Refly Harun Tidak Setuju Pengaktifan Darurat Sipil

Pengamat hukum tata negara Refly Harun tidak setuju kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pengaktifan darurat sipil saat corona.
Refly Harun (Foto: Ist)

Jakarta - Wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disertai pengaktifan darurat sipil terkait penanganan virus corona (Covid-19) menuai kritikan. Pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai, keputusan tersebut hanya memberi kewenangan pemerintah dengan mengabaikan hak-hak sipil.

"Tidak tepat. Jaka sembung naik ojek. Ga nyambung jek. Intinya adalah dalam konteks ini pemerintah mau enaknya saja menurut saya," ujar pria yang pernah menjabat Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Hukum Universitas Gajah Mada periode 1991-1992 ini kepada Tagar, Selasa, 31 Maret 2020.

Refly berpandangan, darurat sipil bertujuan mengembalikan tertib sosial, yang erat kaitannya dengan gangguan keamanan negara. "Misalnya ada kerusuhan, lumpuhnya pemerintahan, dan lain sebagainya," ucapnya.

Baca juga: Putus Wabah Corona, Jokowi Pertimbangkan Darurat Sipil

Sementara menurut Refly, yang sedang dihadapi Indonesia saat ini adalah wabah penyakit menular, yakni virus corona (Covid-19). Dalam konteks ini dia menyarankan pemerintah sebaiknya menerapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Kalau yang namanya darurat sipil itu ya hanya memberikan kewenangan pada pemerintah, hak sipil justru tidak terlindungi. Itu Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) kan luar biasa, keadaan bahaya itu. Pemerintah bisa melakukan apa saja," kata Staff ahli di Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2007 ini.

Dia juga menyoroti kebijakan pembatasan sosial berskala besar tidak efektif. Musababnya, pemerintah hanya melakukan imbauan, tidak bertanggung jawab atas kebutuhan pokok masyarakat.

"Jadi gimana orang mau disuruh stay di rumah, tapi kebutuhannya ga dipenuhi. Ya kalau kita mau melakukan pembatasan-pembatasan pergerakan masyarakat, pemerintahnya harus tanggung jawab, memenuhi kebutuhan dasar," kata Refly Harun.

Sebelumnya, Presiden Jokowi berwacana menerapkan kebijakan PSBB disertai dengan darurat sipil. 

Tidak tepat. Jaka sembung naik ojek. Ga nyambung jek. Intinya adalah dalam konteks ini pemerintah mau enaknya saja.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga saya sampaikan juga tadi bahwa perlu didampingi kebijakan darurat sipil," ujar Jokowi, Senin, 30 Maret 2020

Adapun istilah darurat sipil ada dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Aturan ini menerapkan tiga tingkatan keadaan bahaya dari yang terendah hingga tertinggi. Yakni, keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer, dan keadaan perang.

Pasal 1 Perppu itu menyebutkan tiga syarat Presiden menetapkan Indonesia dalam keadaan bahaya untuk sebagian atau seluruh wilayahnya.

Baca juga: Komisi I DPR Jelaskan Maksud Darurat Sipil Seruan Jokowi

Pertama, keamanan atau ketertiban hukum di seluruh atau sebagian wilayah terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Kedua, timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.

Ketiga, hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam aturan ini, Presiden memegang kekuasaan tertinggi di Pusat. Ia juga memiliki wewenang mencabut keadaan bahaya ini. Sementara, di tingkat daerah penguasaan darurat sipil dilakukan oleh kepala daerah.

"Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat," tertulis dalam Pasal 3 Perppu tersebut.

Penguasa darurat sipil daerah pun wajib menuruti petunjuk dan perintah yang diberikan oleh penguasa darurat sipil pusat (pasal 7 ayat (1)). Penguasa pusat pun bisa mencabut sebagian kekuasaan penguasa darurat sipil daerah (pasal 7 ayat (5)).

Selain itu, penguasa darurat sipil berhak menyuruh polisi menggeledah tiap tempat dengan surat perintah istimewa (pasal 14), memeriksa dan menyita barang (pasal 15), membatasi komunikasi, berita dan informasi (pasal 17), rapat umum (pasal 18), dan membatasi orang berada di luar rumah (pasal 19). "Melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio," tulis Pasal 17 ayat (1). []

Berita terkait
Permintaan Jokowi ke Apotek Bila Darurat Sipil Terjadi
Permintaan Presiden Jokowi kepada apotek bila kebijakan pembatasan sosial diikuti darurat sipil terjadi.
Darurat, Padang Tetapkan Status KLB Corona
Pemerintah Kota Padang menetapkan wabah virus corona sebagai kejadian luar biasa (KLB).
PKS Tolak Gedung DPR Jadi RS Darurat Pasien Corona
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menolak tempat kerja anggota DPR dan MPR disulap menjadi RS darurat pasien virus corona.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.