Jakarta - Kasus korupsi lobster yang menyeret eks Menteri Keluatan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, dinilai sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam, khsususnya biodiversitas.
Ahli biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Budi Setiadi Daryono, menilai kasus korupsi benih lobster, yang merupakan komoditas biodiversitas Indonesia, menjadi gambaran betapa buruknya pengelolaan biodiversitas di Indonesia.
Dikatakannya, para pengampu kepentingan dan pelaku bisnis Tanah Air selalu melihat potensi biodiversitas sebagai sumber daya ekonomi semata yang siap dieksploitasi.
Padahal, biodiversitas merupakan sumber daya ekologi yang perlu dikelola dan dilestarikan bersama.
Menurutnya, jika cara pandang para pemimpin politik dan pemangku kepentingan hanya melihat sumber daya alam, khsususnya biodiversitas sebagai sumber daya ekonomi belaka, maka akan merusak dan memusnahkan biodiversitas nasional.
"Benur merupakan bayi-bayi lobster. Tapi karena kita tidak sabar dan fokus menjadi prioritas riset dalam membudidayakan benur-benur lobster, yang umumnya hanya ada di lingkungan alam untuk dipelihara, menjadi lobster dewasa yang harganya ratusan ribuan kali lipat di banding benurnya," kata dia, seperti dikutip dari laman UGM, Jumat, 4 Desember 2020.
Cara pandang terhadap biodiversitas diubah dengan menghargai, mengelola dengan bijak, dan melestarikan
Dekan Fakultas Biologi UGM mengingatkan, jika negara-negara pengimpor benur lobster adalah pusat-pusat riset lobster dengan tujuan jangka panjang, mereka dipastikan dapat mengembangkan budi daya lobster.
Dengan begitu di masa depan akan menjadi pusat produksi lobster. Negara-negara tersebut juga telah berhasil membudidayakan ikan salmon sebagai industri perikanan tanpa mengganggu sumber ikan salmon di alam liarnya.
Prof Budi menegaskan keprihatinannya dengan cara pandang dan perilaku predasi para pemangku kekuasaan serta pengusaha dalam menguras biodiversitas nasional.
Baca juga:
- KPK Harus Proses Para Politikus yang Terlibat Ekspor Lobster
- Tidak Terkait Korupsi Lobster, Rahayu Saraswati Kuat Hadapi
- Fahri Hamzah Meradang Ekspor Benih Lobster Disetop Luhut
"Ke depan seyogianya cara pandang terhadap biodiversitas diubah dengan menghargai, mengelola dengan bijak, dan melestarikan biodiversitas termasuk lobster agar dapat dimanfaatkan dan dilanjutkan oleh generasi berikutnya," tukas dia.
Diketahui, KPK melakukan penangkapan terhadap Edhy Prabowo di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Rabu, 25 November 2020 dini hari.
Edhy ditangkap bersama istri dan sejumlah pejabat Kementerian KKP sekembali dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Selain di bandara, KPK juga menangkap sejumlah pihak lain di Jakarta dan Depok.
"Jumlah yang diamankan petugas KPK seluruhnya saat ini 17 orang, di antaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan beserta istri dan beberapa pejabat di KKP. Di samping itu juga beberapa orang pihak swasta," tutur Plt Juru bicara KPK Ali Fikri, Rabu, 25 November 2020.
KPK sudah menetapkan Edhy sebagai tersangka bersama enam lainnya, yaitu staf khusus Menteri KKP Safri, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Edhy bernama Ainul Faqih, staf khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata, dan seorang bernama Amiril Mukminin. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.
Selanjutnya, seorang tersangka lagi bernama Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito disangkakan sebagai pemberi suap.
Para tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. []