Banda Aceh - Ombudsman RI perwakilan Aceh menemukan adanya puskesmas di Kota Banda Aceh yang tak memiliki alat rapid test. Hal ini ditemukan dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di beberapa puskesmas di Kutaraja, Senin, 29 Juni 2020.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin Husin mengatakan, sidang tersebut dilakukan setelah pihaknya mendapat informasi tentang tidak adanya rapid test untuk Covid-19 di Banda Aceh.
“Hasil sidak yang kami lakukan, beberapa puskesmas di Banda Aceh tidak tersedia stock yang ready untuk digunakan ketika ada orang yang mau rapid test secara proaktif,” kata Taqwaddin dalam keterangannya pada Tagar, Selasa, 30 Juni 2020.
Berdasarkan pantauan tim Ombudsman RI, dari dua puskesmas yang disidak, tidak satupun yang tersedia alat rapid test yang siap digunakan oleh masyarakat. Kedua puskesmas itu adalah Puskesmas Kuta Alam dan Ulee Kareng.
Kami tidak ada alat rapid test yang siap di puskesmas. Kalau ada kebutuhan baru kita lapor ke Dinas Kesehatan.
“Kami berharap agar alat rapid test ini tersedia di setiap Puskesmas, supaya masyarakat yang datang secara proaktif bisa langsung di periksa indikasi awal reaktif atau tidak terkait Covid-19,” ujarnya.
Selain itu, kata Taqwaddin, Ombudsman RI juga meminta agar Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai kelengkapan petugas di lapangan. “Sehingga tenaga medis terlindungi saat melayani pasien,” kata Taqwaddin.
Baca juga:
- Bukan Lacak Corona, Ini Fungsi Rapid Test Sebenarnya
- Rapid Test 525 Petugas Pemilu Pessel Negatif Corona
- Hasil Rapid Test Covid-19 Warga Rohingya di Aceh
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Puskesmas Kuta Alam, Faisal membenarkan bahwa mereka tidak mempunyai alat rapid test di puskesmas. Namun, jika ada masyarakat yang datang ke sana dan memerlukan alat rapid test, pihak puskesmas akan koordinasi dengan Dinas Kesehatan.
“Kami tidak ada alat rapid test yang siap di puskesmas. Kalau ada kebutuhan baru kita lapor ke Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Banda Aceh, Medya menjelaskan, mereka tidak melakukan pengadaan terhadap alat rapid test. Hal ini karena, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh menerima alat tersebut dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh.
“Lagi pula sensitifitas rapid test rendah sekali, hanya 30 persen akurasinya. Makanya, kami cukupkan saja kita rapid test yang berasal dari provinsi. Tetapi untuk swab kami melakukan kerjasama dengan Unsyiah,” ujar Medya. []