Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menilai isu komunis muncul dalam polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) lantaran persepsi politik. Oleh karena itu, isu itu belum tentu terkandung dalam RUU HIP secara faktual.
"Belum tentu benar, ini kan soal persepsi politik," kata mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini kepada Tagar, Senin, Senin, 29 Juni 2020.
Jimly berpendapat situasi politik di dalam dan luar negeri ikut memicu lahirnya isu komunis dalam polemik RUU HIP. Perang ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok akhir-akhir ini, kata dia, turut menyumbang lahirnya persepsi itu dalam masyarakat.
Jadi campur aduk. Ini semua berkecamuk dengan sikap anti-PKI, anti-Cina.
Di sisi lain, kata Jimly, Indonesia bertumpu pada Beijing dalam investasi ekonomi. Kini Negeri Tirai Bambu ini dipimpin oleh Presiden Xi-Jinping dari Partai Komunis Tiongkok
"Padahal Indonesia pernah trauma dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)," ujarnya.
Persepsi itu kian menguat lantaran tenaga kerja dari Cina merajalela di Indonesia. Sementara masyarakat Indonesia sendiri kesulitan mencari kerja.
"Jadi campur aduk. Ini semua berkecamuk dengan sikap anti-PKI, anti-Cina, dan ketidakadilan di bidang ekonomi. Semuanya menyelusup dalam isu RUU HIP. Tapi soal benar atau tidak, ya belum tentu benar," katanya.
Di Badan Legislasi DPR, RUU ini telah disepakati untuk dibahas. Namun kini terhenti lantaran berbagai elemen di masyarakat menolaknya.
Baca juga:
- Pakar: Istana dan Senayan Saling Ngeles Soal RUU HIP
- Demo RUU HIP Jilid 2, Ruhut Sitompul: Masih Berani?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), contonya, meminta RUU ini dicabut dari program legislasi nasional (Prolegnas). Musababnya, RUU mengandung unsur komunisme.
PA 212 bersama ormas lain kemudian menggelar demonstrasi di kompleks DPR untuk menolak RUU HIP. Gabungan ormas ini mengatasnamakan Aliansi Antikomunis.
"Penyusupan unsur komunisme dalam RUU HIP sangat besar sehingga hampir semua fraksi menandatangani draf RUU HIP kecuali PKS dan Demokrat," ucap juru bicara PA 212 Novel Bamukmin kepada Tagar.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Prolegnas prioritas 2020. Ia mengatakan, nasib pembahasan RUU HIP kini berada di tangan pemerintah.
"DPR sudah ada aturannya, jika RUU sudah diambil keputusan di Rapat Paripurna maka untuk membatalkannya harus di paripurna. Lalu saat ini RUU HIP sudah masuk ranah pemerintah maka tunggu pemerintah karena saat ini domainnya bukan di DPR," kata Willy di Jakarta, Jumat.
Tapi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah menyatakan pemerintah menolak RUU HIP. Mahfud lalu melempar kembali masalah ini kepada DPR sebagai inisiator.
"Jadi sudah dikembalikan ke DPR untuk dibahas," kata Mahfud di Medan, kemarin.[]