LBM PWNU Gelar Diskusi Soal Keturunan PKI dalam Perspektif Islam

LBM PWNU DKI Jakarta menggelar Diskusi dan Bahtsul Masail, Tabayun dan Islah Kebangsaan: Membincang Keturunan Anggota PKI dalam Perspektif Islam.
Ketua PBNU Muhammad Imam Aziz. (Foto: Tagar/Alif)

Jakarta -  Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar Diskusi dan Bahtsul Masail, 'Tabayun dan Islah Kebangsaan: Membincang Keturunan Anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Perspektif Islam'.

Salah satu narasumbernya KH. Muhammad Imam Aziz, Ketua PBNU dan Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia. Dimoderatori oleh KH. Mukti Ali Qusyairi (Ketua LBM PWNU DKI Jakarta). Pembawa acara Ibu Nyai Izza Farhatin Ilmi.

Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Dr. KH. Samsul Ma’arif (Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta), KH. Taufiq Damas (Katib PWNU DKI Jakarta), KH. Asnawi Ridwan (Sekretaris LBM PBNU dan Perumus LBM PWNU DKI Jakarta), Ibu Nyai Dallia Hadirotal Qudsiyah, Kiai Ahmad Fuad, Kiai Ali Mursyid, Kiai Ahmad Hilmi, Kiai Saepullah.

Kemudian KH. Roland Gunawan, KH. Ahmad Suyuthi, Kiai Agus Hudlori, Kiai Ade Pradiansyah, Kiai Didit Sholeh, Ustadz Fairuz Abadi, Ustadz Azmi Abubakar, dan Ustadz Imam Shobarul Azim.

“LBM ini sangat bangus merespon persoalan aktual terkait stigma negatif kepada anak keturunan PKI. Padahal Islam menghormati dan mengangkat harkat martabat seluruh umat manusia termasuk keturunannya, sekalipun bisa jadi mereka itu dilahirkan dari orangtua yang pernah melakukan kesalahan,” ucap KH Samsul Ma’arif, Senin, 4 Oktober 2021.


Peristiwanya hanya terjadi di Jakarta akan tetapi dampaknya luar biasa terjadi di seluruh Indonesia terjadi penangkapan di mana-mana, dan disebutkan dalam sebuah laporan bisa mencapai 500 ribu sampai 1 juta jiwa yang meninggal.


Semetara itu, menurut KH. Taufiq Dama Gus Dur meruakan salah satu tokoh yang dapat melihat hal ini. NU maupun PKI adalah korban keadaan, sebagaimana dikatakan Gus Dur.

“Hanya Gus Dur tokoh yang jernih melihat permasalahan ini. NU maupun PKI adalah korban keadaan, sebagaimana dikatakan Gus Dur. Maka LBM PWNU DKI Jakarta ini bagus sekali mengangkat persoalan dengan narasi yang lebih obyektif, bukan berarti kita pro PKI. Agar kita menatap dengan kepala tegak pada sejarah yang ada, bukan dengan marah dan kecewa, serta melangkah ke depan dengan positif dan optimis," ujarnya. 

Disamping itu, KH. Imam Aziz mengatakan ada tiga yang penting diamati, yaitu  Gerakan 30 September Gerakan mulai 1 Oktober yang disebut dengan GESTOK, dan dampaknya.

"Peristiwanya hanya terjadi di Jakarta. Akan tetapi dampaknya luar biasa terjadi di seluruh Indonesia. Terjadi penangkapan di mana-mana, dan disebutkan dalam sebuah laporan bisa mencapai 500 ribu sampai 1 juta jiwa yang meninggal, sedangkan yang dipenjara tanpa proses pengadilan bisa lebih dari 1 juta," katanya. 

Berdasarkan penelitian dan advokasi Kiyai Imam Aziz menyatakan bahwa “bukan ‘benturan’ akan tetapi yang terjadi adalah ‘dibenturkan’ antar masyarakat, antar ormas Islam dengan orang-orang PKI. 

Algojo dalam pembunuhan tidak mungkin terjadi kecuali oleh seorang yang terlatih atau seorang yang dilatih, dan tidak mungkin dilakukan oleh para kiyai atau masyarakat biasa yang tidak dilatih. 

Sebab para kiyai tidak mungkin melakukan peperangan karena tidak dalam keadaan perang, dan kalaupun keadaan perang ada aturan-aturannya, serta di mana-mana banyak dijumpai fakta para kiyai melarang umatnya membunuh orang-orang PKI bahkan melindungi agar tidak diserang”.

Ketua LBM PWNU DKI Jakarta Mukti Ali Qusyairi menjelaskan bahwa tema ini penting didiskusikan sesuai dengan momentum September-Oktober masyarakat Indonesia ramai membicarakan peristiwa memilukan yang pernah terjadi, G 30 S PKI. 

Selain itu, lanjutnya, Gus Dur sudah memulai dengan ide rekonsiliasi dan ditindaklanjuti KH. Imam Aziz dengan mendirikan SYARIKAT (Santri untuk Advokasi Masyarakat) Indonesia yang konsen advokasi dan upaya mewujudkan rekonsliasi antar keturunan PKI dan masyarakat muslim, khususnya warga Nahdliyyin. 

"Akan tetapi perspektif keagamaan dalam level Bahtsul Masail belum digelar. Karena itu bahtsul masail yang diadakan LBM PWNU DKI Jakarta ini untuk mengisi kekosongan tersebut," ucapnya.

Dalam forum webinar, para kyai dapat menjawab dua pertanyaan penting, yaitu apakah anak cucu keturunan anggota PKI ikut memikul beban dosa dan kesalahan orangtuanya? Bagaimana hukumnya mensetigma negative kepada keturunan PKI?

Para kyai merumuskan jawaban keagamaan yang pertama, bahwa anak cucu keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak terbebani dan tidak menanggung dosa dan kesalahan orangtuanya di masa lalu. Sebab, menurut Kiai Ali Mursyid bahwa “dalam pandangan Islam tidak ada dosa turunan. Sebagaimana dalam QS al-Fathir:18, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”. 

Berdasarkan penjelasan seluruh kitab tafsir al-Quran dikatakan bahwa dosa setiap orang akan dipikul oleh dirinya masing-masing. Sehingga dosa orangtua akan dipikul oleh orangtua itu sendiri, dan dosa anak akan dipikul oleh anak sendiri. Dosa orangtua tidak dibebankan kepada anaknya.

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, fitrah. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam hadis “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih dari dosa)," ucap Kiai Ahmad Hilmi.

Untuk persoalan kedua, KH. Asnawi Ridwan memberikan rumusan jawaban bahwa tidak boleh memberikan label atau stigma negatif kepada anak cucu keturunan dan para penyintas PKI yang tidak mewarisi ideologi komunis, karena penyematan ‘anak PKI’ dan panggilan negatif sejenisnya yang mengandung ejakan sangatlah menyakitkan dan menyinggung perasaan serta pembunuhan karakter seseorang yang diharamkan dalam pandangan Islam. 

"Hal ini berdasarkan QS al-Hujuraat: ayat 11, “dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan”, dan ayat 12, “dan janganlah menggunjing satu sama lainm" ujarnya.

Kiai Asnawi juga menambahkan penjelasan Imam An-Nawawi di dalam kitab al-Adzkar yang menyatakan bahwa para ulama bersepakat atas keharaman menyematkan julukan buruk kepada anak karena sifat buruknya ayah atau ibunya. 

"Di samping itu, stigma negatif kepada seseorang termasuk melanggar HAM (Hak Asasi Manusi) yang dalam perspektif Islam melanggar salah satu tujuan universal syariat Islam yaitu al-hifdzu al-‘irdz (menjaga harga diri)," katanya.

Kiyai Mukti Ali Qusyairi pun menguatkan bahwa dalam hadits Nabi pun terdapat larangan para sahabat menstigma negatif terhadap Durroh bin Abu Lahab dan Ikrimah bin Abu Jahal yang kalau itu sudah masuk Islam dan menjadi Muslimah yang taat. Karena keduanya adalah putri seorang tokoh yang semasa hidupnya penentang keras dan memusuhi Nabi Muhammad SAW. []

Berita terkait
Nenek Reza Rahadian Hilang Saat G30S/PKI, Ini Penjelasannya
Reza Rahadian baru-baru ini mengungkapkan bahwa dahulu neneknya hilang karena peristiwa G30S PKI.
G30S PKI : Kronologi Tewasnya Jenderal Ahmad Yani
Dalam kejadian tersebut, seluruh keluarga menjadi saksi atas tewasnya Jenderal Ahmad Yani. Termasuk si anak bungsu yang bernama Edi Yani.
Kisah 7 Pahlawan Revolusi Korban G30S PKI
Ada 7 petinggi militer yang menjadi korban G30S PKI, sebagian dibunuh di rumah masing-masing. sebagian diculik, lalu disiksa hingga tewas.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.