Pemprov DKI Bingung Soal Mal Minta Ganti Rugi Banjir

Pemprov DKI Jakarta kurang memahami tuntutan ganti rugi yang dilayangkan pengusaha mal menyusul banjir Jakarta mengganggu operasional mal.
Banjir merendam kawasan Universitas Trisakti di Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Rabu, 1 Januari 2020. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan serta buruknya sistem drainase di kawasan tersebut. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kurang memahami tuntutan ganti rugi yang dilayangkan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HPPBI) menyusul operasional sejumlah mal terpaksa dihentikan akibat banjir di Jakarta.

Kalau APBD itu kan ada nama, nomenklatur, angka. Bagaimana kita membayar sesuatu yang tidak ada.

"Kompensasi bagaimana?" kata Sekretaris Daerah Saefullah di Balai Kota, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.

Dia menjelaskan, setiap pengeluaran termasuk pembayaran kompensasi banjir dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus jelas komponen anggarannya. Sementara APBD DKI Jakarta 2020 telah ditentukan rinciannya.

"Kalau APBD itu kan ada nama, nomenklatur, angka. Bagaimana kita membayar sesuatu yang tidak ada," katanya.

Banjir JakartaKendaraan melintasi banjir di kawasan Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Rabu, 1 Januari 2020. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan serta buruknya sistem drainase di kawasan tersebut. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Sementara pihak HPPBI telah mengirimkan surat kepada Pemprov DKI untuk mengajak Pemprov DKI membahas kerugian yang dialami pengusaha mal di Jakarta.

Mall Cipinang, Jakarta Timur, dan Lippo Puri Mall, Jakarta Selatan misalnya, terpaksa tutup sepekan lebih lantaran banjir yang mengepung gedungnya. Sedangkan Mall Taman Anggrek tutup karena pembangkit listriknya rusak setelah terendam banjir.

Menurut Ketua HPPBI, Budi Hardjo, kerugian yang dialami pengusaha mal mencapai Rp 15 miliar. Kerugian itu timbul akibat tutupnya jam oprasional mal selama hampir setengah bulan.

Belakangan Ketua HPPBI meluruskan pernyataanya soal ganti rugi. Dia menyatakan, pihaknya hanya meminta diskon keringanan pajak dari Pemprov DKI.

Kompensasi yang diharapkan pengusaha di mal, kata Budi, berupa pengurangan kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas biaya sewa yang harus dibayarkan pemilik toko. Pada kenyataannya, pemilik toko harus membayar biaya sewa setidaknya sampai 10 hari pascabanjir padahal selama itu mal tidak beroprasional.

Sekda DKI mengaku belum menerima penjelasan detail dari pemohon kompensasi, termasuk keringan pajak. Selama belum menerima permohonan resmi, Saefullah ogah memikirkannya. "Belum kepikiran, belum ada surat masuk," ujarnya.

Jika menerima surat permohonan, Sekda berjanji akan mempelajarinya. Tentunya, ia tak dapat langsung memutuskan hasilnya. "Kalau ada surat, kita baca, kita diskusikan, ditanya kiri kanan, karena menyelenggarakan pemerintahan kan bukan karena satu orang, tapi ada organisasi, kepala daerah, BPK," tuturnya. []

Berita terkait
Banjir di Jakarta Produksi Sampah 50 Ribu Ton
Banjir yang mengepung Jakarta pada awal tahun 2020 menyebabkan sampah sebanyak 50 ribu ton.
Kampung Pulo Banjir Parah, Bantuan Logistik Nihil
Warga Kampung Pulo Jakarta Timur belum menerima bantuan logistik yang mendesak karena air masuk rumah warga dengan tinggi di atas pintu.
Derita Warga Tamansari Bandung Tumpah di Jakarta
Pemkot Bandung menggusur paksa rumah warga Tamansari. Niat itu berbuntut derita. Masjid menjadi tempat tinggal baru menggantikan yang lenyap.