PT Inalum Tak Bayar Pajak Rp 2,5 T ke Pemprov Sumut

PT Inalum tak membayar utang pajak Air Permukaan Umum (APU) sekitar Rp 2,5 triliun kepada Pemprov Sumatera Utara.
Suasana dalam RDP antara PT Inalum, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) dan DPRD Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Medan - Komisi C DPRD Sumatera Utara mendesak agar PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) membayarkan utang kekurangan pembayaran pajak Air Permukaan Umum (APU) sekitar Rp 2,5 triliun kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Adapun kekurangan itu terjadi sejak 2013 hingga 2019.

Anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara, Yantoni Purba menyebut bahwa sedari awal berdiri, PT Inalum selalu menimbulkan kontroversi. Keberadaan perusahaan pemerintah pusat ini tidak ada manfaatnya sewaktu dipegang Jepang.

"Kita dulu ikut mendorong, agar perusahaan PT Inalum ini diambil alih oleh pemerintah, dengan harapan agar manfaatnya lebih besar untuk pemerintah. Kita dorong agar kontrak tidak diperpanjang dan tahun 2013 ini bisa terealisasi. Pada saat itu kita euforia, perusahaan ini bisa memberikan manfaat untuk Indonesia khususnya Sumut. Tapi dalam perjalanannya ternyata PT Inalum juga belum bisa memberikan manfaat, khususnya untuk Pemprovsu," ucap Yantoni, dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi C dan PT Inalum serta Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Sumatera Utara, Senin 20 Januari 2020, di ruangan rapat Komisi C, di Medan.

Menurut dia, keberadaan limbah perusahaan ini juga menyisakan masalah, begitu juga dengan kekurangan bayar pajak air sejak 2013.

"Kami dalam setiap kesempatan menyampaikan, PT Inalum seharusnya dapat bermanfaat bagi Pemprovsu, tapi bagi kami sekarang, kami merasa PT Inalum orang asing di daerah kami sendiri. Begitu juga dirasakan oleh masyarakat. Kita mendengar bahwa perusahaan ini juga memberikan saham kepada PT Freeport, tapi kepada Pemprov nol sahamnya, sepertinya PT Inalum ini mengganggap Sumut ini tidak ada," kata Yantoni.

Dikisahkan dia, sewaktu PT Inalum dikuasai oleh Jepang, ada fee yang diberikan oleh Jepang. Namun, semenjak menjadi BUMN tahun 2013 itu tidak dirasakan oleh Pemprov Sumatera Utara.

"Masa kita yang sekarang menguasai PT Inalum, lebih parah dari Jepang. Kalau saya lihat PT Inalum hanya memberikan kontribusi kepada pemerintah pusat. Harusnya PT Inalum bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Sumut. Pajak air permukaan bukan kepemerintah pusat, tapi kepemerintah daerah," tutur Yantoni.

Selanjutnya, ada juga yang menyebut bahwa PT Inalum tidak punya dana likuidasi atau tidak punya uang. Akan tetapi, pemerintah pusat menyebut perusahaan ini sehat.

"Kenapa PT Inalum bilang tidak punya uang. Kami menganggap PT Inalum tidak ada niat untuk membaayar pajak dan memberikan kontribusi untuk Sumut. Kalau kita begini terus, ini tidak ada saling manfaatnya, PT Inalum menggugat, pemerintah menggugat. Itu namanya PT Inalum buang-buang waktu. Apa yang kami sampaikan ini untuk Sumatera utara. Kalau ini tidak ada penyelesaian kami khawatir PT Inalum akan terus terganggu, masalah dengan hukum, dan lainnya. Kalau terus dibiarkan," kata Yantoni.

Kemudian, disebutkan Yantoni, selama ini PT Inalum sudah dapat keuntungan setelah ditinggalkan oleh Jepang, itu semua tinggal proses, tapi PT Inalum tidak mau membayar pajak.

Sesuai keputusan pengadilan kami sudah bayar, kalau ada kekurangan itu akan dibayarkan

"Seharusnya PT Inalum ini membayar sesuai dengan Pasal 9 Ayat 2 Peraturan Gubernur No. 24/2011. Inalum tidak fair terhadap Pemprovsu. Inalum dapat anugerah dari Danau Toba, tapi harusnya PT Inalum memberikan manfaat bagi Pemprov," kata anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Gerindra.

Selain Yantoni, Ir Loso menegaskan bahwa PT Inalum murni business to business, walaupun di dalamnya sekarang ada pemerintah, tapi PT Inalum murni mencari keuntungan. Akan tetapi, tentang pajak permukaan air ada hitungannya. PT Inalum perusahaan di bidang bisnis, ada keuntungan.

"Hitungan itu juga tidak bisa suka-suka. Mengapa PT Inalum keberatan untuk memenuhi kewajibannya, ini jadi pekerjaan rumah kami di DPRD Sumut. Kita sudah konsultasi ke DPR RI. APBD Pemprovsu terganggu dengan keberadaan PT Inalum yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang dibuat Pemprovsu. Kita sudah sampaikan itu, kepada Komisi XI. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Seharusnya APBD Pemprovsu tahun 2020 sudah bisa mencapai Rp 15 triliun. Tahun ini justru hanya di bawah Rp 13 triliun. Karena PT Inalum tidak menyelesaikan pajak permukaan airnya," ucap Loso.

Selanjutnya, Loso juga menegaskan agar PT Inalum jangan suka "ngeles" untuk tidak membayar kekurangan bayar pajak air sesuai dengan peraturan gubernur.

"Karena PT Inalum adalah perusahaan Industri bukan pembangkit tenaga listrik. Apa yang terjadi di Sumut ini, PT Inalum kita anggap mencoba menghindari kewajibannya. Selama ini PT Inalum menyakiti hati warga Sumut sejak 2013-2019. Kalau saya menekankan, PT Inalum harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan Pergub yang berlaku. PT Inalum jangan ngeles," kata dia.

Selanjutnya, pihak dari PT Inalum yang dihadiri oleh salah satu direksi yakni Dandy Sinaga menerangkan, mereka mengikuti proses hukum yang berlaku.

"Sesuai keputusan pengadilan kami sudah bayar, kalau ada kekurangan itu akan dibayarkan. Pembicaraan tentang ini sudah sangat panjang, kita harapkan agar pemerintah tidak mengajukan peninjauan kembali (PK) atas keputusan pengadilan yang telah ada," tegas Dandy.

Karena belum menemukan titik temu, DPRD menegaskan agar PT Inalum membayar, sementara pihak PT Inalun berpatokan kepada keputusan pengadilan yang menerima permohonan mereka. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Komisi C, Ajie Karim akhirnya menskors rapat dan akan dijadwalkan kembali.

Sebagaimana diketahui Pemprov Sumatera Utara bertahan menuntut agar PT Inalum membayar pajak APU berdasarkan Pasal 9 Ayat 2 Peraturan Gubernur No. 24/2011. Disebutkan penghitungan pajak APU PT Inalum berdasarkan penggunaan air per-m3 yakni tarif industri. Bukan tarif khusus untuk pembangkit tenaga listrik sebagaimana PT PLN yang membayar per-KwH.

Sampai saat ini, PT Inalum masih menggunakan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) nomor 12 Tahun 2002 tentang tarif khusus Pasal 9 Ayat 3. Karena perbedaan itu, Pemprov Sumatera Utara dan PT Inalum akhirnya saling mengajukan gugatan ke pengadilan negeri pajak. []

Berita terkait
INALUM Punya Direktur Transformasi Bisnis-Komut Baru
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi menetapkan Suryo Eko Hadianto ebagai Direktur Transformasi Bisnis INALUM.
CSR Inalum Turunkan Penghasilan Penenun Ulos Dairi
Inalum memberikan CSR kepada pengrajin tenun ulos Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Anehnya, bantuan justru menurunkan penghasilan penenun.
Profil Inalum, BUMN yang Jadi Holding Pertambangan
PT Inalum yang menjadi holding BUMN pertambangan kini tengah mengalami kekosongan pucuk pimpinan setelah ditinggal Budi Gunadi Sadikin