DPR Sahkan RUU Kekerasan Seksual Jadi UU

UU berikan kerangka hukum bagi para korban kekerasan seksual dapatkan keadilan di saat tindakan pelecehan seksual dianggap masalah pribadi
Ilustrasi: Desakan penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan (Foto: voindonesia.com - VOA/Sasmito Madrim)

TAGAR.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 12 April 2022, meloloskan RUU yang telah lama ditunggu-tunggu untuk mengatasi kekerasan seksual menjadi UU. RUU tersebut bertujuan memberikan kerangka hukum bagi para korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di saat tindakan pelecehan seksual sering dianggap sebagai masalah pribadi.

Mayoritas anggota DPR mendukung RUU tersebut pada sesi pleno di parlemen, mengatasi oposisi dari beberapa kelompok konservatif setelah enam tahun bermusyawarah. “Kami berharap penerapan undang-undang ini akan menyelesaikan kasus kekerasan seksual,” kata Ketua DPR, Puan Maharani.

Para aktivis menyambut RUU tersebut, meskipun beberapa masih keberatan karena cakupannya yang terbatas. RUU tersebut hanya memasukkan beberapa kejahatan seks dan menghilangkan klausul khusus tentang pemerkosaan yang menurut pemerintah akan dimasukkan dalam undang-undang lain.

unjuk rasa antikekersan perempuanAktivis perempuan dari gerakan anti kekerasan memegang spanduk bertuliskan "Memberantas Kekerasan Seksual? Pasti Ada Jalan!" saat protes pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan di kampus-kampus, di luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada 9 Februari 2020 (Foto: voaindonesia.com - AFP/Adek Berry)

"Ini tentu sebuah langkah maju," kata Asfinawati, pakar hukum di Fakultas Hukum Jentera, yang pernah mendampingi korban kekerasan seksual, seraya menegaskan definisi perkosaan yang saat ini tercakup dalam KUHP masih perlu diperjelas.

Pengaduan kekerasan seksual telah meningkat di Tanah Air, sementara penuntutan atas kejahatan seks diperumit oleh tidak adanya kerangka hukum khusus untuk menanganinya. Adanya kekhawatiran korban akan dipermalukan selama interogasi telah menghalangi banyak orang untuk angkat bicara, menurut para aktivis.

RUU final tersebut mencakup hukuman penjara hingga 12 tahun untuk kejahatan pelecehan seksual fisik, baik dalam perkawinan maupun di luar, 15 tahun untuk eksploitasi seksual, sembilan tahun untuk kawin paksa, yang mencakup pernikahan anak, dan empat tahun untuk mengedarkan konten seksual yang tidak mendapat persetujuan dari pihak yang terlibat di dalam konten.

RUU tersebut menetapkan pengadilan harus memaksa terpidana pelaku untuk membayar restitusi dan otoritas untuk memberikan konseling kepada korban.

Di bawah draft sebelumnya, undang-undang tersebut juga akan mencakup aborsi dan memberikan definisi yang lebih jelas tentang apa yang dimaksud dengan pemerkosaan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan kelompok masyarakat sipil pertama kali mengajukan gagasan legislasi satu dekade lalu dan sebuah RUU diajukan ke DPR empat tahun kemudian.

protes kekerasan seksual di kampusAktivis perempuan dari gerakan anti-kekerasan terhadap perempuan dalam demo di depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, protes pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan di kampus, Jakarta, 10 Februari 2020 (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Pada bulan Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengatakan kepada pemerintahnya untuk mempercepat undang-undang baru.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keberatan dengan RUU tersebut, mengatakan RUU itu harus mengatur terhadap seks di luar nikah dan telah menyerukan larangan hubungan seksual berdasarkan apa yang digambarkan sebagai orientasi seksual "menyimpang.” (ah/rs)/voaindonesia.com. []

Komnas HAM Desak RUU Kekerasan Seksual Segera Disahkan

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, DPR Didesak Kebut RUU PKS

Jokowi Dorong RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Segera Disahkan

Kongres AS Loloskan RUU Pelecehan Seksual

Berita terkait
Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Meminta perguruan tinggi di Indonesia segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus.