Jakarta - Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta menjawab soal belum tertangkapnya eks caleg PDIP Harun Masiku yang diduga melarikan diri ke Singapura, karena dilatari antara Indonesia-Singapura belum memiliki perjanjian ekstradisi.
Hal itu menjadikan Indonesia tidak bisa meminta Singapura menyerahkan orang-orang yang tersangkut perkara hukum di dalam negeri dan kabur ke negara tersebut.
Proses pengejaran Nazaruddin juga tidak sebentar, saya kira tidak bisa dibandingkan dengan Harun (Masiku).
Baca juga: Mahar Politik Harun Masiku Bukan Hal Baru di DPR
Tersangka kasus korupsi BLBI Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim, tersangka korupsi BLBI Bank Modern Samadikun Hartono, tersangka korupsi BPUI Sujiono Timan, hingga tersangka korupsi Cessie Bank Bali Djoko S Tjandra, hanya segelintir dari puluhan buronan Indonesia yang menjadikan Singapura sebagai lokasi persembunyian koruptor.
Stanislaus kemudian membandingkan pengejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin yang saat itu melarikan diri ke Cartagena, Kolombia. Menurutnya, dua konteks ini tidak bisa disamakan.
"Proses pengejaran Nazaruddin juga tidak sebentar, saya kira tidak bisa dibandingkan dengan Harun (Masiku)," ujar Stanislaus kepada Tagar, Kamis, 16 Januari 2020.
Dia menjelaskan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan pengejaran Harun dengan M Nazaruddin. Salah satunya adalah peraturan hukum negara tempat keduanya berada.
Jadi, kata dia, komisi antirasuah tidak bisa bekerja sendiri. Bahkan, harus melibatkan Interpol. Diperlukan tahapan proses untuk menangkap koruptor yang melarikan diri ke luar negeri.
"Apakah hukum negara tersebut memperbolehkan ada tindakan hukum dari negara lain? KPK tidak bisa serta merta menangkap. Harus melibatkan Interpol dan Mabes Polri. Ini perlu proses," ucapnya.
Selain faktor negara keberadaan, Stanislaus juga menyarankan aparatur negara di Indonesia untuk berkoordinasi dengan otoritas keamanan negara lain dalam upaya pengejaran dan penangkapan terhadap tersangka koruptor.
"Nazar kan Interpol terlibat. Melibatkan Interpol, Kemenkumham, dan Kejaksaan Agung. Waktu itu (penangkapan) Nazaruddin memang kerja sama lembaganya sangat bagus," katanya.
Dalam kasus korupsi proyek Wisma Atlet, M Nazaruddin ditangkap di Cartagena, Kolombia, pada Minggu, 7 Agustus 2011 silam. Pada saat itu, diketahui Indonesia dan Kolombia juga belum memiliki perjanjian ekstradisi sebagaimana saat ini Indonesia dengan Singapura.
Baca juga: Polri Gandeng Singapura Kejar Harun Masiku
Sebelumnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencatat Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada Senin 6 Januari 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F. Sompie mengatakan adanya surat permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Harun Masiku yang dikirim oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, akan memudahkan pemulangan kader PDIP itu ke Indonesia.
Bisa kepolisian melalui jalur Interpol, ada red notice yang bisa digunakan juga. Hal itu semua prosesnya itu dikerjasamakan.
"Surat permintaan atau surat perintah untuk pencegahan ini bisa berfungsi untuk memudahkan (pemulangan) WNI yang dinyatakan dicegah ke luar negeri itu," kata Ronny di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020, dilansir Antara.
Ronny mengatakan pihaknya terus melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk memulangkan Harun Masiku ke Tanah Air.
Namun, dia enggan membocorkan langkah apa yang akan dilakukan pihaknya untuk menyeret pulang mantan calon anggota DPR RI dari PDIP asal Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I itu.
"Bagaimana proses dan taktiknya? Tentu itu menjadi sebuah informasi yang dikecualikan, dan nanti kami akan informasikan lebih lanjut," ujar Ronny.
Akan tetapi, menurut dia, yang jelas kalau untuk memulangkan Harun Masiku harus ada kerja sama lintas instansi, lintas kementerian, lembaga, atau tidak hanya Imigrasi.
"Bisa kepolisian melalui jalur Interpol, ada red notice yang bisa digunakan juga. Hal itu semua prosesnya itu dikerjasamakan," katanya menambahkan.
KPK telah menetapkan empat tersangka dugaan suap soal proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
Keempat tersangka itu adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Selain Wahyu, Tio, dan Saeful, hingga kini KPK belum dapat membekuk Harun Masiku yang dikabarkan berada di Singapura sebelum KPK melakukan operasi penangkapan. []