Jakarta - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 2016.
Namun, tiga tahun berjalan RUU PKS itu tak kunjung disahkan. Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan ada tiga poin yang selama ini menjadi perdebatan panitia kerja RUU PKS.
1. Perdebatan mengenai judul
Mengenai judul RUU PKS sendiri, para anggota DPR masih silang pendapat. Sehingga perdebatan mengenai judul undang-undang ini tak kunjung menemukan titik temu.
2. Perdebatan soal definisi
Menurut Marwan soal definisi dari undang-undang ini masih mengganjal karena bisa bermakna ganda.
“Teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadi UU ini terlalu bebas,” kata Marwan di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 19 September 2019.
3. Tentang pidana dan pemidanaan
Menurut Marwan, banyak anggota panja yang keberatan bila undang-undang ini bertentangan dengan undang-undang induk atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Panja akan berkonsultasi dengan Komisi III yang menangani KUHP. Hasilnya ada sembilan poin pemidanaan yang sudah masuk ke dalam KUHP. Seperti pemerkosaan, dan perzinaan.
“Komisi III menyarankan Komisi VIII untuk menunggu RKUHP disahkan di rapat paripurna.” katanya.
Marwan mengatakan kalau urusan pidana ini selesai maka tinggal tersisa dua masalah yakni judul dan definisi.
“Yang dikhawatirkan adalah judul dan definisi menjadi liberal atau membolehkan pintu masuk LGBT bisa ditutup,” ujarnya lagi.
Marwan menjelaskan pembagian cluster antara persoalan pidana dan pemidanaan yang terus berpolemik, dengan persoalan rehabilitasi, perlindungan, dan pencegahan dalam RUU PKS. Persoalan rehabilitasi, menurut dia, sudah disetujui oleh seluruh anggota panja.
“Saya sebagai ketua panja kalau membiarkan ini berdebat terus memang tak akan ada titik temu,” kata Marwan. []