Semarang – Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Yos Johan Utama mengungkap adanya postingan Prof Suteki yang diduga pro-khilafah. Postingan tersebut menjadi salah satu faktor Yos Johan mencopot sejumlah jabatan Suteki di Undip.
“Pencopotan ini tidak hanya terkait dengan kedatangan penggugat di Mahkamah Konstitusi. Tapi juga postingan yang viral,” kata Yos dalam sidang yang digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah, Rabu 13 November 2019.
Sidang mengagendakan keterangan saksi ahli yang dihadirkan penggugat atau Suteki. Saksi ahlinya, Hadin Muhjad, dosen fakultas hukum dari Univeritas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Dalam sidang, salah satu postingan pro-khilafah Suteki terungkap menyebut tentang Negara Khilafah Rosyidah Indonesia. Kepada Hadin, Yos Johan bertanya soal skala dampak dari postingan tersebut. Terlebih unggahan Suteki viral di Youtube dan Facebook.
“Kandungan isinya, dalilnya ora (tidak) guyonan (bercanda). Apakah dampaknya hanya lokal dan nasional?,” tanya Yos, selaku pihak tergugat.
Bagi Yos, pertanyaan itu penting. Sebab saksi dianggap sering mengatakan sesuatu berdasar perkiraan, dengan perkataan saya kira.
“Maaf, Anda saksi ahli. Jangan bilang penilaian saya, saya kira tapi Anda menerangkan. Jika PNS dilarang melanggar undang-undang, apa saya tidak boleh menjalankan Surat Edaran Kemenpan RB No137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi Melalui Media Sosial oleh Aparatur Sipil Negara?,” kata dia.
Dicecar dengan pertanyaan yang menukik, Hadin Muhjad berujar tidak pernah mengomentari terkait dampak postingan itu bagi Undip maupun masyarakat umum. "Saya tadi tidak berkomentar,“ jawabnya.
Karena kalau kalah jadi abu, menang jadi arang.
Mentok dengan dialog dua pihak, majelis hakim yang dipimpin Sofyan Iskandar lantas meminta bukti-bukti postingan dari penasehat hukum tergugat. Turut menyaksikan saksi ahli dan pengacara dari pihak penggugat.
Sebelumnya, Suteki menyoal soal imbas dari postingannya tersebut. Apakah bisa dikategorikan skala nasional sehingga membuat gaduh dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Suteki kemudian membandingkan postingannya dengan kejadian Sukmawati ketika mengunggah jilbab dan konde. “Saat itu postingan Sukmawati yang jadi viral dan jadi pertentangan di masyarakat. Kalau postingan saya, di Undip tidak ada apa-apa, saya tanya BEM juga tidak ada permasalahan,” kata dia.
Selain postingan di media sosial, saksi ahli juga dimintai pendapat seputar pembebastugasan Suteki dari jabatannya. Semula, mengacu Peraturan Pemerintah 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Hadin menjawab langkah tersebut bagian dari pemberian sanksi.
Namun setelah diminta untuk membaca regulasi lebih teliti, akhirnya diubah.“Ini tidak sanksi. Saya tidak menyimpulkan, biar hakim yang menilai,” ucapnya. Jawaban tersebut membuat penasehat hukum tergugat dan sejumlah pengunjung sidang tertawa.
Upaya Damai
Suteki dibebastugaskan dari Kepala Program Studi Magister Hukum Undip dan Ketua Senat Fakultas Hukum Undip karena diduga pro-khilafah. Persoalan ini pernah coba didamaikan oleh penasehat hukum penggugat, Wahyu Drajat Priyo. Itu terjadi pada 10 Januari 2019 di Kantor Rektor Undip.
Wahyu Drajat Priyo merupakan alumni dari Undip sehingga berinisiatif tidak memperkeruh masalah di almamaternya. Dalam sidang di PTUN, Wahyu Drajat didatangkan sebagai saksi fakta oleh penggugat. Ia mengatakan upaya mendamaikan itu atas inisiatifnya.
“Karena kalau kalah jadi abu, menang jadi arang,” kata dia.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan, Rabu, 20 November 2019. Agendanya mendengarkan keterangan saksi yang akan dihadirkan oleh pihak tergugat atau Prof Yos Johan Utama. Saksi yang akan dihadirkan, di antaranya Dekan Fakultas Hukum Undip Retno Saraswati. []
Baca juga:
- Rektor Undip Tak Punya Kewenangan Memecat Prof Suteki
- GP Ansor Dampingi Rektor Undip Hadapi Gugatan Suteki
- Bantah Simpatisan HTI, Suteki Ajak Rektor Undip Damai