Kaum Perempuan Justru Jadi Korban Pandemi Covid-19

Keputusan melakukan lockdown di beberapa negara dan PSBB di Indonesia terkait dengan pandemi Covid-19 global ternyata mendera kaum perempuan
Tenaga medis perempuan di garis depan penanganan pasien Covid-19 di Italia. (Foto: icn.ch).

Wabah atau pandemi virus corona baru (Covid-19) yang menginfeksi dua juta lebih manusia di Bumi ternyata menyisakan derita bagi perempuan. Hal ini luput dari perhatian banyak orang karena tidak kasat mata.

Laporan situs independen worldometers tanggal 16 April 2020 pukul 16.58 WIB kasus kumulatif Covid-19 secara global sebanyak 2.092.008 dengan 135.230 kematian dan 516.975 sembuh. Sedangkan di Indonesia dilaporkan kasus Covid-19 berjumlah 5.516 dengan 498 kematian dan 548 sembuh.

Perempuan dan anak-anak sering berada pada posisi yang tidak menguntungkan ketika ada krisis, perang, perang saudara, pertikaian, konflik horizontal, dll. Bahkan, di peperangan perempuan dijadikan, maaf, budak pemuas nafsu seks.

Sejak akhir Desember 2019 dunia dikejutkan dengan pandemi Covid-19 yang dengan cepat menginfeksi ratusan ribu manusia di semua belahan dunia. Bahkan, tanggal 15 April 2020 kasus kumulatif Covid-19 sudah menembus angka 2.000.000. Ini luar biasa karena hanya dalam waktu tiga setelah bulan virus itu menyebar seperti kilat ke seantero dunia.

1. Perempuan di Garis Depan Sebagai Tenaga Kesehatan

Setiap orang yang sakit, apalagi yang terinfeksi Covid-19, tentu akan ke rumah sakit. Nah, di rumah sakit pasien akan diterima oleh perawat yang secara statistik perawat perempuan jauh lebih banyak daripada laki-laki. Data Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) lebih dari 70% tenaga kerja di sektor kesehatan dan sosial adalah perempuan. Bahkan, dokter pun banyak juga kaum perempuan.

Mereka ada di garis depan yang berhadapan langsung dengan pasien sejak di meja pendaftaran sampai ke dokter serta pemeriksaan medis. Celakanya, sering terjadi pasien berbohong tentang riwayat penyakitnya. Terkait dengan Covid-19 ada saja pasien yang berbohong tentang riwayat kontak mereka dengan pasien Covid-19 atau tentang perjalanan mereka ke daerah atau negara yang jadi pandemi Covid-19.

Catatan menunjukkan ada 12 perawat dan 32 dokter yang meninggal karena terinfeksi virus corona dari pasien yang berbohong. Dalam kaitan inilah aparat penegak hukum masuk ke ranah ini untuk menjerang pasien-pasien yang berbohong, terutama terkait dengan Covid-19.

Baca juga: Pasien Covid-19 yang Berbohong Seret ke Pengadilan

Cerita atau kisah perawat yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19 terdengar dari berbagai tempat di Bumi. Ada yang sembuh, tapi ada juga yang meninggal. Celakanya, di Indonesia mayat perawat yang meninggal karena Covid-19 yang ditularkan pasien yang berbohong ditolak warga yang arogan yang dikipas oleh provokator.

ilus2 opini 16 apr 20Anggota tim medis perempuan di Rumah Sakit Kedua Universitas Shandong bersumpah sebelum berangkat ke Provinsi Hubei, di Jinan, ibukota Provinsi Shandong Tiongkok timur, 9 Februari 2020. (Foto: china.org.cn /Xinhua/Zhu Zheng).

Syukurlah, kepolisian menangkap orang-orang yang jadi provokator dan menjerat mereka dengan pasal pidana yang berujung penjara. Jenazah seorang perawat RSUP Kariadi Semarang yang akan dimakamkan disamping makam orang tuanya di TPU Siwarak, lingkungan Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Kamis, 9 April 2020, ditolak warga. Jenazah perawat itu akhirnya dimakamkan di kompleks Pemakaman dr Kariadi di kawasan TPU Bergota. Polda Jateng menangkap tiga orang yang diduga melanggar Pasal 212 dan 214 KUHP dan pasal 14 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit. Ancaman hukuman 1 tahun penjara.

2. Ibu Rumah Tangga Menjaga dan Mengajar Anak di Rumah

Pandemi Covid-19 membuat sekolah ditutup sedangkan murid-murid belajar di rumah. Tentu saja ibu yang akan berperan menjaga dan mengawasi anak-anak belajar. Celakanya, banyak ibu rumah tangga yang kewalahan mengajari anak-anaknya karena mereka bukan guru.

Biasanya ibu hanya menyiapkan perlengkapan sekolah dan sarapan, tapi ketika murid belajar di rumah maka semua urusan anak-anak jadi pekerja ibu rumah tangga. Ketika bersekolah durasi waktu anak-anak di rumah lebih sedikit daripada ketika pandemi Covid-19 karena sepanjang hari anak-anak di rumah.

Di negara-negara dengan sistem patriarkat (KBBI: sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan ayah), seperti di Indonesia pekerjaan rumah, termasuk mengurus anak-anak, jadi pekerjaan ibu rumah tangga.

3. Pembantu Rumah Tangga

Ketika tidak ada lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pekerjaan sehari-hari di rumah sebagian besar dikerjakan oleh pembantu rumah tangga (PRT) termasuk mengurus anak-anak terutama jika ibu rumah tangga dan suaminya bekerja di luar rumah.

Pada masa program #dirumahaja diberlakukan pada pandemi Covid-19, ibu rumah tangga dan suami serta semua anak-anak ada di rumah sepanjang hari. Ini beban tambahan bagi PRT yang sudah barang tentu tidak akan menambah upah mereka. Soalnya, belum ada UU yang mengatur jam kerja dan upah PRT.

4. Anak-anak Laki-laki dan Perempuan

PSBB di Indonesia dan lockdown di beberapa negara membuat anak-anak harus tetap di rumah. Mereka belajar di rumah sehingga membuat mereka kian lama berada di layar monitor komputer, laptop atau ponsel.

Baca juga: Predator Online Ancam Jutaan Anak di Masa Lockdown

Selain mencari bahan pelajaran Internet mereka perlukan untuk berhubungan dengan teman, bahkan pacar. Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh predator seksual dan perundungan (bullying). Bisa juga terjadi saling kirim kalimat-kalimat berbau seks dan foto-foto sensual. Untuk itulah diharapkan orang tua bisa menemani anak-anak di masa PSBB atau lockdown selama pandemi Covid-19.

5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Di masa PSBB dan lockdown ada laporan terjadi KDRT, seperti di China. KDRT terjadi kepada perempuan dengan berbagai bentuk dan alasan yang dilakukan oleh laki-laki. Kejenuhan selama di rumah bisa juga memicu emosi laki-laki, sebagai pasangan atau suami, menghadapi situasi.

Di beberapa platform media sosial di China muncul tanda pagar (tagar): #AntiDomesticViolenceDuringEpidemic #疫期反家暴#. Kekerasan terhadap perempuan juga bisa terjadi karena bias gender.

Aspek-aspek kehidupan lain pun, seperti di kalangan pekerja seks komersial (PSK), panti-panti pijat plus-plus dan karaoke perempuan selalu jadi korban. Dampak ekonomi pandemi Covid-19 juga akan menerpa perempuan karena mereka harus mengatur pengeluaran di saat pemasukan tidak ada (dari berbagai sumber). []

Berita terkait
Covid-19 Global Catat Sejarah Tembus Angka 2.000.000
15 April 2020, pukul 05.09 GMT atau 12.09 WIB, pandemi global Covid-19 buka lembaran baru tembus angka 2.000.043 di 210 negara dan kapal pesiar
Selamatkan Masyarakat Adat Nusantara dari Covid-19
Masyarakat adat berada pada posisi yang sangat rentan tertular virus corona (Covid-19) karena keterbatasan daya mereka mencegah penyebaran virus
Stigma Covid-19 Kita Tidak Belajar dari Pengalaman
Ternyata kita tidak belajar dari pengalaman tentang stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS yang juga dialami oleh pasien Covid-19
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.