NU: Kekeliruan Praktik Poligami dalam Hukum Islam

Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Taufik Damas mengatakan sejarah praktik poligami yang sering disalah artikan.
Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Taufik Damas. (Foto: Tagar/Dok NU)

Jakarta – Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Taufik Damas menyampaikan sejarah sebenarnya dalam praktik poligami yang sering disalah artikan oleh masyarakat awam. 

Ia mengatakan jauh sebelum praktek poligami berlangsung, manusia pertama, yaitu Adam hanya memiliki satu istri bernama Hawa, hingga akhirnya pada jaman jahiliyah seorang laki-laki bisa memiliki istri hingga puluhan. Hingga agama Islam hadir untuk mengkoreksi dan membatasi hanya boleh memiliki empat istri. 

Poligami merupakan sistem perkawinan yang salah satu pihak melakukan perkawinan dengan beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan, sebenarnya hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.


Seperti fikih kontemporer ulama saat ini hanya mengatakan bahwa poligami itu boleh tapi tidak boleh dilakukan secara sembarangan.


Taufik DamasWakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Taufik Damas bersama tim Tagar TV. (Foto: Tagar/Selfiana)

Taufik sangat menyayangkan pada orang-orang yang seolah-olah beranggapan bahwa surat An-Nisa ayat tiga menjadi landasan orang untuk melakukan poligami. 

“Padahal ayat itu adalah untuk membatasi praktik poligami yang pada saat itu lebih dari empat, yaitu ada yang 10, hingga belasan sehingga ketika ada orang yang masuk islam yang dia punya istri lebih dari empat harus dikurangi sesuai dengan perintah pada ayat tersebut,” ujar Taufik saat diwawancarai tim Tagar TV, Rabu, 16 Juni 2021. 

Sangat disayangkan saat ini, kata Taufik, banyak orang yang menjadikan ayat tersebut sebagai landasan untuk berpoligami, jika dilihat dari kajian fikih tidak ada yang menjadikan ayat tersebut menjadi landasan kewajiban atau mensunnahkan poligami. 

“Seperti fikih kontemporer ulama saat ini hanya mengatakan bahwa poligami itu boleh tapi tidak boleh dilakukan secara sembarangan, jadi tidak boleh melakukan secara semena-mena,” ujarnya.

Pada dasarnya islam sendiri menjunjung tinggi semangat monogami bukan poligami. “Poligami sangat dilarang kecuali kondisi darurat, apalagi secara faktual praktik poligami seringkali terjadi ketidakakuran dan keretakan rumah tangga,” kata Taufik. 

Taufik sendiri sering menemukan kasus ketidakakuran yang terjadi dari istri maupun anak-anak korban poligami, sehingga terjadi perselisihan terlebih menyangkut pada harta warisan.

Permasalahan tersebut yang seharusnya menjadi pertimbangan laki-laki bahwa tidak selamanya praktik poligami berjalan mulus, karena bisa saja akan terjadi perpecahan dalam keluarga ke depannya. 

Taufik mengatakan bahwa perlu dipertegas kembali bahwa kata sunnah dalam istilah yang menyangkut sejarah, dengan sunnah dalam hukum islam atau fikih itu maknanya berbeda. 

“Jadi jika ada yang mengatakan poligami sunnah Nabi itu benar, tetapi dalam hukum fikih sebenarnya tidak ada sehingga banyak orang yang beralasan melakukan poligami dengan sunnah Nabi padahal dalam hukum islam sebenarnya tidak ada yang mensunnahkan poligami,” ucapnya.

Taufik juga mengatakan bahwa saat ini marak adanya praktik kampanye poligami yang dilakukan oleh sekelompok orang, berisi tentang bagaimana caranya melakukan praktik poligami dengan aman dan nyaman hal itu merupakan kekeliruan yang besar. 

“Saat ini banyak yang menganggap bahwa poligami itu sebagai identitas religuisitas. Nah, itu sangat keliru, itu hanya berhukum boleh tapi melakukannya tidak boleh sembarangan,” ujar Taufik.

Di dalam ayat An-Nisa, kata Taufik, sebenarnya sudah dijelaskan bahwa, 'nikahilah perempuan yang baik itu dua, tiga, atau empat. Kalau kalian khawatir tidak bisa bersikap adil terhadap istri yang lebih dari satu maka cukup nikahilah satu istri'. 

Sedangkan yang menilai adil ini adalah orang yang merasakan, yaitu seorang istri, bukanlah dari pandangan pelaku poligami yaitu suami. 

“Nah faktanya siapa sih perempuan yang mau di poligami kan pasti setiap perempuan tidak akan rela di poligami, jika pun ada itu mungkin karena hal lain,” ujar Taufik.

Poligami yang dilakukan tanpa alasan darurat apalagi sekedar hasrat seksual laki-laki, maka hal ini dapat dikatakan sebagai pelecehan pada perempuan. Karena sejatinya agama islam sendiri sangat menghormati perempuan dan bagi laki-laki maka harus mendengarkan suara hati perempuan. 

Taufik juga menyarankan bagi orang yang ingin melakukan praktik poligami sebaiknya dipikirkan kembali keputusannya dan memperhatikan perasaan istri jika dipoligami. 

“Terlebih pada orang-orang yang normal seperti sudah memiliki anak dan kebahagiaan lain maka sebaiknya hindari niatan untuk berpoligami, dan suami harus menghargai perasaan seorang istri,” ujarnya. []

(Selfiana)

Berita terkait
Abu Janda Tak Ada Niat Hina Islam, Kata Kiai BKN Nahdlatul Ulama
Kiai dan Ustaz Nahdlatul Ulama kata Ketua BKN telah terima klarifikasi dan permohonan maaf. Pihaknya yakin Abu Janda tak ada niat hina Islam.
Presiden Jokowi: Selamat Ulang Tahun Nahdlatul Ulama
Pada hari lahir NU yang ke-95, Presiden Joko Widodo sampaikan ucapan selamat ulang tahun dan harapannya.
Nahdlatul Ulama Tolak Kampanye Anti Vaksin
Tokoh Nahdlatul Ulama KH Ahmad Ishomuddin menyampaikan, pihaknya menolak adanya kampanye-kampanye menolak vaksin.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.