Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebut kasus intoleransi terhadap seorang pelajar di SMKN 2 Padang adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan bahwa kasus tersebut termasuk pelanggaran HAM. Menurutnya, aturan sekolah harus berprinsip terhadap penghormatan HAM dan menjunjung tinggi nilai kebangsaan.
“Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM. Namun, memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM,” ujarnya saat dalam siaran pers pada Sabtu, 23 Januari 2021.
Sekolah negeri adalah sekolah pemerintah, yang siswanya beragam atau majemuk.
Baca juga: Siswi SMK Disuruh Berkerudung di Padang, Respon Kemendikbud?
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah telah diatur bahwa tidak ada kewajiban dalam model pakaian kekhususan agama menjadi seragam sekolah.
“Sekolah negeri adalah sekolah pemerintah, yang siswanya beragam atau majemuk. Oleh karena itu, sekolah negeri harusnya menyemai keberagaman, menerima perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM,” ujarnya.
Retno mengimbau kepada seluruh orang tua peserta didik untuk mengajarkan anak-anaknya dalam memberanikan diri untuk bersuara ketika mereka mengalami tindakan kekerasan apa pun di sekolah.
“Salah satu cara menghentikan kekerasan adalah dengan bersuara,” tuturnya.
Baca juga: Ternyata Ada 46 Siswi Dipaksa Berjilbab di SMKN 2 Padang
Sebelumnya diketahui seorang pelajar SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, menolak mengenakan pakaian jilbab sebagaimana diatur oleh pihak sekolah. Beredar surat penolakannya di media sosial.
Dalam surat pernyataan disebutkan JCH adalah anak dari Elianu Hia, mengatakan tidak bersedia untuk memakai kerudung seperti yang telah digariskan peraturan pihak sekolah. Disebutkan pula, dia bersedia untuk melanjutkan masalah dan menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang. Surat yang dibuat JCH dan ayahnya Elianu Hia itu tertanggal 21 Januari 2021. [] (Amira Salsabila Aprilia)