Jakarta - Rapat Paripurna DPRD DKI tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 diwarnai dengan berbagai interupsi. Anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasrullah mengingatkan peserta sidang agar tidak membiarkan Gubernur Anies Baswedan berlama-lama memimpin ibu kota tanpa dibantu wakil.
Sekarang tinggal DPRD yang memutuskan kapan bersidang, kapan memprosesnya (wakil gubernur).
“Kami tampung,” kata Pimpinan Sidang Prasetyo Edi Marsudi setelah mendengarkan interupsi Nasrullah sebelum pengesahan APBD 2020.
Baca juga: Anies Baswedan Terima Beres dari Gerindra-PKS
Anies mengatakan, Gerindra dan PKS sebagai partai pengusungnya pada Pilkada 2017, telah memasukkan nama kandidat Wakil Gubernur (Wagub) DKI ke DPRD. Dirinya mengaku sangat menanti anggota dewan memproses nama pendampingnya.
“Sekarang tinggal DPRD yang memutuskan kapan bersidang, kapan memprosesnya (wakil gubernur). Dari situ bisa ditentukan langkah berikut ke depannya,” kata Anies usai sidang paripurna di Jakarta, Rabu 11 Desember 2019.
Orang nomor satu di Jakarta ini mengungkapkan, dua kandidat itu sudah 9 bulan tersendat di DPRD. Meski demikian, hingga akhir tahun 2019 ini, belum ada progres apapun.
“Dua nama itu dewan yang menentukan,” kata Anies Baswedan.
Pandangan Peneliti LIPI Terhadap Kursi Wagub DKI
Sementara itu, Peneliti Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati memandang Gubernur Anies Baswedan tinggal terima beres dari Partai Gerindra dan PKS, menyoal kursi wakil gubernur yang hingga kini tidak kunjung terisi.
Menurut Wasis, sapaannya, Anies tidak bisa berbuat banyak untuk mengintervensi polemik kursi kosong yang telah ditinggalkan Sandiaga Uno sejak Agustus 2018.
"Latar belakang Anies sebagai non-politisi menyebabkannya tidak dalam posisi tawar yang baik pada koalisinya," kata Wasis dalam pesan tertulis yang diterima Tagar, Jumat petang, 15 November 2019.
Seperti diketahui, PKS menagih janji soal DKI-2 ke Gerindra. Bahkan Ketua DPW PKS Jawa Barat Ahmad Syaikhu mengatakan tidak etis kalau komitmen yang sebelumnya diutarakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto itu tidak ditepati.
Baca juga: Dua Anggota Banser NU Tak Sebut Takbir Dicap Kafir
Wasis beranggapan komunikasi antara Gerindra-PKS tidak lancar sebagai mitra koalisi Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017.
"Masing-masing kubu ingin mencalonkan kader masing-masing, namun tidak ada yang bisa dominasi karena perolehan kursi DPRD Jakarta yang hampir imbang," ujarnya.
Sebab, kata dia, pencalonannya sebagai DKI-1 dua tahun lalu bersifat insidental, tanpa persiapan manajemen konflik koalisi yang baik, sehingga Anies lebih sekadar figur tanpa daya politik.
"Koalisi ini dibentuk hanya jangka pendek untuk mengejar DKI-1. Saya pikir karena dulu awalnya koalisi ini dibentuk atas dendam politik anti-Ahok, jadinya kedua kubu merasa berwenang atas kursi wakil gubernur," ucapnya.
Wasis berujar, dalam konteks ini harus ada satu pihak yang mengalah dan masalah ini tidak-lah rumit, seandainya sejak awal pembentukan koalisi ada kontrak politik.
"Harusnya mereka sendiri tidak dalam ego masing-masing. Koalisi ini dibentuk secara aksidental dengan warna koalisi yang berseberangan satu sama lain," kata pria kelahiran Yogyakarta ini. []