Perilaku Customer yang Bikin Jengkel Ojek Online

Di balik senyum ramah pengemudi ojek online, ternyata mereka menyimpan catatan perilaku customer yang menjengkelkan. Seperti apa? Ini ceritanya.
Ilustrasi - Pengemudi Ojek Online. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - "Ealah... lelakon, tarikan pertama dapat emak-emak egois," tulis Rahardian di grup Facebook komunitas ojek online. Postingannya itu langsung mendapat respons dan komentar dari teman-temannya.

Pagi itu, Rahardian mendapat orderan Go Ride dari customer perempuan. Usianya paruh baya. Titik jemputnya sekitar 500 meter dari tempatnya berada. Ini adalah orderan pertamanya di hari itu. Tapi titik jemputnya susah dicari.

Kebetulan orderan pertamanya itu, rumah customer di pemukiman padat penduduk. Antargang ke gang sempit, hanya selebar satu meter. Motor tidak boleh dinyalakan mesinnya, juga tidak boleh dinaiki. Dengan kata lain, motor harus dituntun. Ada pengumuman soal itu, yang memasang pengurus RT setempat.

Keduanya saling chating, sesekali menelepon. Rahardian, pria yang mengaspal dengan jaket Gojek itu sudah mendekat, sudah masuk gang. Sesuai map, lokasinya hanya 100 meter. Tapi dia kewalahan mencari rumah customer yang terus memaksa harus menjemput di depan rumahnya.

"Rumah ibu di mana, saya sudah masuk gang," kata Dian, sapaan akrab ojek online itu. 

"Cari saja rumah warna biru, Mas, saya di teras rumah," begitu jawaban si customer.

Dian bergumam, rumah warna biru yang mana. Dia terus berusaha mencari, menyusuri gang demi gang. Abang ojek online itu terasa kecapaian, ngos-ngosan menuntun motor di gang sempit demi menjemput customer pertamanya.

Sekitar 20 menit akhirnya ketemu rumah biru yang dicari, rumah customer. 

"Lama banget sih, Mas," ujar Dian menirukan customer yang raut mukanya terlihat judes.

Sudah saya jemput sampai masuk gang-gang kecil. Didamprat dan diomelin, saya diam saja. Eh, endingnya dikasih B1 (bintang satu).

Ojek OnlineIlustrasi - Pengemudi Ojek Online. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Sebagai penerima order, Dian berusaha sabar dengan dampratan pedas dari mulut si perempuan itu. "Iya maaf, Bu, saya sudah mencari rumah ibu dari tadi juga," jawabnya.

Sepanjang perjalanan menuju titik antar, perempuan itu terus mengomel. Menyalahkan si ojek online yang dianggapnya terlambat datang menjemput. Sampai tempat tujuan, perempuan itu turun dari motor, wajahnya masih terlihat kecut. Lalu membayarnya dengan uang pas, recehan pula.

Dian masih bersabar menerima sikap yang kurang mengenakkan itu. Tetap berusaha memberikan pelayanan terbaik. Namun, 20 menit kemudian, kesabarannya hilang. Di layar ponselnya, Dian mendapati si perempuan itu memberikan penilaian bintang satu.

Wajar jika Dian jengkel. Bintang satu, merupakan penilaian terburuk bagi driver. Itu bisa berakibat suspend dari operator. Bisa berupa tidak mendapatkan orderan beberapa hari atau bahkan bisa diputus mitra alias PHK, dalam istilah hubungan ketenagakerjaan.

"Kurang sabar apa coba, sudah saya jemput sampai masuk gang-gang kecil. Didamprat dan diomelin, saya diam saja. Eh, endingnya dikasih B1 (bintang satu). Dasar cst (customer) tidak tahu diri," tulisnya di grup Facebook komunitas ojek online.

***

Rasa jengkel juga dialami Samsul, driver ojek online lain. Saat menerima orderan dari mahasiswi, Samsul diminta cepat datang oleh customer itu. Dia memacu kencang motornya menuju titik jemput di sekitar Seturan, Depok, Sleman. Hanya kurang lima menit, pria itu sudah sampai di titik jemput.

"Saya sudah sampai titik jemput, Mbak," kata si ojek online Gojek itu. Si mahasiswi pun membalas chat-nya, meminta untuk menunggu sebentar.

Tak lama berselang, customer keluar rumah dan menemui si driver. "Tunggu dulu ya, Mas, saya dandan dulu," kata Samsul menirukan mahasiswi.

Piye ora mangkel, jaluk cepet-cepet, mbasan tekan lokasi, customer rung siap. Ndadak dandan sek. Ngerti dewe tho, wong wedok nek dandan suwi.

Busyet, kenapa tadi memintanya suruh cepat-cepat menjemput. Kenapa nggak order kalau sudah siap berangkat? Ini belum dandan saja sudah pesan. Wah, alamat lama ini kalau perempuan dandan. Begitu kira-kira guman si driver.

Ternyata benar, perempuan itu lama keluar dari rumahnya. Sudah lebih lima menit Samsul menunggu di depan rumahnya. Dia terlihat bosan menunggu. Sambil pencet-pencet ponsel untuk mengusir rasa bosan.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya keluar rumah, siap berangkat."Maaf ya, Mas, lama menunggu," kata si mahasiswi. 

"Iya, nggak papa," Samsul tersenyum tipis. Tidak menunjukkan raut muka jengkel, meski dalam hati rasa jengkel itu ada.

"Piye ora mangkel, jaluk cepet-cepet, mbasan tekan lokasi, customer rung siap. Ndadak dandan sek. Ngerti dewe tho, wong wedok nek dandan suwi (Gimana enggak jengkel, minta cepat-cepat datang, setelah sampai lokasi ternyata customer belum siap. Mau dandan dulu. Tahu sendiri kan, perempuan kalau dandan itu lama banget)," kata Samsul.

Ojek OnlineIlustrasi - Pengemudi Ojek Online. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

***

Samsul bukan kali pertama jengkel menghadapi customer. Tapi kali ini bukan order Goride, bukan penumpang yang dibawanya. Tapi Gosend alias barang atau benda. Rasa jengkelnya sama, jengkel dengan customer yang mengirim barang juga yang orang menerima barang sekaligus.

Jengkel yang pertama, saat menjemput barang dari customer. Si customer bilang titik jemput sesuai map. Ternyata titik jemputnya meleset lumayan jauh dari map. Dia harus mencarinya, menghubungi si customer, baik lewat chat maupun telepon.

"Chat enggak dibalas-balas, telepon nggak diangkat. Padahal map-nya meleset. Lumayan lama mencarinya," kata Samsul.

Beberapa kali pengalaman dari driver ojek online untuk pengiriman barang, biasanya customer sering mengabaikan. Hanya memberi tahu titik jemput. 

"Yang Goride, biasanya customer nggak nyanding (memegang) ponsel. Ternyata benar, chat dan telepon nggak direspon lama," ujarnya.

Beruntung perjuangan 15 menit mencari alamat ketemu. Barang siap diantar. Nama penerima, alamat dan nomor yang bisa dihubungi sudah lengkap. Tapi setelah sampai di alamat tujuan, lagi-lagi calon penerima paket susah dihubungi. Chat tidak dibalas, telepon tidak diangkat.

Dia menunggu lama di alamat tujuan penerima barang, sambil berharap bisa nyambung dengan calon penerima. Setelah tidak ada tanda-tanda tersambung, si driver online itu menghubungi operator. Menjelaskan kronologinya, yang intinya calon penerima paket tidak bisa dihubungi.

Operator meminta kiriman paket ditiitipkan ke tetangga terdekat. Tapi saat itu, lokasinya sepi, tidak ada tetangga di kanan kiri. Akhirnya oleh operator, Samsul diminta mengembalikan ke alamat pengirim. Tanpa uang sepeser pun yang didapat dari orderan Gosend tadi.

"Rugi waktu dan tenaga, rugi pertalite pula. Bolak-balik tanpa dapat poin dan uang. Ya begitulah, kadang-kadang Goride itu customer-nya nggampangke (meremehkan)," kata Samsul.

***

Beda lagi yang dialami Tofha, yang dapat order food atau makanan. Si customer order food di warung yang ramai pembeli, komunitas ojek online menyebutnya food gacoan. Si driver harus rela antre lumayan lama untuk mendapatkan pesanan.

Thofa sudah mengkonfirmasi ke customer, makanan pesananya ramai dan harus antre. Bisa satu jam baru dapat makanan yang dipesan, belum termasuk waktu perjalanan. Customer bilang tidak masalah. 

"Tapi baru 15 menit, dia sudah telepon, 'Sudah belum, Mas, pesanananya?'" Thofa menirukan ucapan customer.

Jangankan dapat makanan yang dipesannya, nomor antreannya saja baru didapatkan. Tapi si customer kembali menelepon, menanyakan sudah apa belum. 

"Ya ampun.., wes diomongi nek food gacoan ki suwi, iki delo-delo telpon wae (Sudah dibilangin food gacoan antre lama, customer sebentar-sebentar telepon)," ujarnya.

Setelah satu jam, si ojek online itu akhirnya mendapat makanan pesanan untuk customer yang cerewet tadi. Dalam perjalanan mengantar pesanan pun, si customer itu berkali-kali telepon. 

"Iki kok ora ono sabar-sabare babar blas (Customer ini kok tidak punya kesabaran sama sekali)," kata Thofa.

Akhirnya sampai di tujuan dengan makanan pesanan, abang ojek online itu menyerahkan bungkusan itu, sambil menebar keramahan dan senyum. Tapi si customer itu membalasnya dengan wajah judes.

"Ya begitulah kadang-kadang perilaku customer, seperti raja, maunya dilayani secepat kilat. Selalu merasa benar," kata Thofa.

Yang lebih menyakitkan lagi, Thofa yang sudah melayani dengan sabar, oleh customer diberi bintang satu. Dianggap melayani customer dengan buruk. 

"Tega-teganya ya, sudah dilayani sebaik mungkin masih dikasih bintang satu. Customer selalu merasa benar, kita yang selalu salah," katanya. []

Baca cerita yang lain:

Berita terkait
Program Gojek yang Hanya Diterapkan di Yogyakarta
Gojek menghadirkan sebuah program yang hanya diterapkan di Yogyakarta yang akan memanjakan para siswa.
Perwakilan Gojek Tetap Demo Akibat Bos Taksi Malaysia
Perkumpulan Driver Gojek Kerakyatan (PDGK) tetap turun ke jalan sebagai bentuk protes ke Bos Taksi Malaysia.
Gojek dan Grab Jajal Sepeda Motor Listrik
Tranportasi ojek online Gojek dan Grab akan menjajal sepeda motor listrik atas kerja sama Kementerian Perindustrian.
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"