Semarang - Guru besar hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Suteki menilai pencopotan dirinya dari Ketua Program Studi Magister Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum Undip dinilai cacat formil.
Hal itu disampaikan oleh tim kuasa hukum Prof Suteki, dalam agenda pembacaan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Rabu 18 September 2019.
Ketua tim kuasa hukum Prof Suteki, Achmad Arifullah menyampaikan, faktanya, penggugat tidak pernah diperiksa oleh pejabat yang berwenang menghukum, sejak diberhentikan sementara, mulai 6 Juni 2018 sampai dengan dikeluarkannya objek sengketa pada 28 November 2018.
"Sesuai ketentuan Pasal 31 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum," kata Achmad.
Yang berwenang menghukum adalah Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi
Achmad mengungkapkan, tergugat (Rektor Undip) bukanlah pejabat yang bewenang menghukum penggugat, karena jabatan fungsional penggugat adalah guru besar, berpangkat pembina utama madya IV D pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
"Yang berwenang menghukum adalah Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi," tandasnya.
Menurut Achmad, penerbitan objek sengketa adalah cacat formil, karena penggugat tidak pernah dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung, dalam hal ini Dekan Fakultas Hukum Undip selaku atasan penggugat. Sebagaimana diatur Pasal 23 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Selain itu, faktanya, penggugat tidak pernah melalui tahapan pemeriksaan oleh atasan langsung, sesuai Pasal 24 Ayat (1) dan tidak ada tim pemeriksa tingkat fakultas, sebagaimana diatur Pasal 25.
"Dalam penundaan pelaksanaan objek sengketa, kami berharap majelis hakim mengabulkan permohonan penundaan Keputusan Rektor Undip nomor: 586/UN7.P.KP/2018 tentang Pemberhentian dari jabatan Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum tanggal 28 November 2018. Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan batal atau tidak sah, keputusan yang menjadi objek sengketa," kata pengacara penggugat lainnya, Brojol Heri Astono.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Seharusnya, pada hari itu dari pihak tergugat yang diketuai John Richard Latuihamallo, memberikan jawaban atas gugatan saat itu juga. Karena alasan belum siap, akhirnya sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sofyan Iskandar, ditunda pekan depan.
Pencopotan Prof Suteki tersebut terkait kehadirannya dalam sidang di Mahkamah Konstitusi pada Senin 2 Oktober 2017 yang diklaim selaku pribadi untuk memberikan keterangan sebagai saksi ahli dari pemohon.
Selain itu, penggugat juga mengakui hadir di sidang di PTUN Jakarta pada Kamis 1 Februari 2018 menjadi saksi ahli dari gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Atas tindakannya tersebut, penggugat dianggap berseberangan dengan pemerintah dan dinilai tidak loyal dengan pemerintah, karena sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), seharusnya tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri. []