Mencari Berkah Sungai di Bawah Langit Bantaeng

Di sebuah sungai di Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas mencari pasir dan batu. Ada Kamariah, istrinya, setia menemani dan turun tangan.
Muhammad Ilyas, 46 tahun, penambang pasir di Sungai Calendu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Rabu, 24 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Tuhan tidak menjanjikan langit selalu biru. Bahwa bukan hanya kesenangan yang dialami manusia di dunia. Begitu pula dengan hujan, ada hujan rintik-rintik, ada hujan deras. Tanda-tanda alam ini bisa dipelajari dan dikelola dengan cara-cara tertentu, agar saat hujan deras, tidak perlu terjadi banjir yang menyusahkan. Tapi inilah yang terjadi. Banjir bandang di Bantaeng, Sulawesi Selatan, Jumat malam, 12 Juni 2020, menguras banyak air mata, membuat banyak hati terluka.

Banjir bandang menghancurkan banyak rumah, gubuk dan bangunan permanen sama rusaknya, banyak hewan ternak hilang entah ke mana. Arus deras memporak-porandakan sebagian isi kabupaten bertajuk bumi Butta Toa.

Kini banjir sudah berlalu, tapi puing dan sampah masih berserak di mana-mana. Menerbitkan perasaan sedih, mengingat Jumat malam mencekam, orang-orang berlari dengan kepanikan di bawah hujan.

Namun ternyata, seperti hukum alam bahwa selalu ada sisi baik dari setiap peristiwa, ada orang-orang yang diuntungkan dari situasi ini, di antaranya para penambang pasir. 

Banjir bandang menyisakan material bernilai di aliran sungai, khususnya aliran sungai Calendu. Para penambang pasir kini panen di sungai setelah banjir. Air bah yang begitu deras mengalir dari hulu, setelah larut, meninggalkan banyak pasir, bebatuan, dan kerikil. Sungguh berkah bagi para penambang pasir di sungai.

Hari-hari Ilyas

Muhammad Ilyas, 46 tahun, satu di antara penambang pasir tersebut. Tagar menemuinya pada Rabu, 24 Juni 2020. Ilyas tinggal di dekat tanggul aliran Sungai Calendu, di Kampung Lembang-lembang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Ilyas sore itu berada di sungai, separuh badannya terendam air. Sungai yang cukup luas itu surut di beberapa sisi. Ilyas dan beberapa penambang lain, sibuk mengeruk pasir di dasar sungai kemudian mengumpulkannya di bagian sungai yang kering.

Bukan hanya pasir, juga bebatuan tertumpuk di sekitar penambang. Ada dua jenis ukuran batu, yang satu berukuran sebesar bola, satu lagi berbentuk kerikil sebesar bola pingpong. Sedangkan batu dengan ukuran di luar kategori itu seperti tak masuk rumus.

"Yang diambil batu besar saja atau yang kecil sekali, kalau ukuran sedang tidak laku," kata Ilyas. Ia menunjuk dua tumpukan bebatuan yang berbeda ukuran di hadapannya.

Bapak tiga anak ini adalah warga asli Kalimbaung, jaraknya tak sampai satu kilometer dari tempat domisilinya saat ini. Setelah menikah, ia memilih bermukim di kampung Lembang-lembang yang merupakan tempat asal istrinya yang juga dekat dari tempat ia mencari nafkah, yakni di sungai.

Setiap hari begini, pagi sampai sore. Kalau malam terang bulan, saya pasti ke sungai, banyak penambang ke sungai kalau terang bulan.

Sungai BantaengBebatuan dikumpulkan sesuai jenis ukuran di depan rumah Muhammad Ilyas, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Bebatuan itu siap dijual, menunggu pembeli datang, Rabu, 24 Juni 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Ilyas menjalani profesi sebagai penambang pasir sungai selama lebih dari 20 tahun. Sejak ia masih seorang pemuda berstatus lajang sampai saat ini ia menjadi kepala keluarga, menghidupi seorang istri dan dua anak gadis kecil. Rumahnya berjarak 500 meter dari tanggul, mudah baginya untuk akses pulang pergi menuju sungai tempatnya bekerja.

Sekop menjadi kawannya sehari-hari. Mulai pukul 07.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita atau saat senja tiba, ia dan sekopnya bermain di sekitar aliran sungai. Menggali dari sisi sampai ke tengah sungai. Mencari di mana ada pasir, bebatuan, dan kerikil, untuk diambil dan dijadikan duit.

"Setiap hari begini, pagi sampai sore. Kalau malam terang bulan, saya pasti ke sungai, banyak penambang ke sungai kalau terang bulan," tutur pria berkumis ini.

Wajahnya penuh gurat kerut, pertanda ia seorang pekerja keras. Kulitnya legam terpapar matahari, petunjuk bahwa ia berdamai dengan matahari setiap hari. Demi menghidupi anak dan istri tercinta.

Ilyas mengatakan pekerjaannya memang berat, tapi ia bisa menikmatinya. "Ya hidup bukan hanya soal materi, yang penting hati senang."

Tantangan dalam pekerjaan, kata Ilyas, adalah perubahan cuaca yang bisa tiba-tiba. Ketika gerimis datang, ia bergegas meninggalkan sungai, sebelum hujan benar-benar mengguyur. Karena risiko terbesar dari profesinya adalah terseret arus.

"Bukan ular atau buaya yang jadi ancaman, tapi perubahan cuaca. Biasa kita tidak tahu kalau ternyata di gunung hujan, lalu tiba-tiba banjir sampai di sini, itu yang dihindari," tutur Ilyas.

Kamariah Penguat Hati

Kamariah, istri Ilyas, memahami pekerjaan suaminya. Ilyas bersyukur mempunya istri seorang Kamariah. Sore itu Kamarih berada di sisi sungai, menemani suaminya bekerja.

"Bapak pulang ke rumah kalau siang, pas masuk waktu makan, selebihnya itu pasti di sungai saja menggali," kata Kamariah.

Kamariah tidak sekadar hadir menemani. Ia turun tangan, membantu mengangkut bebatuan dengan ember, sedikit demi sedikit, dibawa ke rumah. Ia bersama putrinya bertugas memecah batu. Dengan palu besi, Kamariah memecah bebatuan.

Hasil tambang dibawa ke pengumpul atau ke pengusaha leveransir. Ada pula yang datang, membeli di rumah. Tempat Ilyas biasa menjual hasil tambang, jaraknya dekat sungai tempatnya menambang. 

Material dijual per gerobak. Satu gerobak pasir harganya Rp 30.000, satu gerobak batu ukuran besar harganya Rp 25.000. Satu gerobak kerikil yang dipecah kecil-kecil, harganya lebih mahal, yaitu Rp 40.000.

Ilyas dalam sehari, bisa menambang material, tiga sampai empat gerobak. Biasanya per dua hari sekali ia menjual hasil tambang. Sekali menjual, bisa tujuh sampai delapan gerobak. Dihitung-hitung, penghasilannya Rp 200.000 per dua hari.

Dengan cara bekerja seperti itu, Ilyas bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, sederhana, tidak neko-neko (macam-macam), bisa membiayai sekolah anak.

Setelah banjir Jumat malam itu, Ilyas bisa menambang lebih banyak dari hari-hari biasanya. "Setelah banjir paling banyak bisa sampai lima gerobak sehari, karena banyak pasir bisa diangkat. Tapi kalau hari-hari biasa ya agak susah, karena kalau sudah dalam dikeruk, harus ditinggal, cari lokasi lain." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Sayuran dan Sembako Bertebaran di Yogyakarta, Gratis
Aneka sayuran itu rapi dalam ikatan-ikatan, ada juga bahan pangan dalam kantong digantung. Warga Yogyakarta boleh ambil, gratis, sesuai kebutuhan.
Kisah Udin, Tukang Cukur di Bawah Pohon Beringin Yogyakarta
Dulu saya mulai nyukur saat tarif parkir sepeda motor masih Rp 100, mobil Rp 200. Kisah Udin, tukang cukur di bawah pohon beringin di Yogyakarta.
Bumbu Rahasia Tongseng Kambing di Yogyakarta
Potongan-potongan daging kambing setengah matang tertata di nampan anyaman bambu di sebuah warung tongseng terkenal sangat laris di Yogyakarta.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.