Komnas HAM ungkap Praktik Perbudakan di Kerangkeng Terbit

Para penghuni kerangkeng mendapat perlakuan kejam dengan direndahkan martabatnya, bahkan kehilangan hak untuk menentukan nasib sendri.
Kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah Bupati Nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada praktik kerja paksa dan praktik serupa perbudakan, yang dialami para penghuni kerangkeng manusia, di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, identifikasi temuan praktik kerja paksa itu didasarkan pada indikasi ketiadaan upah bagi para penghuni kerangkeng yang merupakan pekerja di perusahaan sawit milik Terbit.

"Lalu berkenaan dengan praktik serupa perbudakan, kami menemukan dua indikator penting. Pertama, orang-orang (penghuni kerangkeng) tersebut tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan (nasib) dirinya sendiri. Mereka tidak punya ownership atau kepemilikan terhadap dirinya sendiri. Kedua, kontrol dari luar dirinya sangat kuat," ujar Choirul dalam keterangannya melalui kanal Youtube Komnas HAM RI, Sabtu, 5 Maret 2022.

Selain tu, Choirul mengungkapkan temuan bahwa para pekerja penghuni kerangkeng tersebut juga terancam sanksi apabila diketahui malas atau tidak bekerja di perusahaan sawit tersebut.

Karena, secara umum, para penghuni kerangkeng mendapatperlakuan kejam dengan direndahkan martabatnya, bahkan kehilangan hak mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Praktik kerja paksa tersebut bertentangan dengan posisi Indonesia sebagai negara hukum, yang telah meratifikasi Konvensi International Labour Organisation (ILO), dimana salah satunya mengatur tentang penghapusan kerja paksa.

Pada kesempatan yang sama, Anam mengimbau seluruh korporasi atau perusahaan di Indonesia, khususnya di industri sawit, untuk tidak melakukan hal serupa kerja paksa dan praktik perbudakan seperti Bupati nonaktif Langkat tersebut.

"Relasi-relasi yang memiliki nuansa praktik serupa perbudakan dan kerja paksa ini merupakan masalah serius bagi korporasi, apalagi korporasi yang memang mau mendunia dengan produknya yang dibutuhkan dunia. Perusahaan itu harus mengikuti seluruh instrumen yang diatur dunia. Jika diketahui ada praktik kerja paksa, praktik serupa perbudakan, dan penyiksaan yang berhubungan dengan sebuah perusahaan sawit, maka masalah ini akan sangat serius terhadap produk sawit kita," katanya.

Komnas HAM juga mendorong pemberlakuan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan secara berkala dari pihak korporasi, terkait potensi praktik kerja paksa atau perbudakan, sehingga kondisi industri dan perusahaan di Indonesia menjadi semakin baik serta semakin menghargai nilai-nilai HAM.

"Praktik bisnis yang sesuai koridor HAM tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga harus menghormati HAM. Dengan demikian, segenap pihak terkait akan menikmati kesejahteraan secara bersama-sama dan sehormat-hormatnya," ujar Anam. []


Baca Juga

165 WNI Dihukum Mati, DPR Desak Jokowi Revisi Sistem

Tiga Tahun Terakhir, Pemerintah Bebaskan 144 WNI dari Hukuman Mati

Kemlu: Perlindungan WNI di Luar Negeri Melonjak 3 Kali Lipat

Dua WNI Bebas, Hukuman Mati Diganti Hukuman Cambuk


Berita terkait
Komnas HAM Periksa Bupati Langkat Soal Kerangkeng Manusia
Pemriksaan dilakukan untuk mendalami dugaan adanya perbudakan manusia berkenaan dengan temuan kerangkeng manusia.
Pemberlakuan Permendikbudristek PPKS Didukung Komnas HAM
Komnas HAM menilai isi atau substansi dari Permendikbudristek PPKS sejalan dengan perlindungan HAM, oleh karenanya didukung pemberlakuannya.
Komnas HAM Terima Kasus dugaan Kriminalisasi Petani Sawit
Sampai saat ini masih terjadi kriminalisasi Petani di Koperasi Petani Sawit Makmur.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.