Jakarta - Peneliti Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati memandang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tinggal terima beres dari Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyoal kursi wakil gubernur yang hingga kini tidak kunjung terisi.
Menurut Wasis, sapaannya, Anies tidak bisa berbuat banyak untuk mengintervensi polemik kursi kosong yang telah ditinggalkan Sandiaga Uno sejak Agustus 2018.
Dulu awalnya koalisi ini dibentuk atas dendam politik anti-Ahok, jadinya kedua kubu merasa berwenang atas kursi Wagub.
"Latar belakang Anies sebagai non-politisi menyebabkannya tidak dalam posisi tawar yang baik pada koalisinya," kata Wasis dalam pesan tertulis yang diterima Tagar, Jumat petang, 15 November 2019.
Seperti diketahui, PKS menagih janji soal DKI-2 ke Gerindra. Bahkan Ketua DPW PKS Jawa Barat Ahmad Syaikhu mengatakan tidak etis kalau komitmen yang sebelumnya diutarakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto itu tidak ditepati.
Wasis beranggapan komunikasi antara Gerindra-PKS tidak lancar sebagai mitra koalisi Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017.
"Masing-masing kubu ingin mencalonkan kader masing-masing, namun tidak ada yang bisa dominasi karena perolehan kursi DPRD Jakarta yang hampir imbang," ujarnya.
Sebab, kata dia, pencalonannya sebagai DKI-1 dua tahun lalu bersifat insidental, tanpa persiapan manajemen konflik koalisi yang baik, sehingga Anies lebih sekadar figur tanpa daya politik.
"Koalisi ini dibentuk hanya jangka pendek untuk mengejar DKI-1. Saya pikir karena dulu awalnya koalisi ini dibentuk atas dendam politik anti-Ahok, jadinya kedua kubu merasa berwenang atas kursi wakil gubernur," ucapnya.
Wasis berujar, dalam konteks ini harus ada satu pihak yang mengalah dan masalah ini tidak-lah rumit, seandainya sejak awal pembentukan koalisi ada kontrak politik.
"Harusnya mereka sendiri tidak dalam ego masing-masing. Koalisi ini dibentuk secara aksidental dengan warna koalisi yang berseberangan satu sama lain," kata pria kelahiran Yogyakarta ini.
Dia berpendapat, Partai Amanat Nasional (PAN) bisa mencuri kesempatan untuk mengambil jalan tengah, memanfaatkan polemik berkepanjangan ini.
"Karena saya percaya calon yang diusung dari salah satu parpol itu, ujungnya juga akan bermasalah. Posisi wakil gubernur itu sudah mahar," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta dua nama calon wakil gubernur (cawagub) DKI yang telah disepakati kedua partai pengusungnya, Gerindra dan PKS, diproses terlebih dahulu di DPRD DKI, sebelum mengusulkan nama baru.
Belakangan, DPD Gerindra mengusulkan perubahan cawagub yang sudah disepakati oleh kedua partai yakni Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu dalam surat surat bernomor JA/X-0646/B/DPD-Gerindra/2019 kepada DPP PKS.
"Ada dua nama di dalam DPRD. Itu dulu ada keputusannya apa, baru bahas berikutnya," ujar Anies di Jakarta, seperti diberitakan Antara, Sabtu, 9 November 2019.
Diketahui, ada empat nama cawagub DKI dalam surat usulan tertanggal 17 Oktober 2019 yang dikirimkan oleh DPD Gerindra DKI Jakarta pada DPP PKS tersebut.
Empat nama itu adalah Dewan Penasihat Gerindra Arnes Lukman, Waketum DPP Gerindra Ferry J Yuliantoro, Wasekjen DPP Gerindra Ariza Patria dan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.
Kendati demikian, Ketua DPD Partai Gerindra M Taufik mengatakan usulan tersebut belum diketahui oleh Saefullah.
Dia pun belum berkomunikasi dengan Saefullah. Begitu juga dengan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD DKI Jakarta Muhammad Arifin, yang menyebutkan belum ada komunikasi antara Partai Gerindra dengan PKS terkait usulan 4 nama cawagub baru dari Gerindra.
Arifin mengatakan PKS tetap mempertahankan dua nama calon Wakil Gubernur pengganti Sandiaga Uno Salahudin yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu untuk mendampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin ibu kota. []