Pengamat: RUU HIP Tidak Mengakomodir Komunis Kembali

Stanislaus Riyanta menilai RUU HIP tidak memiliki hubungan dengan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bendera Merah Putih dicoreti logo PKI di Kampus Unhas Makassar. (Foto: Tagar/Ist)

Pematangsiantar - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP) tidak memiliki hubungan dengan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kendati demikian masih banyak elemen masyarakat, politikus yang keberatan dengan RUU HIP lantaran tidak cantumkan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Perbedaan perspektif ini muncul karena kecurigaan antar pihak, komunikasi belum terbangun dengan baik. Tokoh-tokoh bangsa perlu didudukkan dalam satu forum untuk membereskan hal ini

"Saya kira tidak. Tidak mungkin RUU HIP berhubungan atau justru mengakomodir komunis eksis kembali di Indonesia. Memang masih terjadi perdebatan karena beda perspektif," katanya dihubungi Tagar, Rabu, 10 Juni 2020.

Baca juga: Bamsoet Bahas Isu Kebangkitan PKI, Terangkan RUU HIP

Dia menegaskan, untuk menyatukan persepsi penilaian terkait RUU itu dibutuhkan dialog dari berbagai pihak penyelenggara.

"Perlu sosialisasi dan diadakan dialog dengan semua pihak, satukan berbagai perspektif tersebut dalam kerangka untuk menguatkan Pancasila. Soal ideologi, Indonesia sudah final yaitu Pancasila, tidak ada ruang bagi ideologi lain," ujarnya.

Munculnya perbedaan pendapat, kata dia karena adanya kecurigaan dari antarpihak. Maka dia berharap perlu membahas RUU HIP dalam satu forum.

"Perbedaan perspektif ini muncul karena kecurigaan antar pihak, komunikasi belum terbangun dengan baik. Tokoh-tokoh bangsa perlu didudukkan dalam satu forum untuk membereskan hal ini," kata dia.

Baca juga: Isu PKI Menyeruak, Kelompok Cendana Terlibat?

Kemudian, ada atau tidaknya TAP MPRS No 25 tidak menjadi persoalan. Pasalnya, ideologi negara sudah selesai.

"Tap MPR tersebut masih berlaku dan sangat kuat, persoalan apakah mau dimasukkan atau tidak esensinya ideologi kita sudah final," ucapnya.

Terkait pernyataan Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab dalam diskusi online, Senin, 8 Juni 2020, yang menyebut sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial persis dengan manifesto PKI yang pernah dibawakan oleh DN Aidit pada tahun 1963, kata dia perlu diuji secara akademis.

"Harus diuji secara akademis, semakin banyak masukan dan semakin kuat uji akademisnya maka RUU HIP akan semakin baik. Tidak perlu resisten dengan saran dari berbagai pihak. Kata kuncinya dialog dengan semua pihak perlu dilakukan untuk menyempurnakan RUU HIP," kata Stanislaus.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) akan memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa dan tidak akan memberi celah bagi ajaran komunisme ataupun Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk bangkit lagi.

"Justru kita berharap RUU itu akan semakin memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa. Walaupun di dalamnya (RUU HIP) belum mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, bukan berarti menafikan keberadaan TAP tersebut," kata Bamsoet, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 29 Mei 2020. []

Berita terkait
Sorot RUU HIP, FPI: Konyol Memaksakan Ideologi Jadi UU
Front Pembela Islam (FPI) menilai DPR telah berlaku konyol lantaran membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Munarman FPI Cium Ada Agenda Komunis di Balik RUU HIP
Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mencium adanya agenda komunis dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Negara (RUU HIP).
TAP MPRS Tak Masuk RUU HIP, Indikasi Bangkitkan PKI?
Mardani Ali Sera menegaskan, tidak adanya TAP MPRS membuat masyarakat berpendapat bahwa hal tersebut bertujuan untuk membangkitkan PKI.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.