Pakar: Istana dan Senayan Saling Ngeles Soal RUU HIP

DPR dan Istana buang badan setelah RUU HIP menuai penolakan di masyarakat. Jimly Asshiddiqie menyarankan keduanya berunding dan tidak saling ngeles
Mantan ketua MK, Jimly Asshiddiqie saat menghadiri silaturahmi ICMI DIY di DPD RI perwakilan DIY jalan Kusumanegara Yogyakarta, Sabtu 29 Juni 2019. (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Jakarta- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah saling melempar tanggung jawab terkait kelanjutan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Senayan mengaku menunggu surat presiden (surpres) mengenai RUU HIP sementara pemerintah mengklaim telah mengembalikan masalah ini kepada DPR sebagai inisiator.  

"Jangan saling ngeles," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie kepada Tagar, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.

Jangan saling ngeles

Menurut Jimly, Senayan dan Istana tak perlu menyikapi polemik RUU HIP terlalu formalistik. Meskipun DPR inisiatornya, kata dia, pemerintah juga dapat berinisiatif untuk menghentikan pembahasan RUU HIP.

"Harus ada komunikasi politik, bagaimanapun pemimpin di suatu negara itu ialah eksekutif," ujar mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini. 

Presiden Jokowi, misalnya, dapat memanggil pimpinan DPR ke Istana. Kedua pimpinan lembaga berunding bersama dalam rangka menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait RUU HIP yang mengundang banyak kritik dan penolakan. 

"DPR dan pemerintah duduk bersama dan dapat memutuskan bersama," ucapnya. 

Presiden juga dapat mengundang para pimpinan partai ke Istana. Fenomena yang sebetulnya sudah sering dilakukan oleh Jokowi selama berkuasa. 

"Jadi Presiden ambil inisiatif , berunding dengan partai koalisi," ujarnya. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah ormas Islam lain menegaskan RUU HIP harus dicabut dari program legislasi nasional (Prolegnas). Pada 26 Juni 2020, sejumlah ormas tergabung dalam Aliansi Antikomunis menggelar demonstrasi menolak RUU HIP di kompleks DPR.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan secara lisan pemerintah pun menolak RUU HIP. Ia lalu menyerahkan DPR sebagai inisiator untuk ditindaklanjuti.    

"Jadi sudah dikembalikan ke DPR untuk dibahas," katanya. 

Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Prolegnas prioritas 2020. Ia mengatakan, nasib pembahasan RUU HIP kini berada di tangan pemerintah. 

"DPR sudah ada aturannya, jika RUU sudah diambil keputusan di Rapat Paripurna maka untuk membatalkannya harus di paripurna. Lalu saat ini RUU HIP sudah masuk ranah pemerintah maka tunggu pemerintah karena saat ini domainnya bukan di DPR," kata Willy di Jakarta, Jumat. 

Dia mengatakan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sudah menjelaskan bahwa pemerintah punya waktu 60 hari kerja setelah DPR mengirimkan RUU HIP. Menurut Willy, sebelum batas waktu itu, pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (surpres), isinya bisa membatalkan atau menindaklanjuti RUU HIP. 

"Sebelum batas waktu itu pemerintah akan kirimkan Surpres, bisa membatalkan, bisa tindaklanjuti, bahkan Surpres tanpa Daftar Inventarisir Masalah (DIM) pun tidak bisa dibahas," ujarnya.  []

Baca juga:

Berita terkait
PA 212 Ancam Duduki DPR Saat Demo RUU HIP Jilid 2
PA 212 belum puas dengan sekali demonstrasi di DPR. Musababnya, pembahasan RUU HIP belum dicabut.
Demo RUU HIP Jilid 2, Ruhut Sitompul: Masih Berani?
Politisi PDIP Ruhut Sitompul menentang nyali pendemo RUU HIP untuk menggelar aksinya kedua.
Materi RUU HIP Menjiplak Anggaran Dasar PDIP
Sebagian materi RUU HIP mencontek isi AD ART PDIP. Menurut Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, ini bermasalah.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.