Semarang - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) meminta pemerintah dan DPR memperhitungkan dampak moralitas masyarakat ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Kekerasan Seks (PKS) disahkan. Sebab RUU tersebut dinilai sama saja dengan melegalkan liberalisasi seks.
"Nama RUU sepertinya bagus, sepertinya. Jadi kehidupan seks yang tidak kekerasan berarti tidak apa-apa. Kalau suka sama suka berarti tidak masalah," tutur Ketua DPP LDII Prasetyo Sunarso di sela Musyawarah Wilayah (Muswil) VII LDII Jawa Tengah, di Semarang, Sabtu, 25 Januari 2020.
Prasetyo menuturkan, sebagai organisasi masyarakat (Ormas) berbasis keagamaan, LDII sudah tegas mengambil sikap tentang persoalan liberalisasi seks. "Kami tidak menghendaki di Indonesia berlaku liberalisasi seks. Prinsipnya itu," ujar dia.
Jadi siapapun yang mengintroduksikan liberalisasi seks tentu saja LDII akan ambil sikap yang tidak sejalan.
Ia tidak bisa membayangkan, ketika RUU PKS disahkan, maka remaja Indonesia bisa mudah ditemukan di hotel berbuat tidak sepatutnya, melakukan hubungan layaknya suami istri, tanpa ada sebuah jeratan hukum yang bisa diberlakukan.
"Jadi kami bisa membayangkan kalau sampai remaja kita tiba-tiba berada di hotel, nah itu tidak bisa dihukum, wong itu suka sama suka, unsur kekerasannya tidak ada," sebutnya.
Karenanya, Prasetyo mengusulkan nama RUU itu diubah dengan RUU Penanggulangan Kejahatan Seks. Pencantuman kejahatan seks dianggap punya cakupan yang lebih luas ketimbang sekadar kekerasan seks. Sebab mereka yang belum menikah secara resmi, ketika tepergok melakukan hubungan yang tak pantas, bisa diatur dan dijerat dengan regulasi tersebut.
"Dan sebenarnya ini bukan semata persoalan agama saja. Tapi kultur kita sudah menghendaki seperti itu. Kata molimo, salah satunya madon (main perempuan), menjadi kultur yang tidak menyetujui adanya liberalisasi seks," tutur dia.
Hal senada disampaikan Ketua LDII Jawa Tengah Prof Singgih Tri Sulistiyono. Baginya, LDII sebagai Ormas bernafaskan Islam lebih mendudukkan diri pada satu kekuatan yang akan membentengi masyarakat dari hal yang dapat menimbulkan hal destruktif.
"Jadi siapapun yang mengintroduksikan liberalisasi seks tentu saja LDII akan ambil sikap yang tidak sejalan. Karena hal itu menjadi pondasi atas kualitas masyarakat yang harus dijaga bersama. Kalau tidak kita jaga nanti akan muncul persoalan lain, seperti masalah sosial hingga penyebaran penyakit," papar dia.
Ketua Umum LDII Prof Abdullah Syam meminta para aktivis partai politik, khususnya mereka yang duduk di lembaga Legislatif, untuk bisa cermat menelaah RUU PKS yang tengah proses pembahasan. LDII sangat menghargai pendapat dari partai politik, apalagi yang sudah diterima secara perundangan sebagai partai yang hadir di Indonesia.
Termasuk pendapat yang disampaikan pengurus PSI soal rancangan RUU tersebut. Namun jika ada pandangan parpol, melalui pengurusnya, lebih condong mendukung ke liberalisasi seks, maka organisasi yang dipimpinnya sudah tegas bersikap.
"Tapi manakala ada oknum partai itu yang menggiring pada sebuah opini, seperti substansi apa yang disampaikan Pak Pras, ini kan pandangan agama tidak seperti itu. Ini berarti akan benturan dengan nilai agama. Saya kira tidak LDII saja, semua Ormas Islam akan bersikap yang sama," imbuhnya. []
Baca juga:
- Kalteng Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU PKS
- Pelaku Asusila di KRL Sulit Dijerat, RUU PKS Solusi?
- Mak Militan Sumsel: RUU PKS Mengundang Murka Allah