Sekjen AMAN Tagih Pengesahan RUU Masyarakat Adat

Pembahasan RUU Masyarakat Adat sudah lama terkatung-katung, padahal RUU Masyarakat sudah diajukan sejak 2013.
Sekjend Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi. (Foto: Tagar/Moh Badar)

Malang – Keseriusan pemerintah melakukan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat terus ditagih Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Karena, sampai saat ini atau terhitung sejak 2013 belum juga ada tanda-tanda selesainya pembahasan RUU tersebut.

Padahal, melihat kondisi masyarakat adat sekarang terancam keberadaanya. Artinya, dengan melihat sering terjadinya kisruh atau sengketa antara pemerintah atau pengusaha dengan masyarakat adat. Sehingga, sangat dibutuhkan sebuah undang-undang atau peraturan khusus yang mengatur tentang hal tersebut.

UU ini bisa menjembatani dan mensinkronisasikan berbagai UU atau aturan pemerintah yang ada saat ini terkait masyarakat adat.

Disisi lain, adanya UU Masyarakat Adat ini bisa menjadi jawaban atau omnibus law dari beberapa UU yang mengatur masyarakat adat sebelumnya. Karena, beberapa UU tersebut diketahui tidak sesuai dengan keadan di lapangan.

”UU ini bisa menjembatani dan mensinkronisasikan berbagai UU atau aturan pemerintah yang ada saat ini terkait masyarakat adat,” ungkap Sekretaris Jendral (Sekjend) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi, saat ditemui di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jumat 29 November 2019.

Selama ini disebutkannya memang sudah ada beberapa UU yang mengatur masyarakat adat. Namun, beberapa UU tersebut dikatakan, Rukka justru tidak terkait sama sekali dengan masyarakat adat.

Rukka mengaku, beberapa UU tersebut hanya menyebabkan saling berkonflik. Karena pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia tidak pernah saling berkomunikasi.

”Nah, ditengah-tengah kekisruhan dan kesemrawutan berbagai UU dan peraturan yang mengatur masyarakat adat ini. Makanya, tawarannya adalah UU Masyarakat Adat,” tutur wanita kelahiran Toraja, Sulawesi Selatan. Karena itulah, dia menentut pemerintah agar segera melanjutkan pembahasan RUU Masyarakat Adat.

Memang, sebelumnya dia pernah diinformasikan bahwa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Masyarakat Adat sudah selesai. Akan tetapi, setelah ditanyakan keberadaannya dari dulu hinnga sekarang tidak pernah ada kejelasannya.

”DIM belum ada. Justru yang terjadi, DIM-nya tidak kelihatan ada dimana sekarang. Ketika ditanya mana barangnya, mereka tidak bisa menunjukkan,” ungkap wanita yang menggantikan posisi Abdon Nababan sebagai Sekjen AMAN periode 2012 – 2017 itu.

”Mengapa kita menanyakan?. Karena ke AMAN tidak sama sekali terbuka dan kita justru tidak ikut prosesya. Padahal kita mau memastikan supaya UU-nya ini betul-betul UU yang sesuai dengan cita-cita luhur pendirian bangsa ini,” imbuhnya.

DIM sendiri merupakan hasil evaluasi dari pemerintah yang sangat dibutuhkan untuk melanjutkan proses pembahasan RUU Masyarakat Adat di DPR-RI. Dan pembuatannya merupakan perintah dari Presiden Jokowi melalui surat presiden (Surpres) pada 18 April 2018. 

Dalam surat tersebut, Presiden meminta kepada enam mentri yang mengurus RUU Masyarakat Adat untuk membahasnya. 

Diceritakan Rukka, pihaknya memang pernah satukali di undang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Hotel Ciputra untuk membahas RUU Masyarakat Aadat. Setelah itu, dirinya tidak pernah lagi mengetahui prosesnya bagaimana. Sehingga wajar hal tersebut menjadi pertanyaan dirinya dan publik.

”Kita tidak pernah tahu DIM-nya itu di mana. Betulkah DIM-nya itu ada?. Jangan-jangan DIM hanya mitos,” ujarnya.

Padahal, secara aturan menurutnya yaitu sejak Ketua DPR melayangkan surat kepada Presiden Jokowi. Paling tidak, DIM tersebut harus diserahkan kembali kepada DPR dalam kurun waktu 60 hari sejak itu.

Sehinnga ketiak melihat isi draft RUU tersebut saat ini dirinya merasa kecewa. Karena sudah adanya banyak perubahan dan berbeda dengan RUU Masyarakat Adat yang sebelumnya sudah diajukannya di tahun 2013. Bahkan, saat itu digunakan usulan PDIP.

Termasuk di tahun 2017. Rukka mengatakan ketika itu RUU Masyarakat Adat masuk menjadi usulan Nasdem tahun 2017-2018. Dan judulnya masih mengatakan UU Masyarakat Adat. Tapi, kemudian dengan berbagai definisi-definisi didalamnya dan berbagai elemen yang didalam masih lengkap dan sesuai harapan.

”Tapi, begitu masuk di Baleg dan menjadi inisiatif DPR. Judulnya berubah dan kemudian ada hal-hal aneh lagi dimasukin disitu. Tulisannya dievaluasi. Artinya, pemerintah bisa mencabut status masyarakat adat. Itu kan aneh,” terangnya.

Dia menyampaikan hal tersebut jauh bertentangan dengan semangat pengakuan Masyarakat Adat oleh negara. Jadi, draft sekarang yang ada di DPR itu menurutnya bermasalah atau bahkan bisa dikatakan cacat keberadaannya.

Dengan begitu, bukan malah memenuhi dan melindungi masyarakat adat. Dikatakannya bahwa pemerintah justru akan menjauhkan masyarakat adat dari cita-citanya untuk menjadi bagian dari Indonesia secara utuh dan bisa berkontribusi terhadap Indonesia.

”Iya cacat. Jadi dia (RUU Masayarakat Adat) akan sangat bermasalah (jika nanti langsung disahkan),” tegasnya.

Makanya, draf yang sekarang ini harus di cek kembali. Apakah memang tetap harus di revisi atau tidak. Apakah sesuai dengan konstitusi. Karena, kalau tidak sesuai dengan konstitusi. Artinya harus dilakukan uji material lagi.

”Ini kan capek. Tapi, kalau memang begitu. Ini semakin menunjukkan kualitas DPR kita sebenarnya (jelek). Ada ratusan, puluhan UU yang kemudian harus di judicial review (pengujian yudisial),” ungkapnya.

Karenanya, hingga saat ini pihaknya akan terus melakukan komunikasi dengan fraksi-fraksi DPR RI dan kementrian-kementrian untuk segera melanjutkan prosesnya. Karena, draft RUU Masyarakat Adat yang baru ini bisa dilanjutkan pembahasannya dan tidak perlu memulai dari nol (awal) lagi.

Seperti diketahui, RUU Masyarakat Hukum Adat pertama kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) DPR RI pada 2013. Saat itu DPR membentuk Pansus RUU Masyarakat Hukum Adat dengan ketua pansus Himmatul Aliyah. Dan sampai sekarang masih belum ada kejelasan dari pemerintah. []

Baca juga:

Berita terkait
Akun Medsos Fitnah Pedangdut Nella Kharisma Dihapus
Polda Jawa Timur kesusahan menelusuri akun medsos yang dilaporkan Nella Kharisma karena sudah dihapus.
Pelaksanaan MTQ di Pamekasan Terkendala Penginapan
Jumlah peserta MTQ yang mencapai ribuan, sementara tempat penginapan seperti hotel di Pamekasan amat begitu terbatas.
Polrestabes Surabaya Ungkap Praktik Calo SIM Palsu
Polrestabes Surabaya mengamankan sejumlah barang bukti, tujuh lembar tanda bukti SIM sementara, lima flashdisk, dan empat lembar STNK palsu.
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja