Pemerintah - DPR Diminta Serahkan File Final UU Omnibus Law

Pratama Persadha meminta Pemerintah dan DPR segera memberikan file final Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat.
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 7 Oktober 2020. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. (Foto: Antara/Novrian Arbi)

Jakarta - Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi dari CISSReC, Pratama Persadha meminta Pemerintah dan DPR segera memberikan file final Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat.

Pratama mengatakan, saat ini sedang terjadi perang wacana di media sosial. Sebab, Pemerintah dan DPR belum mengeluarkan UU Cipta Kerja secara resmi.

Sekarang untuk menjawab berbagai konten dari dua kubu yang juga saling serang dengan tuduhan hoaks, pemerintah dan DPR harus segera memberikan file final omnibus law

"Sehingga yang terjadi di masyarakat khususnya lewat medsos adalah konten kritik dan pembelaan yang sebenarnya juga tidak jelas apakah bersumber dari UU yang final atau draft. Karena itu baik DPR dan Pemerintah perlu membuka diri, memberikan file final ke masyarakat," kata Pratama dihubungi Tagar, Kamis, 8 Oktober 2020.

Dia menegaskan, perang di media sosial perihal UU ini sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, berbagai meme dan video ditampilkan untuk mendapatkan kepercayaan publik.

Pratama berpandangan, bila dibiarkan kondisi ini bisa kembali membelah masyarakat. Lantas, ia mengatakan jalan satu-satunya agar tidak terjadi perdebatan di tengah masyarakat, file final UU Cipta Kerja harus diperlihatkan.

"Sekarang untuk menjawab berbagai konten dari dua kubu yang juga saling serang dengan tuduhan hoaks, pemerintah dan DPR harus segera memberikan file final omnibus law ke masyarakat. Kondisi di medsos dengan berbagai isu yang beredar harus diantisipasi tidak hanya oleh pemerintah namun juga semua elemen bangsa," ujarnya.

Terlepas dari perdebatan substansi omnibus law, kata dia, semua pihak harus menahan diri dan menghimbau untuk tidak membuat kerusakan baik di lapangan maupun di ruang digital.

"Diketahui web DPR diretas dan ini bisa menimbulkan gelombang hacktivist yang mengerikan. Bisa terjadi saling retas antar web dan antar akun media sosial. Semoga ini tidak terjadi karena akan memperkeruh suasana," kata Pratama.

Sebelumnya, pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai pemerintah kurang merespons provokasi media sosial terkait banyaknya penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Stanislaus berpandangan, jika narasi terhadap isu ini dibiarkan beredar begitu saja di media sosial, maka efek negatif di kalangan masyarakat akan semakin meluas.

"Iya pemerintah nampak kurang respons terhadap narasi-narasi di sosial media. Ketika dibiarkan oleh pemerintah maka publik akan menganggap itu benar. Ini yang cukup berkontribusi memanaskan situasi," kata dia dihubungi Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.[]

Berita terkait
Demo Tolak Omnibus Law di Kudus: DPR Harus Dirukiah
Sejumlah elemen mahasiswa dan buruh di Kudus menggelar aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Ciptaker di Gedung DPRD Kudus.
Pakar Tanggapi Saran Din Syamsuddin Soal Gugat UU Cipta Kerja
Pakar hukum tata negara Prof M Fauzan menanggapi deklarator KAMI, Din Syamsuddin soal gugatan class action dan judicial review soal UU Cipta Kerja.
Soal Cipta Kerja, Pemerintah Dinilai Tak Sengsarakan Rakyat
Wawan Purwanto menegaskan bahwa pemerintah melalui pembentukan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja tidak ingin menyengsarakan masyarakat.
0
Sidang Isbat Digelar Hari Ini, Penentuan Tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H
Sidang isbat penentuan tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H akan digelar oleh Kementrian Agama (Kemenag) pada Rabu, 29 Juni 2022.