Percakapan Gus Mus-Alissa Wahid tentang RKUHP

Isi RKUHP memojokkan posisi perempuan korban perkosaan menjadi kegelisahan Alissa Wahid dan Gus Mus Ahmad Mustofa Bisri. Berikut percakapan mereka.
Alissa Wahid dan Gus Mus Ahmad Mustofa Bisri. (Foto: Instagram/Alissa Wahid)

Jepara - Alissa Wahid, putri presiden keempat RI Abdurrahman Wahid menyampaikan kegelisahan tentang isi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2019 di akun Twitter.

Ia pada Jumat, 20 September 2019, pukul 16.39. mengunggah link berita di Twitter. Judul berita adalah 'Pelajar yang Hamil 5 Bulan karena Diperkosa 6 Buruh Pilih Putus Sekolah'.

Bersama unggahan link berita, Alissa menulis:

"Gadis ini diperkosa 6 buruh. Menurut RKUHP 2019 ini, kalau dia menggugurkan kehamilannya dia akan dipenjara. Mesakke (kasihan), 2 kali jadi korban: korban kebejatan syahwat dan korban sistem+politik. Seumur hidup menderita lahir batin."

Tiga jam kemudian cuitan Alissa itu dibalas Ahmad Mustofa Bisri akrab disapa Gus Mus melalui akun Twitter @gusmusgusmu.

"Makanya jangan sembarangan memilih orang yang ditugasi bikin undang-undang," cuit Gus Mus yang pernah menjadi anggota dewan itu.

Penelusuran Tagar, di RKUHP yang belum bernomor dan diberi tahun tersebut terdapat tiga pasal terkait pengguguran kandungan. 

Pasal 470 ayat 1 berbunyi:

"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun."

"Makanya jangan sembarangan memilih orang yang ditugasi bikin undang-undang.

Kemudian, ayat 2 pasal tersebut berbunyi:

"Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun."

Sementara, ayat 3 pasal 470 berbunyi:

"Jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (2) mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana paling lama 15 (lima belas) tahun."

Sedangkan pasal 471 dan 472 mengatur sanksi yang diberikan kepada orang yang membantu melakukan penguguran kandungan, secara tidak sah.

Namun, pada pasal 472 ayat 3 RKUHP tersebut dijelaskan, bagi tenaga medis yang melakukan pengguguran kandungan karena kondisi medis atau korban perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan tidak akan dipidana.

"Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban Perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana"

Hal berkaitan dokter itu juga dicuitkan akun Twitter bernama @arryprof, membalas cuitan @AlissaWahid.

"Enggak Mbak, kata Prof Edy barusan kalo korban pemerkosaan dll gak dipidana dan boleh digugurkan asal yang menangani dokter profesional," cuit @arryprof 16 jam yang lalu.

Alissa membalas cuitan itu:

"Semoga pelaksanaannya demikian, mengingat dalam draf RUU KUHP, bunyinya tidak eksplisit demikian. Semoga tidak ada yang menafsirkan berbeda, sehingga korban mengalami multiple trauma."

Sebelumnya di tengah arus penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta DPR menunda pengesahannya. Alasannya, banyak pasal dinilai kontroversial oleh masyarakat. []

Berita terkait
Jejak Pendapat Dewan Pers Soal RKUHP
Anggota Dewan Pers Agung Darmajaya mengatakan sejumlah pasal di dalam RKUHP dinilai kontroversial, terutama menyangkut pers.
Foto: Jokowi Ambil Sikap, RKUHP Ditunda
Jokowi, mengaku sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menyampaikan sikap ini ke DPR RI.
Jokowi Minta DPR Tunda Pengesahan RKUHP
Presiden Joko Widodo meminta DPR RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.