Lima Wanita Berpengaruh dalam Perjuangan Indonesia

Perjuangan kemerdekaan Indonesia tak hanya ditentukan dari tangan-tangan lelaki saja tapi juga terdapat jasa kaum perempuan.
RA Kartini (Foto: suratkabar.id)

Jakarta - Perjuangan kemerdekaan Indonesia tak hanya ditentukan dari tangan-tangan lelaki saja tapi juga terdapat jasa kaum perempuan. Wanita-wanita perkasa ini berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga melalui jalur politik dan pendidikan.

Berikut Tagar sajikan lima pahlawan perempuan yang turut memengaruhi terciptanya kemerdekaan bangsa Indonesia.

1. Dewi Sartika

Wanita kelahiran Cicalengka, Bandung, 4 Desember 1884 ini membantu sektor pendidikan dengan membuat sekolah yang bernama Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung pada 16 Januari 1904. 

Tahun 1910, sekolah ini direlokasi ke Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri.

Perkembangan sekolah ini cukup pesat dengan berdirinya sembilan sekolah lainnya yang tersebar di seluruh Jawa Barat tahun 1912. 

Pada 1920, sekolah ini berkembang menjadi satu sekolah tiap kota maupun kabupaten. Nama sekolah juga kemudian diganti menjadi Sekolah Raden Dewi pada September 1929.

Dewi Sartika kemudian menikah dengan Raden Kanduruhan Agah Suriawinata yang juga merupakan guru di Sekolah Karang Pamulang pada tahun 1906. Selama hidupnya, dia dianugerahi Orde Van Oranje-Nassau sebagai penghargaan memperjuangkan pendidikan.

Wanita berdarah Sunda ini meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya. Dewi Sartikan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 1 Desember 1966.

2. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Kerajaan Aceh. Wanita Aceh ini memulai perlawanan dengan penjajah setelah suaminya, Teuku Cek Ibrahim meninggal pada 1878. Kematian suaminya kemudian membuatnya marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

Dia kemudian bersedia menikah lagi dengan Teuku Umar karena membolehkannya ikut dalam perang. Duet Cut Nyak Dien dan Teuku Umar menyebabkan Belanda kewalahan. Pergerakan ini yang juga menyebabkan Belanda harus berkali-kali mengganti jenderalnya yang bertugas di Aceh.

Perjuangannya di Aceh berhenti setelah dia tertangkap oleh Belanda dan dipindahkan ke Sumedang, Jawa Barat. Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908.

3. HR Rasuna Said

Bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said, wanita ini lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 14 September 1910. Ia adalah seorang orator dan pejuang kemerdekaan yang berjuang melalui organisasi Sarekat Rakyat dan Persatuan Muslim Indonesia.

Semasa hidupnya, dia sering mengecam kekejaman dan ketidakadilan pemerintah Belanda. Oleh karena itu, dia sempat dipenjara di Semarang pada 1932. Rasuna Said juga berjuang untuk persamaan hak antara pria dan wanita.

Tak hanya tokoh pejuang, Rasuna Said juga dikenal sebagai jurnalis yang memiliki tulisan-tulisan tajam.

Setelah kemerdekaan, ia aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (RIS), Dewan Perwakilan Sumatera, dan Dewan Pertimbangan Agung. HR Rasuna Said meninggal pada 2 November 1965 dalam usia usia 55 tahun di Jakarta.

4. Maria Walanda Maramis

Lahir di Kema, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872, wanita ini bernama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis. Dia dikenal sebagai tokoh wanita atas usahanya mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada awal abad ke-20.

Bahkan setiap 1 Desember, warga Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis. Peringatan ini diadakan untuk mengenang sosoknya yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan, dan emansipasi perempuan di dunia politik serta pendidikan.

Dia meninggal saat usia 51 tahun pada 22 April 1924 di Maumbi, Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

5. Kartini

Tokoh wanita ini menjadi salah satu yang paling dikenal dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Lahir di Jepara, 21 April 1879, Raden Adjeng Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. 

Kartini juga mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Bupati Rembang atas izin suaminya, Raden Adipati Joyodiningrat yang juga menjabat Bupati Rembang.

Saat itu, status sosial wanita dianggap rendah maka Kartini berkeinginan untuk memajukan kaum perempuan pribumi. Demi mewujudkan keinginan itu, dia kemudian mendirikan sekolah wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. 

Tak hanya Semarang, sekolah ini pun berdiri di beberapa kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

RA Kartini meninggal pada 17 September 1904 di usia 25 tahun di Rembang, Jawa Tengah. Untuk memperingati jasanya, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. []

Berita terkait
Pilih Tanggal 17 Agustus, Soekarno: Saya Percaya Mistik
Sebelum membacakan proklamasi, Soekarno dan Hatta diculik oleh golongan muda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Dirgahayu ke-74 RI, Kesederhanaan Soekarno-Hatta
Presiden dan wakil presiden pertama Indonesia, Soekarno-Hatta menjalani gaya hidup sederhana yang mesti diketahui generasi milenial.
16 Agustus, Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok
Peristiwa yang terjadi pada pukul 3 dini hari ini dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.