Denpasar - Pengadilan Negeri (PN) Denpasar kembali menggelar sidang dugaan pencemaran nama baik menyeret nama pentolan bank Superman is Dead (SID), I Gede Ari Astina alias Jerinx terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kamis, 22 Oktober 2020. Sidang kali ini, mendengarkan keterangan saksi ahli bahasa dari Universitas Udayana, Bali, Ketut Jiwa Atmaja.
Dalam keterangannya, Ketut Jiwa mengatakan bahwa untuk memahami bahasa, harus sampai kepada dimensi komponen mental yang menganalisis bagaimana maksud dari diksi digunakan penulis. Begitupun untuk memahami diksi dipakai Jerinx dalam membuat unggahan di Instagram pribadinya.
Maknanya kan baik, hanya diksinya berbeda dari orang biasa
"Kata saya tidak akan berhenti menyerang sampai ada penjelasan tentang ini itu tidak punya kekuatan punya menyerang. Kata menyerang maksudnya tidak akan berhenti bertanya hingga pertanyaannya dijawab," kata Ketut Jiwa.
Sementara terkait kata kacung digunakan Jerinx dalam unggahannya di media sosial punya konotasi buruk jika berdasarkan kamus. Meski demikian, kata kacung juga perlu melihat tujuan penulis menggunakan kata tersebut.
Baca juga:
- Sidang 'IDI Kacung WHO', Tiga Saksi Meringankan Jerinx
- Lemahkan Semangat Dokter, Alasan IDI Bali Laporkan Jerinx
- Alasan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar Tolak Eksepsi Jerinx
"Maknanya kan baik, hanya diksinya berbeda dari orang biasa," kata dia.
Selain itu, lanjutnya, penulis sengaja menggunakan pilihan kata khusus dengan harapan kata itu punya tenaga untuk menarik perhatian umum.
"Sehingga ada konspirasi busuk, kacung atau saya tidak akan berhenti menyerang," kata dia.
Sementara terkait keterangan saksi ahli bahasa pada sidang sebelumnya, Ketut Jiwa mengaku mengaku saat itu ahli hanya berkutat dalam bentuk kata saja, tidak sampai pada tujuan penulis menggunakan diksi kacung.
"Itu (komponen mental) harus dihargai statusnya, paling tidak sampai pada apakah bermaksud buruk atau tidak," tuturnya.
Untuk memahami bahasa, menurutnya harus sampai kepada dimensi komponen mental yang menganalisis bagaimana maksud dari pengguna bahasa.
"Perkara bahasa itu tidak bisa dibentuk leksikal (arti berdasarkan kamus) saja, karena bahasa terdiri dari dua bentuk aksutik dan komponen mental," tuturnya.
Menurut penuturannya, setiap upaya pengkajian bahasa harus ke komponen mental, apakah Jerinx punya niat untuk melakukan kebencian atau tidak.
"Maka kita harus lihat posisi Jerinx sebagai penyair dan penulis lirik, yang punya ragam diksi khusus yang berbeda dengan yang lain," kata dia.
Sekadar diketaui, dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jerinx Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
JPU juga memberikan dakwaan alternatif atau kedua. Perbuatan Jerinx sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.[]