Bekasi - Indonesia Corruption Watch (ICW) menguak rapor merah, dalam hal ini jumlah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merosot tajam pada era kepemimpinan Firli Bahuri.
"Di tingkat penindakan, kami menemukan enam persoalan yang cukup serius yang ramai sekali diberitakan oleh publik, mulai dari jumlah tangkap tangan yang sangat merosot tajam," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring "Peluncuran Hasil Pemantauan Kinerja KPK Semester I" (Desember 2019—Juni 2020) di Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020.
Kami tidak pernah melihat ada update KPK terkait dengan perkara jumlah kerugian negara yang besar.
ICW, kata Kurnia, memiliki catatan dan membandingkan jumlah OTT dari tahun ke tahun yang dilakukan KPK pada 6 bulan pertama.
Baca juga: Langgar Etik, MAKI Adukan Firli Bahuri ke Dewas KPK
Kurnia mencatat pada tahun 2016, 6 bulan pertama dari 1 Januari sampai 15 Juni 2016 ada delapan tangkap tangan, tahun berikutnya (2017) ada lima tangkap tangan, kemudian pada tahun 2018 ada 13 OTT yang merupakan angka tertinggi, lalu pada tahun 2019 ada tujuh, selanjutnya pada tahun 2020 atau zamannya Firli tercatat cuma dua OTT.
Dia menjelaskan, dua OTT pada zaman Firli tersebut, yaitu kasus suap pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo yang menjerat Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.
Berikutnya kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menjerat anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dan eks caleg PDIP Harun Masiku. Namun, nama terakhir hingga kini tak kunjung tertangkap.
"Praktis yang mungkin tidak ada permasalahan yang kasus Sidoarjo, tetapi kasus Wahyu Setiawan sampai hari ini Harun Masiku tidak diketahui keberadaannya. Jadi, dari situ indikator bahwa memang fokus dari pimpinan KPK ini tidak pada isu penindakan," ujar Kurnia.
Baca juga: KPK Bahas Kenaikan Gaji, Firli Bahuri Janji Palsu?
Selain itu, ICW juga menyoroti banyaknya tersangka yang dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) pada era Firli, yakni bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono yang merupakan menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Selanjutnya, Harun Masiku dan pemilik perusahaan pertambangan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan.
"Yang kedua, menghasilkan banyak buronan," kata Kurnia.
Pada era Firli, lanjut dia, ada lima buronan yang diproduksi oleh KPK walaupun dua sudah tertangkap, Nurhadi dan Rezky, tersisa tiga lagi ada Harun, Hiendara, dan Samin Tan, ditambah lagi buronan yang lain Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim belum berhasil diungkap KPK.
ICW juga menyinggung kasus-kasus dengan jumlah kerugian negara besar yang tidak ada perkembangannya pada era Firli Bahuri. "Kami tidak pernah melihat ada update KPK terkait dengan perkara jumlah kerugian negara yang besar," katanya. []