Sayuran dan Sembako Bertebaran di Yogyakarta, Gratis

Aneka sayuran itu rapi dalam ikatan-ikatan, ada juga bahan pangan dalam kantong digantung. Warga Yogyakarta boleh ambil, gratis, sesuai kebutuhan.
Yuli, 41 tahun, warga Kampung Badran, Yogyakarta, memasang canthelan Kagama Care di dekat rumahnya, 17 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Bayangan orang-orang di jalanan masih memanjang ke arah barat, tertimpa sinar matahari yang hanya sedikit menghangati dinginnya pagi. Sebagian orang masih enggan meninggalkan rumah, memilih untuk menikmati teh panas atau kopi.

Namun di salah satu rumah di kawasan Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, suasana sedikit berbeda. Seorang perempuan ditemani asistennya, sudah sibuk menyiapkan kebaikan-kebaikan yang akan ditebar di beberapa lokasi di kotanya.

Bagi perempuan itu, Ekan, 41 tahun, alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pagi adalah waktu untuk memasang canthelan berisi sembako di tempat-tempat yang sudah dia siapkan bersama beberapa rekannya.

Canthelan sembako adalah bantuan yang diberikan kepada warga, caranya dengan di-canthel-kan (digantung). Warga boleh mengambil sesuai kebutuhan.

Awalnya canthelan diinisiasi seorang perempuan alumnus Fakultas Pertanian UGM, Ardiati Bima, 53 tahun, di rumahnya, Dusun Ngrajek Lor, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman pada awal April 2020, untuk membantu warga terdampak Covid-19.

Kebaikan itu pun menyebar ke beberapa lokasi di Yogyakarta, dan dipilih menjadi bagian dari program ketahanan pangan Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) Care.

Program Kagama Care merupakan program kemanusiaan, di antaranya berupa program tanggap bencana bertujuan memberikan bantuan kemanusiaan selama masa tanggap darurat bencana. Juga memberikan bantuan kemanusiaan untuk alumni atau masyarakat luas yang membutuhkan bantuan karena kondisi tertentu.

Selama masa pandemi Covid-19, Kagama Care telah melakukan penggalangan dana dari anggotanya maupun dari berbagai pihak, dan sampai saat ini telah terkumpul sebanyak lebih dari Rp 600 juta. Dana itu digunakan untuk beberapa kegiatan, di antaranya pembuatan hand sanitizer yang dibagikan gratis, pembuatan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan, pembagian sembako dan program ketahanan pangan.

Ini bukan hanya untuk memberi kesempatan mereka memilih apa yang dibutuhkan, tapi juga memberi edukasi untuk mengambil secukupnya, dan tetap memikirkan orang lain, mengingat resource yang limited.
Kagama CareSatu di antara titik lokasi canthelan Kagama Care di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. (Foto: Kagama Care)

Saat ini canthelan Kagama Care sudah menyebar di 119 titik di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya adalah di rumah Ekan.

Beragam sayuran hijau tertata di atas semacam meja kecil di rumah itu. Sebagian masih terbungkus kantong plastik, tergeletak di lantai. Tidak jauh dari sayur-sayuran itu, hanya berjarak belasan sentimeter, terdapat tumpukan beberapa jenis bahan pangan lain.

Bahan-bahan pangan itu nantinya akan dimasukkan ke dalam kantong-kantong plastik, dan di-canthel-kan di tiga tempat yang tersedia di depan rumah tersebut.

Selain canthelan Kagama Care yang didonasikan di sekitar rumahnya, Ekan juga mengelola canthelan Kagama Care di beberapa lokasi lain di Yogyakarta, termasuk di lokasi pinggir Sungai Winongo dan pinggir Sungai Code, dua sungai yang membelah Kota Yogyakarta.

Program-program seperti itu, lanjut Ekan, merupakan wujud dari Jogo Tonggo atau menjaga tetangga, yang dilincurkan Ketua Umum Kagama Ganjar Pranowo.

Di lokasi lain selain di sekitar rumahnya, Ekan menggandeng teman-temannya yang siap membantu menggantungkan canthelan setiap pagi.

Di tangan Ekan, bantuan dalam bentuk canthelan akan dihentikan pada 30 Juni 2020, dan diganti dengan 'Pasar Tiban', yakni sembako dan sayuran yang akan didonasikan tidak lagi dimasukkan dalam kantong plastik dan digantung, tetapi diletakkan di tempat-tempat semacam meja, seperti pedagang sayur di pasar tradisional, tanpa dibungkus plastik.

Selama melaksanakan canthelan dari Kagama Care dan beberapa donatur, Ekan melihat bahwa masing-masing keluarga membutuhkan bahan pangan yang berbeda, sehingga akan lebih beemanfaat jika bahan-bahan pangan itu diletakkan di satu tempat, dan mereka tinggal memilih sesuai kebutuhan.

"Untuk pasar tiban, beberapa titik sudah mulai mendasarkan (meletakkan) canthelan-nya, mengingat kebutuhan per orang atau keluarga bisa jadi berbeda," ucap Ekan yang merupakan perwakilan dari Kagama Care, Kamis pagi, 25 Juni 2020.

Kagama CareSayuran dan aneka bahan pangan yang akan didonasikan pada warga melalui canthelan di kawasan Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta. (Foto: Kagama Care)

Pasar tiban rencananya dilaksanakan sekali dalam sepekan, yakni setiap hari Minggu. Konsepnya hampir mirip dengan Pasar Papringan di Temanggung. Masing-masing orang yang hadir nantinya akan mendapat tujuh lembar kupon.

"Yang hadir mendapat tujuh kupon. Masing-masing boleh memilih tujuh macam barang. Ini bukan hanya untuk memberi kesempatan mereka memilih apa yang dibutuhkan, tapi juga memberi edukasi untuk mengambil secukupnya, dan tetap memikirkan orang lain, mengingat resource yang limited," ujarnya.

Karena pelaksanaannya hanya sekali dalam sepekan, bahan-bahan yang disiapkan pun akan menjadi lebih lengkap. Di lokasi pasar tiban pun akan disiapkan kotak sedekah, untuk memberi kesempatan kepada orang-orang yang ingin berdonasi.

Hingga Kamis, 25 Juni 2020, sudah ada tiga lokasi di Yogyakarta yang sudah pernah mencoba cara pasar tiban, yakni di Karanganyar, Nyamplung, dan daerah Gamping. Sebagian menamai pasar tiban itu dengan warung ikhlas. "Jadi yang perlu bisa ambil sendiri," tuturnya.

Ekan menuturkan, tidak semua lokasi canthelan Kagama Care akan berhenti pada 30 Juni 2020, tergantung pada situasi dan kondisi masing-masing titik. Juga memperhatikan kebutuhan, tenaga, dan dana yang tersedia.

Kagama CareWarga dibiasakan mengambil sendiri bahan pangan sesuai kebutuhan masing-masing. (Foto: Kagama Care)

Warga Mulai Teredukasi

Harapan Ekan agar canthelan bukan sekadar donasi tetapi juga mengedukasi, secara perlahan mulai terwujud. Setidaknya di salah satu lokasi canthelan di kawasan RT 48 RW 11 Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Yogyakarta.

Ekan menggandeng seorang temannya, Yuli, 41 tahun, di kampung itu. Yuli bertugas memasang canthelan sekaligus menjelaskan harapan-harapan dari pelaksanaan program tersebut.

Dia mulai membantu memasang canthelan Kagama Care di dekat rumahnya pada 17 Juni 2020, sebanyak tujuh kantong. Saat ini, jumlah canthelan yang dipasang Yuli mencapai sekitar 30 bungkus per hari.

Awalnya, kata Yuli, beberapa warga yang datang mengambil tidak menerapkan protokol kesehatan, termasuk tidak mengenakan masker. Tapi hari kedua, mereka mulai mengenakan masker dan menjaga jarak.

Yuli mengaku program canthelan itu mendapatkan respons yang sangat bagus dari warga sekitar. Bahkan pada hari ketiga dia memasang canthelan, beberapa warga dan rekannya mulai turut berdonasi. "Ada yang donasi sayuran, ada yang kasih tempe tahu, ada juga yang transfer dana karena dia lokasinya jauh," ucap Yuli.

Bukan hanya sayuran dan bahan kebutuhan pokok, seorang tetangganya di Badran yang berprofesi sebagai pembuat kue, juga mendonasikan makanan ringan buatannya untuk canthelan.

Setiap hari Yuli mengunggah foto-foto tentang canthelan di akun Facebooknya. Di situ Yuli menandai teman-temannya yang turut berdonasi. Tujuannya bukan untuk memamerkan mereka yang turut berdonasi, tetapi untuk menunjukkan bahwa masih banyak orang yang siap berbagi di masa pandemi.

Hingga saat ini hampir setiap hari ada warga atau rekannya yang turut berdonasi. Tetapi sebagian meminta untuk tidak ditandai dalam unggahan Facebook. "Ada beberapa yang enggak mau di-tag, mungkin takutnya jadi riya."

Sejak mulai memasang canthelan, kata Yuli, beberapa kali dia mengalami hal mengharukan. Beberapa kali tetangganya datang mengantarkan sayur matang yang bahannya diambilkan dari canthelan.

"Pernah juga dijapri lewat WA (WhatsApp), dikirimi foto pecel yang bahannya ambil dari canthelan. Kalau gitu rasanya senang," kata ibu tiga anak ini.

Kejadian lain yang menurutnya mengharukan adalah ketika seorang tetangga mendonasikan beras satu kantong plastik berukuran 10 kilogram. Beberapa hari sebelumnya anak dari ibu donatur tersebut dinyatakan reaktif saat rapid tes. Kemudian mereka sekeluarga melakukan karantina mandiri hingga hasil tes swab anaknya diketahui.

Selama karantina mandiri, Yuli beberapa kali membawakan canthelan ke rumahnya. Si ibu kemudian bernazar, jika hasil tes swab anaknya negatif dia akan turut berdonasi. "Alhamdulillah hasil swabnya negatif. Pas tahu negatif, sorenya dia langsung datang bawa beras sekantong untuk donasi canthelan." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Tradisi Jurung Petani Banyuwangi di Tengah Pandemi
Dulu makan nasi jagung dikira tidak mampu, sekarang semua makan nasi jagung. Bahkan orang luar sengaja ke sini cari nasi jagung. Petani Banyuwangi.
Salat Jumat Gaya Baru di Bantaeng Sulawesi Selatan
Orang-orang memakai baju koko, berkopiah, bermasker, dan membawa sajadah. Mereka berjalan menuju Masjid Nurul Jihad di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Kenapa Banjir Selalu Berulang di Bantaeng
Banjir yang selalu berulang di Bantaeng Sulawesi Selatan membuat warga resah. Ada apa sebenarnya. Apa tidak ada yang bisa dilakukan pemerintah.