Jakarta - Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah menyebut mahar dalam sebuah partai politik bukan suatu keanehan. Menurutnya, seorang calon legislatif (caleg) dapat menduduki jabatan strategis karena telah membayar mahar dengan nominal fantastis.
Ya kalau di DPR nanti dapatnya komisi berapa, tergantung posisinya. Semakin strategis posisinya ya pastinya semakin besar maharnya.
"Kalau bicara soal mahar untuk caleg di partai politik itu memang lah syarat. Bukan syarat umum, tapi syarat wajib. Angkanya fantastis, mereka (caleg) akan dimulai dari itu," kata Iskandarsyah saat dihubungi Tagar, Senin, 13 Januari 2020.
Dia mengatakan mahar berlaku untuk semua partai tanpa terkecuali. Besaran mahar yang harus dibayarkan seorang caleg kepada partai akan disesuaikan, tergantung posisi yang dibidik caleg tersebut.
Baca juga: Caleg PDIP Harun Masiku DPO, Ini kata KPK
"Ya kalau di DPR nanti dapatnya komisi berapa, tergantung posisinya. Semakin strategis posisinya ya pastinya semakin besar maharnya," ujarnya.
Hal ini merujuk pada kejadian beberapa waktu lalu, menyusul terkuaknya suap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dengan caleg PDIP Harun Masiku.
Mengenai hal tersebut Iskandarsyah mengaku tidak heran dengan sengitnya perebutan kursi di DPR, terutama untuk proses pengganti antarwaktu (PAW).
Dia menyebut posisi tersebut akan menjadi perebutan caleg yang berada di daerah pemilihan (dapil) yang sama dengan anggota kader satu partai.
"Pastinya partai akan memberi tahu, siapa mau menggantikan ini dan mau bayar berapa, gitu. Tidak langsung akan dipilih," tuturnya.
KPU sempat menjelaskan kronologi permohonan PAW anggota DPR terpilih Fraksi PDIP yang diajukan oleh tersangka suap, Harun Masiku.
Baca juga: KPK Geledah Apartemen Harun Masiku
KPU menjelaskan PDIP mengirimkan surat sebanyak tiga kali. Surat pertama dilayangkan partai tersebut kepada KPU pada tanggal 26 Agustus 2019. Di mana partai moncong banteng putih mengirimkan surat terkait hasil judicial review (JR) PKPU Nomor 3 Tahun 2019, kemudian permohonan PDIP dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Agung (MA).
Sehingga, PDIP pada pokoknya meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas, nomor urut 1, dari dapil Sumatera Selatan I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku untuk duduk menjadi anggota DPR.
"Itu putusan MA didasarkan pada pengajuan JR yang diajukan tanggal 24 Juni dan dikeluarkan putusannya 19 Juli," ujar Ketua KPU, Arief Budiman di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat 10 Januari 2020. []