Banda Aceh - Berbicara tentang kuliner Aceh seakan tak ada habisnya. Provinsi yang dijuluki bumi Serambi Mekkah ini memiliki kuliner atau penganan kue yang beragam, salah satunya keukarah.
Keukarah adalah salah satu kue tradisional di Tanah Rencong yang sudah ada sejak Kerajaan Aceh Darussalam. Kue ini memiliki rasa renyah dan manis, sangat cocok disantap menggunakan kopi.
Jika dilihat sekilas, kue keukarah memiliki bentuk seperti jaring-jaring berwarna putih kecokelatan, kuning bahkan jingga. Rasanya sangat gurih dan renyah.
Keukarah ini membuktikan orang Aceh ini suka pada tantangan dalam berkreativitas, maka lahirnya keukarah.
Kue keukarah sangat muda ditemui di Aceh, selain dijual di swalayan, kue ini juga tersedia di sejumlah warung-warung. Selain itu, kue keukarah juga dapat ditemui di warung kopi.
Bukan hanya di Aceh, kue keukarah juga dapat ditemui di sejumlah warung-warung khas Aceh seperti di Medan, Riau dan Jakarta.
Sedangkan pada musim lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha, kue keukarah menjadi buruan masyarakat Aceh. Mereka membelinya dan disuguhkan untuk para tamu yang datang ke rumah saat lebaran tiba.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid mengatakan, kue keukarah melambangkan bahwa masyarakat Aceh sangat menyukai tantangan sangat berkreativitas.
“Keukarah ini membuktikan orang Aceh ini suka pada tantangan dalam berkreativitas, maka lahirnya keukarah,” ujar Cek Midi saat ditemui belum lama ini.
Menurut Cek Midi, keukarah merupakan kue asli khas Aceh dan sudah ada pada abad ke-17 atau masa Kerajaan Aceh Darussalam. Keukarah ini juga memiliki folosofinya yaitu mengenai lingkungan.
“Jaring-jaring itu akar dari segala tanaman, berarti filosofinya orang Aceh ini dalam berkeativitas untuk untuk menunjukkan kepada seseorang banyak melambangkan, mencintai lingkungan dan alamnya,” kata Cek Midi.
Kolektor Manuskrip Kuno Aceh itu menjelaskan, pada masa kerajaan, masyarakat dan lingkungan memang dua hal yang tak dapat dipisahkan. Masyarakat Aceh selalu memperhatikan lingkungan setiap berkreativitas.
“Bangunan-bangunan yang bercorak ragam pada masa lalu itu membuktikan masyarakat Aceh ramah lingkungan, semua mencintai lingkungan dan alam,” tutur Cek Midi. []
Baca juga: