Jakarta – Kementerian Keuangan menyebut kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada sepanjang kuartal II/2020 bisa lebih dalam jika tidak dibarengi dengan intervensi belanja pemerintah serta kemampuan konsumsi rumah tangga.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan Indonesia beruntung karena struktur ekonomi secara makro ditopang oleh kemampuan pasar di dalam negeri.
“Kita harus bersyukur karena faktor domestik itu kuat,” ujarnya kepada Tagar, Rabu, 5 Agustus 2020.
Menurut Yustinus, ketidakbergantungan Indonesia pada perdagangan internasional menjadi hal yang krusial, mengingat sebagian besar hasil produksi dapat langsung terserap oleh pasar nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, konsumsi rumah tangga pada periode ini memberi kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 1.386 triliun. Sementara belanja pemerintah tercatat Rp 195 triliun.
“Berbeda halnya dengan negara tetangga Singapura yang sudah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sejak kuartal pertama. Itu terjadi karena kegiatan ekonomi mereka sangat didominasi oleh perdagangan mancanegara,” tuturnya.
Lebih lanjut, Stafsus Sri Mulyani itu lantas membeberkan fakta terkait dengan catatan perniagaan Indonesia dengan sejumlah negara asing.
“Aktivitas ekspor-impor kita tidak melebihi porsi 20 persen dari ukuran ekonomi atau PDB. Ini pula yang menjelaskan kenapa kita tidak terlalu dalam saat krisis 1998 dan 2008. Mudah-mudahan saat ini juga sama,” ucapnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Indonesia mengalami perlambatan ekonomi yang cukup signifikan pada triwulan kedua 2020 dengan catatan minus 5,32 persen. Hasil tersebut cukup kontras dengan capaian pada triwulan pertama yang masih bertengger di level positif 2,97 persen.
Sebagai upaya meminimalisir dampak perlambatan, pemerintah disebut Yustinus sudah menyiapkan tiga langkah strategis. Pertama adalah soal prioritas sektor kesehatan dan medis.
“Penanganan Covid-19 ini akan menentukan ekonomi kita cepat atau lambat pulihnya,” tegas dia.
Kedua adalah terkait dengan penyaluran bantuan sosial atau bansos yang dimaksudkan agar membantu masyarakat dalam menjaga daya beli. Adapun, yang ketiga merupakan stimulus lanjutan bagi kalangan pelaku usaha.
“Harapannya, pemerintah dapat semakin cepat dan efektif dalam belanja negara, karena regulasi sudah settle pada akhir Juni lalu,” kata Stafsus Menkeu.
Untuk diketahui, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir semester I/2020 mencatatkan realisasi penerimaan sebesar Rp 811,2 triliun atau setara dengan 47,7 persen dari target.
Kemudian dari sisi penyerapan belanja negara diketahui baru menyentuh angka Rp 1.068,9 triliun atau 39,0 persen dari total anggaran. Defisit APBN hingga paruh pertama ini mencapai Rp257,8 triliun atau 1,57 persen terhadap PDB.