persegi dengan ukuran 1,5 meter x 3 meter dan dilindungi dengan bangunan berbentuk rumah adat Batak yang beratapkan ijuk.

Makam boru Lopian yang terdapat di sebelah kiri lokasi berbentuk empat persegi dengan ukuran 1,5 meter x 3 meter. Makam ini juga dilindungi bangunan berbentuk rumah adat Batak.

Seperti kita ketahui, Makam Raja Sisingamangaraja XII terdapat di Soposurung, Kabupaten Toba Samosir. Namun masyarakat Parlilitan juga menyakini bahwa makam yang ada di lokasi ini adalah Makam Raja Sisingamangaraja XII.

Walaupun lokasinya cukup jauh dari Kota Doloksanggul, namun banyak yang berkunjung ke lokasi ini. Di sekitaran lokasi ini terdapat berbagai pohon lebat yang sudah berumur tua.

Terdapat juga neon box yang menceritakan tentang lokasi ini. Lahan lokasi Wafat Raja Sisingamangaraja XII adalah milik warga sekitar dan dikelola oleh Pemkab Humbahas.

Pada 17 Juni 1907, Raja Sisingamangaraja XII beserta keluarga dan para pasukannya dikepung pasukan Belanda yang dipimpin oleh Christoffel.

Dalam pengepungan tersebut, boru Lopian tertembak oleh Belanda. Raja Sisingamangaraja XII memeluk putri kesayangannya itu dan tidak dapat dihindari, darah pun mengenai tubuhnya (sesuatu yang dipantangkannya) sehingga kesaktiannya hilang.

Pasukan Belanda terus mengepung Raja Sisingamangaraja XII dan salah seorang pasukan Belanda bernama Hamisi menembak tubuh Raja Sisingamangaraja XII. Raja Sisingamangaraja XII akhirnya gugur bersama putra-putrinya yaitu, Patuan Nagari, Patuan Anggi, Putri Lopian. Turut juga tewas beberapa panglima Raja Sisingamangaraja XII yang berasal dari Aceh dan Batak.

"Pemerintah Republik Indonesia Indonesia menetapkan Raja Sisingamangaraja XII sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya menentang penjajahan di Tanah Air," ungkap Nelson.[]


Berita terkait
Bakkara, Kampung Sisingamangaraja Etalase Geopark Toba
Lembah Bakkara di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatra Utara, berada di sebelah barat Danau Toba.
Islam dan Parmalim, Bukan Agama Sisingamangaraja
Pengaruh Islam dan Hindu ada dalam doa-doa Sisingamangaraja. Namun Sisingamangaraja bukan penganut Islam, Hindu, dan Parmalim.
Peringatan 112 Tahun Gugurnya Sisingamangaraja XII
Gugurnya Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII diperingati warga Kabupaten Tobasa Senin 17 Juni 2019