Perjalanan Hidup Bos Hotel Claro Makassar

Berikut perjalanan hidup bos Hotel Claro Makassar yang diperiksa polisi sebagai saksi terkait kasus korupsi.
Bos Hotel Claro Makassar, Wilianto Tanta. (Foto: Ist)

Makassar - Siapa yang tidak kenal dengan Wilianto Tanta? sosok entrepreneur sukses dari Kawasan Timur Indonesia yang mulai merintis karier benar- benar berangkat dari nol. Kini, Wilianto Tanta jadi bos besar dari Hotel Claro Makassar.

Wili sapaan akrabnya, lahir di Makassar 30 Juni 1963 silam. Wilianto Tanta tumbuh sebagai anak tertua dari keluarga sederhana. Ayahya, Arifin Tanto adalah seorang pengusaha, sedangkan Ibunya, Oei Tjiap Eng adalah seorang istri yang mendedikasikan dirinya untuk kehidupan keluarga.

Dalam mengeyam pendidikan, Wilianto Tanta mulanya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bali, Kota Makassar. Setiap pagi, ketika berangkat ke sekolah, Wilianto kecil diantar dan kemudian dijemput oleh kendaraan roda tiga (becak) langganannya. Dalam pengasuhan yang baik dari kedua orang tuanya, sehingga segala kebutuhan Wilianto terpenuhi.

Namun suatu ketika, terdapat tragedi yang memporak-porandakan keluarganya saat itu. Ayahnya yang merupakan pengusaha hasil bumi terkena tipu oleh rekannya sendiri. Akibatnya, harus gulung tikar dan bangkrut. Inilah masa-masa paling kelam dan paling memprihatinkan dalam kehidupan keluarga Wilianto.

Hotel Claro MakassarHotel Claro milik Wilianton Tanta. (Foto: Tagar/Rio Anthony)

Melihat sudah tidak punya apa-apa lagi di Kota Makassar, membuat ayahnya itu berfikir keras. Dan seketika neneknya yang saat itu bertempat tinggal di Mamuju, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan dan kini telah menjadi ibu kota Provinsi Sulawesi Barat setelah terjadi pemekaran memanggil keluarga Wilianto untuk pindah ke Kota Mamuju dan memulai hidup baru di sana.

Baca lainnya: Bos Hotel Claro Makassar Diperiksa Polisi

Ayah Wilianto pun tak berfikir panjang dan langsung memboyong keluarganya untuk meninggalkan Kota Makassar. Di Mamuju, ayah Wilianto memulai hidup baru. Tapi tidak mengurungkan semangatnya untuk kembali berbisnis. Dengan modal seadanya, ia membuka warung kelontong kecil.

Di kota Mamuju ini Wilianto melanjutkan pendidikan sekolah dasarnya yang sempat terputus. Ia kemudian masuk ke SD Negeri 1 Mamuju. Namun berbeda saat ia di Makassar, Wilianto nyaris tak memiliki waktu untuk bermain. Dini hari, ia harus berangkat ke sekolah yang berjarak kurang lebih 3 kilo meter dari rumahnya.

Jarak ini harus ditempuhnya dengan berjalan kaki menyusuri jalan-jalan setapak persawahan pergi dan pulang sekolah. Sepulang sekolah Wilianto kembali harus bekerja membantu orang tuanya.

Bakat Berbisnis Sejak Kecil

Di usianya yang sangat masih belasan tahun, Wili telah diberikan kepercayaan oleh orang tuanya. Ia diberi amanah untuk mengelola warung dan penginapan kecilnya. Dari usaha warung kelontong dan penyewaan penginapan itulah keluarga Tanto mulai bangkit kembali dari keterpurukan.

Singkat cerita, Wilianto mencoba memulai karir dengan membuat perusahaan. PT Passokorang (awalnya CV Passokorang) namanya. Dengan bekal ini, Wili mulai menancapkan eksistensinya sebagai perusahaan jasa konstruksi. Selama kurang lebih 10 tahun sejak Wiliam memulai mendapat proyek pertamanya di tahun 1981, dibawah bendera Passokorang telah jauh melejit dengan banyak mengerjakan proyek pembangunan sarana dan prasarana jalan dan jembatan yang menghubungkan dua provinsi.

Baca lainnya: Pemprov Sulsel Gandeng BUMN Bantu Korban Bencana

Seiring dengan melejitnya usaha jasa pelayanan konstruksi PT Passokorang, penginapan Marannu juga semakin berkembang. Bangunan yang dulunya hanya terdiri dari rumah panggung semi permanen, secara perlahan mulai dibenahi menjadi bangunan permanen. Berbekal kesuksesannya dalam mengelola bisnis penginapan ini, Wilianto kemudian menangkap peluang ini bagi kemungkinan cerahnya bisnis perhotelan ini.

Berangkat dari pemikiran itulah, ayah tiga orang anak itu merasa tertantang untuk memasuki dunia bisnis perhotelan lebih luas. Ia menjelma menjadi seorang pengusaha hotel berbintang, dengan nama Hotel Radison di kawasan strategi Pantai Losari.

Pada awal Wilianto mengelola hotel ini, Ia masih berbagi saham kepemilikan dengan orang lain. Namun di tahun 1996, setelah hotel ini berganti nama menjadi Hotel Quality, Wilianto menguasai 100 persen saham hotel yang kini beraset Rp 70 miliar.

Pada tahun 2004, setelah merasa mampu sukses mengelola sebuah hotel bertaraf bintang tiga, maka Wilianto pun bertekad melangkah lebih jauh dengan bercita-cita membangun sebuah hotel berbintang lima.

Tekad itulah, kini berhasil membangunan Hotel Grand Clarion dan beberapa hotel yang tergabung dalam Clarion Group.Maka sejak itu, suami dari Lintje Thomas ini telah menjadi pemilik penginapan di kota Mamuju dan beberapa hotel berbintang di kota Angin Mamiri.

Tahun 2018, belakangan Hotel  Grand Clarion berganti nama Hotel Claro Makassar. Hotel mewah ini pastinya terkenal dimana-mana. Pasalnya, setiap kepala daerah, Kapolri, Panglima TNI, para Menteri hingga Presiden RI yang berkunjung ke Makassar pasti menginap di Hotel Claro, yang berada di jalan AP Pettarani, Kota Makassar.

Wilianto Juga Aktif Berorganisasi

Selain jadi pemilik Hotel Claro, Wilianto Tanta juga dikenal oleh banyak pejabat. Selain itu, dikalangan pengusaha Tionghoa, Wilianto Tanta juga duduk sebagai ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sulawesi Selatan.

Disaat perayaan Imlek, rumah Wilianto Tanta tidak pernah sepi. Ia kerap mengundang anak yatim piatu dan juga menggelar open house hingga para pejabat di Sulawesi Selatan berdatangan. Mulai dari Walikota, Gubernur, Kapolda, Panglima TNI dan Kejati Sulsel. Dan perayaan open house ini pun setiap tahunnya dilaksanakan.

Baca lainnya: 500 Peserta PPDB SMAN 1 Maros Belum Terverifikasi

Meski memiliki karir yang begitu cemerlang, tapi Wilianto sempat di runrung masalah hukum. Pasalnya kepemilikan lahan dari Hotelnya tersebut sempat diklaim oleh seseorang. Dan terakhir di klaim oleh Muh Syarif.

Dalam kasus sengketa lahan itu, Pengadilan Negeri (PN) Makassar memenangkan penggugat atas nama Muh Syarif, atas kepemilikan lahan di jalan AP Pettarani yang saat ini dibangun Hotel Claro dan gedung milik Telkom. Dalam putusannya, PN Makassar memutuskan menghukum PT Telkom dan pengelola Hotel Claro mengosongkan dan atau membongkar gedung yang ada di lahan bersengketa tersebut.

Namun, pihak Claro tidak tinggal diam dan pada akhirnya melakukan banding di Pengadilan Tinggi Sulsel dan hingga saat ini kasus itu masih bergulir. Belakangan, pihak Claro diam-diam melaporkan lawannya itu, Muh Sarif, ke Bareskrim Polri dengan laporan pemalsuan dokumen. Dan pada akhirnya, Muh Sarif pun ditersangkakan oleh Bareskrim Polri.

Diperiksa Terkait Kasus Korupsi

Kini, Willanto Tanta nampaknya kembali harus berurusan dengan hukum. Bahkan, dikabarkan Wilianto Tanta telah diperiksa sebagai saksi oleh Unit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel. Wili dimintai keterangannya terkait kasus dugaan korupsi penyelewengan dana hibah dari Pemerintah Kota Makassar kepada KPU Kota Makassar.

Komisaris Utama Phinisi Hospitality Indonesia (PHI) ini diperiksa di Mapolda Sulsel, Senin 24 Juni 2019. Ia menjalani pemeriksaan lima jam lamanya, sejak pukul 09.00 hingga 14.00 Wita dengan dicecar 19 pertanyaan terkait kasus yang menyeret Sekertaris KPU Kota Makassar, Drs Sabri dan Bendahara Pengeluaran Pembantu KPU Kota Makassar, Habibi sebagai tersangka.

"Itu penambahan saksi-saksi aja ya, karena ada info dari permintaan dari tersangka jadi kita periksa," tegas Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Yudiawan Wibisono. []

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.