Komisoner KPU Bantaeng Terseret Kasus Kode Etik Pemilu

Agusliadi, Anggota Komisioner KPU Bantaeng Divisi Hukum dan Pengawasan, dikabarkan masih menjabat sebagai pengurus Parpol di Bantaeng.
Komisioner KPU Bantaeng Divisi Hukum dan Pengawasan, Agusliadi saat dijumpai di ruang kerjanya, Selasa, 3 September 2019. (Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng -  Agusliadi, Anggota Komisioner KPU Bantaeng Divisi Hukum dan Pengawasan,  dikabarkan masih menjabat sebagai pengurus salah satu Parpol di Kabupaten Bantaeng. Hal itu lantas menyeretnya ke sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP RI pada Kamis, 29 Agustus 2019 lalu, di Makassar.

Agusliadi dinilai melanggar DKPP nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman penyelenggaraan pemilu. Sebab sewaktu mengikuti seleksi penerimaan Komisioner KPU Bantaeng, ia masih menjabat sebagai Wakil Sekretaris di DPD PAN Kabupaten Bantaeng.

"Di persidangan, memberikan keterangan dan alat bukti yang bisa meng-counter keterangan dan alat bukti dari pengadu," kata Agusliadi saat ditemui di ruangannya, Selasa, 3 September 2019.

Kini dia masih menunggu hasil putusan sidang tersebut. Baginya hasil akhir persidangan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu itu wajib dijalankan. Kendati demikian, ia masih optimis mampu melewati dan menepis tudingan itu.

"InsyaAllah putusan dikembalikan pada majelis sidang saat itu, para tim DKPP. Apapun hasilnya, mau tidak mau, KPU RI dan KPU Provinsi selaku eksekutor pada putusan itu harus wajib mengikuti, karena putusan DKPP itu bagi penyelenggara Pemilu sifatnya final dan mengikat," kata dia.

"Saya optimis. Yah, karena saya punya alat bukti yang cukup kuat. Adapun tuduhan seperti foto dan tandatangan Timsel, itu benar tetapi itu bukan sebagai pengurus melainkan tenaga profesional partai yang digaji," lanjutnya.

Sidang saat itu dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua, Prof. Dr. Teguh Prasetyo perwakilan dari DKPP RI. Dibantu anggota majelis Dr. Andi Samsu Alam dari Tim Pemeriksa Daerah Unsur Masyarakat, Dr. Upi Hastati dari Tim Pemeriksa Daerah Unsur KPU Provinsi, serta Dr. Adnan Jamal dari Tim Pemeriksa Daerah Unsur Bawaslu Provinsi.

Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Bantaeng ini diadukan oleh Abdul Kahar dan Mas'ud ke DKPP RI setelah beredarnya SK Kepengurusan DPD PAN Kabupaten Bantaeng tahun 2010 sampai 2015 dan 2015 sampai 2020..

Sekedar diketahui, saat pelantikan terhadap Agusliadi, KPU RI sempat menunda hingga ada hasil klarifikasi yang menyatakan bahwa dia bukan sebagai pengurus partai.

Bahkan di hadapan KPU Provinsi dan KPU RI, Agusliadi membantah ihwal namanya tercantum dalam SK Kepengurusan DPD PAN Kabupaten Bantaeng.

Terpisah, tim kuasa hukum yang menangani perkara itu, Nurfajeri saat dihubungi mengatakan, Komisioner KPU Bantaeng Agusliadi dilaporkan menyoal statusnya sebagai pengurus di Parpol tersebut.

Pengacara yang akrab disapa Fajri itu menegaskan bahwa dalam persidangan saat itu, pihaknya mengajukan 12 bukti-bukti pendukung.

"Sudah disidangkan. Alat bukti dalam SK itu (Agusliadi) menjabat sebagai Wakil Sekretaris. Selain itu termuat juga foto-foto Agusliadi terlibat pada Kongres Nasional PAN di Bali tahun 2015 dan Musyawarah Wilayah PAN Sulsel di Makassar tahun 2016," kata Fajri dalam pesan WhatsApp.

Selain itu, dia juga masih menunggu jadwal sidang putusan di Jakarta. "Kami selanjutnya tinggal menunggu sidang putusan di kantor pusat DKPP," sebutnya. []

Baca juga:

Berita terkait
Rayakan Tahun Baru Islam Masyarakat Bantaeng Pawai
Segenap masyarakat kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan merayakan tahun baru islam dengan melakukan pawai Hijratul Rasul di pantai Seruni Bantaeng
Seorang Remaja di Bantaeng Mencuri untuk Makan
Soerang remaja di Bantaeng, Sulsel, mencuri untuk menghidupi dirinya dan adiknya. Mereka ditinggal mati ibunya dan ayahnya pergi ke daerah lain
10 Grup Musik Unjuk Gigi di Bantaeng Rock Festival
10 grup musik yang masuk grand final akan unjuk gigi memperebutkan hadiah jutaan rupiah untuk menjadi band terbaik di Banteang Rock Festival.
0
JARI 98 Perjuangkan Grasi untuk Ustadz Ruhiman ke Presiden Jokowi
Diskusi digelar sebagai ikhtiar menyikapi persoalan kasus hukum yang menimpa ustaz Ruhiman alias Maman.