Materi RUU HIP Menjiplak Anggaran Dasar PDIP

Sebagian materi RUU HIP mencontek isi AD ART PDIP. Menurut Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, ini bermasalah.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. (Foto: Antara/Rangga Pandu Asmara Jingga)

Jakarta- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menyebut ada materi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang menjiplak Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD ART) PDIP. Jimly merujuk pada Bab II Pasal 7 RUU HIP yang kemudian isinya memancing polemik di masyarakat.

"Orang baru menyadari ini (Pasal 7 RUU HIP) adalah Anggaran Dasar PDIP," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Tagar, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.

Pada awalnya, Jimly mendukung RUU HIP ini masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas). Ia juga memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Badan Legislasi DPR dalam rangka penyusunan RUU HIP pada 11 Februari 2020. Ketika itu, RDPU dipimpin oleh politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka.

Itu kan versinya PDIP, jangan dipaksakan menjadi putusan nasional

Tapi ketika pembahasannya bergulir di DPR, Jimly menilai semangat RUU HIP melenceng. Masukan yang ia sampaikan pada RDPU juga tidak ditampung dalam draf.

"Padahal ide semula, kita mau membahas pembinaan ideologi Pancasila. Jadi, idenya itu perlu diaturnya pembinaan, bukan ideologi Pancasila-nya yang diutak-atik," ujar mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini. 

Menurut Jimly, PDIP sebagai inisiator RUU HIP ingin membawa kembali Pancasila versi 1 Juni 1945. Dalam AD ART PDIP 2019-2024 Bab II Pasal lima disebutkan: Partai berasaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan jiwa dan semangat kelahirannya pada 1 Juni 1945.

"Padahal Pancasila 1 Juni itu tidak resmi, itu pendapat pribadi Bung Karno," ujarnya.

Kemudian dalam Mukaddimah AD ART PDIP tertulis:

"Partai juga sebagai alat perjuangan untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ber-Ketuhanan, memiliki semangat sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi (TRI SILA), serta alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (EKA SILA)."

Sementara RUU HIP Bab II Pasal 7 RUU HIP berbunyi:

(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

(2) Ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Jimly menegaskan  tak ada yang salah dalam AD ART PDIP. Partai moncong putih ini sah saja mencantumkan Pancasila versi 1 Juni.

"Tapi itu kan versinya PDIP, jangan dipaksakan menjadi putusan nasional," ujar mantan Ketua Dewan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini. 

Ini sama saja dengan partai yang mencita-citakan Pancasila versi 22 Juni  dengan Piagam Jakarta-nya. Menurut Jimly, suatu partai boleh memilih versi 22 Juni.  

"Tapi jika mereka mau menjadikannya public policy resmi dengan undang-undang seperti RUU HIP, ya jangan dong," kata Jimly Asshiddiqie. []

Baca juga:

Berita terkait
PDI Perjuangan Inisiator Pembahasan RUU HIP
PDI Perjuangan berada di balik munculnya pembahasan RUU HIP. Rasa Orde Lama pun dinilai mewarnai RUU yang mengundang polemik ini.
PDIP Bergejolak, Novel Bamukmin: Siaga Ganyang PKI
Novel Bamukmin dan PA 212 tak gentar dengan reaksi massa simpatisan PDIP terhadap pembakaran bendera. Apel siaga ganyang PKI dipersiapkan.
RUU HIP, Upaya Mengganti Pancasila?
Polemik RUU HIP menjadi sorotan publik lantaran disebut-sebut ingin mengganti Pancasila. Jimly Asshiddiqie membenarkan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.