KPK Makin Ngaco

Dan mulai kebablasan. Novel Baswedan menuding Jokowi prokoruptor, hanya karena Presiden setuju revisi UU KPK. Tulisan opini Eko Kuntadhi.
Pimpinan KPK Agus Rahardjo cs menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah ini ke Presiden Jokowi sebagai respons atas polemik revisi UU KPK. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Dan KPK sepertinya mulai kebablasan.

Novel Baswedan menuding Jokowi prokoruptor, hanya karena Presiden setuju revisi UU KPK. Tapi mungkin bukan itu intinya. Masalahnya juga karena Firli Bahuri lolos jadi Ketua KPK sekarang.

Firli memang pernah kerkarier di KPK. Jabatannya deputi penindakan. Nah, saat di KPK itulah kabarnya Firli tidak cocok dengan kelompok Novel. Banyak kebijakan internal KPK, khususnya soal kepegawaian yang akhirnya meruncingkan perseteruan mereka.

Ujungnya Firli dihantam isu integritas. Perkaranya ketika dia sempat bertemu TGB di lapangan tennis. TGB memang sedang diincar KPK waktu itu dalam kasus Newmount.

Sebagai bekas Kapala polisi di NTB, wajar saja Firli kenal dengan TGB sebagai Gunernur NTB. Menurut Firli, pertemuan itu hanya sepintas, di tempat umum, dan tidak membicarakan apa-apa.

Tapi dengan isu itu Firli dianggap melanggar aturan KPK yang melarang bertemu dengan orang yang terkena kasus. "Kami bertemu tidak direncanakan. Di lapangan. Tempat umum. Bukan pertemuan yang dirancang," bantah Firli.

Karena persoalan-persoalan seperti itulah, Firli dipojokkan. Ia dipersepsikan melanggar aturan etik. Sebelum persoalan terlanjur memuncak, kepolisian menarik kembali Firli. Ia ditugaskan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.

Kenapa mereka gak minta ketemu DPR untuk memberi masukan pasal-pasal yang tidak disetujuinya.

Lalu ia ikut seleksi Pimpinan KPK dan terpilih. Lalu Presiden menyetujui pembahasan perubahan UU KPK. Lalu Novel menuding Jokowi menguntungkan koruptor.

Sebelumnya Saut Situmorang mundur dari KPK. Jokowi menanggapinya dengan enteng. "Itu hak pribadi," ujar Presiden. Artinya Saut mau mundur atau maju, terserah. Emang gue pikirin.

Bukan hanya Saut. Ketua KPK Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif ikut-ikutan menyerahkan jabatannya ke Presiden. Bedanya keduanya gak terang-terangan mundur. Tapi pakai embel-embel, kalau Presiden masih menghendaki mereka memimpin KPK, mereka bersedia.

Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif bermanuver tujuannya untuk mencari simpati. Ujungnya berharap agar Presiden mau menemuinya. Dari situ mereka berharap bisa menahan laju revisi UU KPK yang sudah memasuki tahap pembahasan di DPR.

Sama seperti Novel, sepertinya kedua pimpinan KPK ini mengarahkan opini bahwa urusan KPK memang akan ditembakkan kepada Presiden. Padahal Revisi UU itu sendiri usul inisiatif DPR. Dan kini dibahas di DPR. Kenapa mereka gak minta ketemu DPR untuk memberi masukan pasal-pasal yang tidak disetujuinya.

Ini menandakan bahwa selama ini KPK memang sering gagap berkomunikasi dengan lembaga lain. Padahal salah satu tugas mereka adalah mengkoordinasikan pemberantasan korupsi. Artinya KPK tidak bekerja sendiri. Mereka harus memandang pihak lain sebagai mitra. Bukan malah sebagai musuh.

Meletakkan jabatan dan menyerahkan kembali ke Presiden saja sebetulnya menunjukkan pembangkangan mereka terhadap mekanisme konstitusi. Sebab UU mengatur tata cara pembuatan UU. Jika DPR berpikir UU KPK harus direvisi untuk menyempurnakan hasil kerjanya, semestinya ini bukan persoalan. Toh, pegawai KPK digaji untuk kerja. Bukan mengurus sesuatu di luar wilayahnya.

Soal mereka gak sepakat pada beberapa poin dalam draft RUU ajuan DPR, tinggal buat saja keinginan untuk membahasnya. Bukan malah menyerahkan mandat kepada Presiden dan berharap Presiden terpancing untuk menanggapinya. Tindakan itu justru membuka pertanyaan, ada apa sih KPK, kok takut banget dengan perubahan?

Tentu saja ada ketakutan. Mereka-mereka yang dulu memusuhi Firli, apa dampaknya kalau nanti Firli memimpin KPK. Kedua, revisi UU ini dikhawatirkan akan membuat power KPK yang tidak terbatas itu mulai dibatasi sekarang.

Benarlah kecurigaan orang. Dengan menembakkan semua masalah ke Presiden, kini orang memandang KPK ini bukan komisi hukum. Tapi lebih mirip lembaga politik. Dan kini makin ngaco.

*Penulis adalah Pegiat Media Sosial

Baca juga:

Berita terkait
Pimpinan KPK Dinilai Aneh Umumkan Mandat ke Media
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai aneh cara pimpinan KPK bicara soal penyerahan mandat ke Presiden lewat media.
Ratusan Dosen UGM Deklarasi Tolak Pelemahan KPK
Ratusan dosen UGM Yogyakarta, menjadwalkan untuk menggelar deklarasi UGM Tolak Upaya Pelemahan KPK.
Jokowi Diminta Tidak Menggubris Manuver Politik KPK
Sikap pimpinan KPK menyerahkan mandat ke Jokowi artinya membangkang, mau menang sendiri, mempermalukan Presiden. Jokowi disarankan tak menggubris.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.