Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) tidak akan disahkan DPR periode ini mengingat mepetnya waktu pembahasan RUU itu dengan masa bakti anggota dewan akan berakhir pada akhir September 2019.
"Saya sudah berkoordinasi dengan pimpinan Panja terkait, karena waktunya yang pendek dan masih banyak masalah yang belum selesai dibahas, maka kita putuskan ditunda," kata Bamsoet lewat keterangan tertulis yang diterima Tagar.id pada Kamis, 26 September 2019.
Saya mendengar dari Ketua Panja P-PKS bahwa sampai saat ini untuk judul RUU saja belum ada kesepakatan. Sehingga tidak bisa diteruskan karena waktu yang pendek.
Politikus Partai Golkar ini menyebut pembahasan RUU PKS akan digulirkan pada masa jabatan DPR periode 2019-2024 yang akan dilantik pada 1 Oktober mendatang. Dia mengaku, DPR saat ini fokus terhadap RUU yang belum selesai setelah mengesahkan revisi UU Peraturan Pembentukan Perundangan-undangan (P3).
Saat ini DPR dan pemerintah sepakat membentuk tim perumus (timus) membahas RUU PKS. Timus RUU PKS bakal efektif bekerja di periode mendatang.
"Saya mendengar dari Ketua Panja P-PKS bahwa sampai saat ini untuk judul RUU saja belum ada kesepakatan. Sehingga tidak bisa diteruskan karena waktu yang pendek," ujar Bamsoet.
Sebelumnya, panitia kerja (Panja) DPR RUU PKS bersama pemerintah sepakat membentuk Timus yang akan bertugas membahas seluruh Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan seluruh pasal dalam draf RUU tersebut.
"Kami selama ini belum sampai kesepahaman substansi, baru pada untuk percepatan tata cara membuat maka dibentuk Timus," kata Ketua Panja RUU PKS, Marwan Dasopang, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu, 25 September 2019, seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, Timus akan baru efektif bekerja pada keanggotan DPR periode 2019-2024 karena harus membahas lebih rinci tentang substansi pasal per-pasal pada RUU PKS serta harus tercapai kesepakatan antara DPR dengan pemerintah.
"Timus akan merumuskan perbandingan antara ketentuan pidana dalam RUU PKS dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)," ujarnya.